Font Italic : preview chapter sebelumnya/flashback
Chapter 12 : sudut pandang orang ketiga
---
"Dongmyeong, apa benar yang kulihat ini?" Seoho.
"Mereka benar-benar mempekerjakan pantat mereka dengan sangat baik" jawab Dongmyeong.
Agak melupakan sebentar kedaruratan yang seharusnya dirasakan, kedua pemuda itu menjatuhkan rahang bawah mereka mengikuti arah gravitasi. Pemandangan di depan mata membuat mereka meragukan kehebatan dewa. Melihat Kota Naga Api di depan kedua mata mereka benar-benar membuka mulut hampir menyentuh tanah.
Bagaimana tidak? Kota yang sebelumnya porak poranda kini terlihat begitu megah. Bangunan-bangunan sudah kembali terbangun. Rumah-rumah warga lengkap tanpa cacat, bahkan mengalami banyak peningkatan. Bahan-bahan yang digunakan sebagai pundi-pundi juga berkualitas, yang tentu saja akan memerlukan puluhan ribu koin. Mereka tidak ingat melihat patung naga di tengah kota. Pendatang akan mengira telah memasuki ibukota kerajaan. Setelah agak tersesat sedikit, akhirnya dua pemuda itu sampai ke kediaman keluarga Jin.
Dan apa yang terjadi dengan kediaman keluarga Jin? Terakhir mereka akan menyangka jika mereka telah masuk ke dalam sebuah kuil. Kini bangunan terpenting di Kota Naga Api ini telah berubah menjadi sebuah istana.
Begitu mereka masuk ke dalam pagar yang sangat tinggi itu, mereka disambut oleh ratusan tangga menuju aula utama. Walaupun istana itu tetap didominasi oleh warna merah, tapi bukannya terlihat seperti kuil yang biasanya dihuni oleh dewa pemabuk, sekarang benar-benar terlihat seperti akan diadakan sebuah pesta pernikahan. Apa-apaan dengan pantung emas menyerupai Master Jin sebesar patung Buddha di aula utama ini? Sepertinya orang tua itu memang sedikit sakit jiwa.
"Maaf atas kelancangan kami datang tanpa pemberitahuan. Tapi, Kota Cakar Singa sedang mengalami kekacauan dan kami tidak bisa menghubungi para Master" Dongmyeong menghormatkan dirinya di harapan Master Jin.
Tangan dengan urat-urat yang menonjol hasil latihan bela diri yang begitu lama itu mengibas-ibaskan sebuah kipas bergambar burung phoenix di bawah wajahnya. Sikap duduknya begitu angkuh dengan satu kaki di atas kaki lainnya. Menggeram rendah dengan laporan yang baru saja masuk ke dalam telinganya.
"Ah, sangat merepotkan..." gumam Master Jin. Menyesap sedikit teh dari gelas seharga ribuan koin itu. Merasakan air teh menghangatkan kerongkongannya.
"Mohon Master bisa membantu" kini hormat Dongmyeong dan Seoho lebih dalam hampir menyentuh lutut mereka.
"Benar-benar para iblis itu ingin menyelesaikan pekerjaan mereka di Gunung Dal" gumam Master Jin. Kipas phoenix di tangannya ia tutup ditangannya.
"Kemana perginya para Master yang sok sibuk itu?" tanya Master Jin.
"Para master pergi menyusuri pantai untuk menyelidiki kelompok pemberontak" Dongmyeong.
"Ah, dasar para orang tua itu, sudah kukatakan untuk tidak membuang waktu seperti itu" gerutu Master Jin untuk kesekian kalinya. Mungkin jika Dongmyeong dan Seoho tidak ada rasa hormat untuk Master Jin, mereka akan segera menarik jubah orang tua itu dan menjadikannya mangsa mayat hangus. Benar-benar menguji kesabaran.
Disesapnya kembali teh kamomil itu hingga hanya menyisakan gelas kosong. Mengibaskan lengan jubahnya angkuh.
"Baiklah. Melihat bagaimana kalian semua tidak akan bisa melawan tanpa adanya bantuanku, aku yang baik hati ini akan mengulurkan tanganku. Kumpulkan prajurit dan para murid, kita sapu bersih arang-arang kotor itu!"
"Baik, Master!"
Benar-benar Dongmyeong ingin melipat kedua tangan orang tua itu ke arah yang sebaliknya hingga patah. Persetan jika ia tidak bisa memakai kembali kipas phoenixnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blew Against The Emerald
FantasiaYeo Hwanwoong adalah murid angkat dari keluarga Son. Ia memiliki mimpi untuk menguasai ilmu kultivasi pedang dan membangun kembali Keluarga Yeo yang hancur karena serangan sekelompok perampok saat ia berumur 4 tahun. Dalam usahanya, ia bertemu denga...