Font Italic : preview chapter sebelumnya/flashback
Chapter 5 : sudut pandang orang ketiga
---
Langit terlihat begitu hitam dari biasanya. Angin musim gugur mulai berhembus menusuk tulang siapa saja yang dilewatinya. Suasana beberapa minggu ini begitu mencekam. Tidak ada yang berani untuk sekedar melontarkan kelakar lucu untuk mencairkan suasana.
Dua kota sudah hancur karena kasus yang sama. Keduanya merupakan kota dengan keluarga kultivasi yang besar. Dengan kota Lautan Mawar yang terbakar beberapa minggu yang lalu, semua berita mengerikan yang telah berusaha untuk ditutupi agar tidak menimbulkan kepanikan pun telah diketahui oleh seluruh kota di Gunung Dal.
Seluruh penduduk tidak ada yang berani keluar dari rumah mereka. Murid-murid di kediaman Keluarga Son juga diliburkan sementara sampai waktu yang tidak diperkirakan. Semua master dari berbagai keluarga kultivasi mengadakan pertemuan begitu lama di kediaman Keluarga Jin Kota Naga Api.
Hwanwoong duduk di atas atap Ruang Singa Berkepala Enam. Memang hati anak itu terselimuti besi, tidak ada rasa takut. Walaupun dalam ketegangan ini, ia dengan santai duduk bersila dengan arak beras di tangannya. Dari raut wajahnya, tidak ada senyum seperti saat ia menatap rembulan.
"Kim Youngjo..." gumamnya. Ia dengar keluarga Kim dan seluruh warga yang selamat berada di dalam sebuah gua milik leluhur Keluarga Kim di kaki gunung. Walaupun tempat tersebut sangat aman di bawah mantra perlindungan yang kuat, namun mereka tidak bisa terus di dalam mengingat terbatasnya sumber makanan.
Rambut panjang sepunggung yang sengaja tidak ia ikat itu ikut bergoyang ketika ia menenggak satu kendi kecil arak beras. Bahkan rasa manis memabukan yang harusnya ia rasakan, terasa hambar lolos begitu saja ke kerongkongannya. Ia menggigit bibir bawahnya. Apa yang bisa ia lakukan untuk membantu sekarang?
Ia hanya murid, bahkan murid angkat, yang hanya bisa mengedipkan matanya ketika sang master memerintahkan. Bahkan master yang ia peluk pahanya tidak ada di atas kursi singgasananya saat ini. Ia merasa benar-benar tidak berguna.
Hwanwoong berniat untuk berdiri mengakhiri kegalauannya sampai ia menangkap sebuah bayangan bergerak cepat melompati atap-atap rumah di kejauhan. Dengan sigap ia mengikuti bayangan itu dalam diam. Ia tidak membawa pedangnya saat ini jadi ia harus 9 ratus kali lebih berhati-hati. Ia membuat jarak sejauh mungkin dari bayangan tersebut.
Hm? Apa ini? Semakin Hwanwoong mengikuti bayangan itu, semakin bingung dirinya. Bayangan itu seperti dengan asal melompat dari satu atap ke atap lain. Sebenarnya kemana tujuan bayangan itu akan pergi?
Dengan berani Hwanwoong memperkecil jaraknya dan menemukan bahwa pakaian yang dikenakan bayangan itu begitu familiar di matanya. Namun, ia belum begitu yakin karena malam ini begitu gelap. Hwanwoong masih berusaha mengejar sampai ia dapat memegang bahu orang itu.
Dengan sigap, 'bayangan' itu mengeluarkan pedang dari pinggangnya dan menyabet dengan kuat ke belakang tubuhnya. Hwanwoong dengan cepat mencondongkan dirinya ke belakang menghindar. Orang itu melompat mundur ke sebuah atap panjang, bersiap bertarung dengan siapa saja yang berani memegang pundaknya. Kedua matanya membulat sempurna.
"Saudara Geonhak!" teriak Hwanwoong girang. Melambaikan tangan di depan wajahnya.
"Y-yeo Hwanwoong?"
"Benar, ini aku. Apa yang kau lakukan disini?" tanya Hwanwoong berjalan mendekat dengan sok kenalnya.
Geonhak seperti benar-benar lega sehingga ia terduduk di atas atap setelah menghela nafas begitu keras. Tidak disangka es mawar yang sangat dingin ini dapat dengan tidak elegan duduk setengah bersila di atas atap seseorang. Hwanwoong berjongkok di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blew Against The Emerald
FantasiYeo Hwanwoong adalah murid angkat dari keluarga Son. Ia memiliki mimpi untuk menguasai ilmu kultivasi pedang dan membangun kembali Keluarga Yeo yang hancur karena serangan sekelompok perampok saat ia berumur 4 tahun. Dalam usahanya, ia bertemu denga...