Chapter 15 : Kota Yang Asing (1)

37 8 2
                                    

Font Italic : preview chapter sebelumnya/suara batin

Chapter 15 : sudut pandang orang pertama

---

Pria Youngjo ini mendudukanku di bawah rindang pohon kelapa di tepi pantai. Agak lucu melihat daun-daun memanjang berkibar senada dengan kucir rambut sepunggungnya, hasil karyaku. Ingin tertawa namun semua otot yang menempel di seluruh tubuhku pasca bergelut dengan laut menjerit minta tolong. Hm, padahal semenit yang lalu hampir 'bergelut' dengan manusia besar disampingku ini.

Melirik ke arah manusia itu, seperti biasa pria ini masih tidak sudi menempelkan pantat jutaan peraknya di atas tanah. Aku tidak mempermasalahkan, malah aku berterima kasih padanya karena berdiri di tempat yang tepat menutupi pandanganku dari sorotan mematikan sinar matahari.

"Benar-benar hantu-hantu ini sangat merepotkan" gerutuku seraya merebahkan tubuh di atas pasir pantai. Deru ombak dan hembusan angin pantai sangat menyenangkan sehingga aku masih dengan tidak bosan bermalas-malasan disini. Menguap beberapa kali dengan kedua tangan menyangga kepala. Kalau bisa ingin rasanya tertidur ditemani kerang-kerang kosong dan bangkai kepiting sisa makanan burung camar, aku tidak masalah.

"..."

"Setelah aku pikirkan semakin aku tersinggung. Mengapa para hantu itu semuanya mengincarmu, Kakak?"

"..."

"Dari hantu di hutan sampai hantu di laut, semua memilihmu untuk dijadikan suami. Hanya satu hantu dari kota yang memilih leherku untuk dipatahkan. Namun dirinya malah membawaku dalam masalah dengan orang-orang kota itu"

"Apa aku kurang tampan untuk mereka, mungkinkah mereka tau siapa yang mempunyai uang lebih banyak? Baiklah, aku akan mengaku kalah jika itu alasannya. Tapi aku punya keterampilan bela diri yang sangat baik"

"..."

Aku menoleh ke arah pria itu. Walaupun aku terbiasa dengan kebisuan pria ini namun tidak dengan dirinya yang tidak beratensi kepadaku. Kulihat pria ini dengan diam mengedarkan pandangannya ke arah kota dengan ekspresi yang tidak bisa aku artikan. Biasanya juga tidak bisa, namun ini lebih rumit.

"Tuan Muda" panggilku, butuh tiga kali memanggil untuk mendapatkan atensinya lagi. Melihat apa sebenarnya?

"Ada apa?" jawabnya.

"Apa yang kau pikirkan?" Lihat aku!

"Kota Lautan Mawar" jawabnya menahan lenganku yang beranjak berjalan mendekati pintu kota. Kembali aku menoleh ke arahnya. Genggaman tangannya cukup erat agak bergetar di lenganku. Aku menggenggam tangannya dengan tanganku yang lain. Berusaha mendapatkan kedua manik mata cokelat cerahnya menatap ke arahku.

"Ada apa?" tanyaku lagi.

"Rumahku. Tidak aman" jawabnya menenggelamkan alisnya dalam kerutan. Menatapku seolah meminta pertolongan.

"Kau tidak ingin kembali ke rumahmu?" tanyaku lagi.

"Tidak bersamamu" aku? Ah, benar. Jika ini rumah pria Youngjo, itu artinya kami sudah sampai di Gunung Dal. Tempat dimana bajingan Hwanwoong adalah musuh semua orang.

"Baiklah, kuserahkan padamu, Kakak. Bagaimana keputusanmu? Perlu aku menyamar?"

"Hanya sampai rumah"

Bukan hal sulit untuk menyamar, bahkan pakaian seharga satu potong emas yang kupakai sekarang ini sudah seperti samaran untukku. Penyamaran seperti apa yang harus aku lakukan? Aku hanya tau bagaimana melumuri badanku dengan lumpur dan daun ketika berburu babi hutan bersama paman.

"Kau punya ide?" tanyaku. Pria itu menoleh ke arahku. Mengamatiku dari atas sampai bawah lalu ke atas lagi. Agaknya aku merasa malu akan hal itu. Tidak, rasa panas yang mendadak ini bukan karena sinar matahari namun karena pria ini. Tidakkah ia sadar jika seluruh makhluk di dunia ini bahkan cacing akan merasa gugup ketika di tatap oleh pria tampan sepertinya?

The Wind Blew Against The EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang