Chapter 9 : Mencari Kebenaran (1)

36 14 1
                                    

Font Italic : preview chapter sebelumnya/flashback

Chapter 9 : sudut pandang orang ketiga

---

"Kemarin Hwanwoong dipanggil oleh Para Master"

"Jadi benar, semuanya karena keluarga Yeo"

"Keluarga Yeo Hwanwoong sekarang telah menjadi sekelompok iblis"

Setiap murid yang berpapasan dengan Hwanwoong berbisik-bisik mengutarakan opini tak berdasar mereka. Pemuda itu tidak berani untuk berjalan dengan wajah menghadap tujuan kakinya melangkah. Kepalanya tenggelam pada tanah berbatu.

Biarlah burung-burung berkicau. Hwanwoong tidak mengindahkan segala komentar yang menurutnya omong kosong. Tidak mungkin keluarganya yang melakukan penyerangan ke kota. Tidak pernah ia mendengar dalam empat tahun hidupnya di antara anggota keluarga Yeo yang menggunakan sihir iblis.

Kalau boleh jujur, Hwanwoong tidak terlalu terkejut dengan fakta bahwa bukanlah perampok yang menyerang kediaman keluarga Yeo. Ingatan bocah Hwanwoong begitu kuat hingga ia tau bahwa sekelompok iblislah yang telah meluluhlantakkan keluarganya. Otaknya dapat dengan jelas memutar kilas balik ibu sumber kasih sayangnya melayang lalu dijatuhkan.

Genggaman pada tangannya sendiri mengerat seperti ia tali pada tubuhnya sendiri. Menahannya agar tidak terlempar mengenai wajah siapa saja yang dengan asal meluncurkan sumpah serapahnya pada Keluarga Yeo. Ia harus bisa mengontrol emosinya, tau keadaan akan bertambah buruk. Ia tidak ingin nama keluarga Yeo menjadi lebih ternodai dengannya menghabisi anak orang lain. Apalagi ia masih berada di kediaman keluarga Jin.

"Hwanwoong!" seseorang memanggil namanya, membuatnya menghela nafas lega. Dongju dengan hiasan rambut kelap-kelipnya berlari menyusul. Setelah acara berpamitan di aula kediaman Keluarga Jin, Hwanwoong hanya ingin segera kembali ke kamar dan mengepak barang-barangnya.

"Dimana Dongmyeong?" tanya Hwanwoong melihat tidak ada satu sosok lagi yang mirip dengan Dongju di belakang.

"Ah, ia sedang berbicara dengan Harin, entah ia terlihat sangat bersemangat jadi aku meninggalkannya. Aku yakin ia akan segera menyusul" selesai jawaban dari Dongju, Dongmyeong pun terlihat kini sedang berlari menyusul mereka di belakang.

"Oi, kenapa tidak mengajakku kalau ingin kembali?" pemuda itu terengah-engah.

"Tidak mungkin aku mengganggumu dengan sahabat tercintamu" ejek Dongju yang berhasil menghasilkan kepanikan dari wajah Dongmyeong.

"Apa yang mengganggu. Tidak biasanya Harin berjalan sendiri tanpa si menyebalkan Yonghoon, jadi aku mengobrol lama dengannya sekaligus berpamitan" Dongmyeong memukul kembarannya tepat di hiasan kupu-kupu. "Eh, aku dengar keluarga Kim tidak ikut kembali dengan kita" sambungnya. Hwanwoong menoleh sebentar.

"Mengapa?" Hwanwoong.

"Kota Naga Api memerlukan orang untuk membangun kembali kota" Dongmyeong. Ia dapat mendengar sedikit helaan nafas dari Hwanwoong.

"Aku kira aku akhirnya bisa berteman dengan mereka" monolog Hwanwoong sok minta dikasihani. Si kembar hanya mendengus lucu. Mereka tau dengan adanya niat tersembunyi Hwanwoong dengan berteman dengan balok-balok es itu.

Sesampainya di ruangan tempat mereka menginap, Hwanwoong langsung mengambil sarung pedang yang ia tinggalkan. Sepertinya ajaran keluarga Yeo untuk tidak pernah meninggalkan senjata belum masuk dalam ingatan Hwanwoong. Jika Master Yeo tau ini, yakin pantat itu tidak akan lepas dari pukulan kayu hukuman khas Keluarga Yeo.

"Bagaimanapun juga kita semua harus kembali pulang, tidak ada yang mengawasi Kota Cakar Singa saat ini. Aku khawatir dengan Ibu di rumah" ujar Dongju yang sedang memasukan kembali alat-alat perias wajahnya dengan hati-hati. Alat perias itu lebih kurang seperti separuh hidupnya. Lihat saja berapa kali ia menggulung alat-alat mengkilap itu dengan kain. Takut semua tidak akan utuh lagi ketika ia sampai ke kamarnya. Tidak ada yang tau apa yang terjadi di dalam kereta kuda yang suka melaju dengan getaran yang hebat.

The Wind Blew Against The EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang