Chapter 4 : Mayat Hangus (1)

49 15 0
                                    

Font Italic : preview chapter sebelumnya/flashback

Chapter 4 : sudut pandang orang ketiga


---


Hari itu salah satu pelayan membisikan sebuah kabar yang cukup mengerutkan kening Master Son. Guru besar yang sangat mengedepankan Pendidikan itu dengan tergesa mengakhiri kelas begitu saja. Meninggalkan murid-murid yang saling pandang kebingungan, Master Son bergegas pergi ke ruang Singa Putih. Di ruang utama itu, ia menemukan sosok yang sangat akrab baginya. Seorang pria tua berumur hampir menyamainya menyambut kedatangannya. Jubahnya yang berwarna kuning dengan jahitan bergambar burung elang berwarna coklat membuat penampilannya terlihat tangguh dan bijaksana secara bersamaan.

"Kakak, apakah benar apa yang aku dengar ini?" Master Son bertanya dengan tergesa-gesa. "Ah, maafkan kelancanganku" begitu ia ingat bahwa yang didepannya ini adalah salah satu kakak sesumpahnya, ia pun melakukan penghormatan yang ia lupakan semenit yang lalu. Kepala Keluarga Lee mengunjungi Kediaman Keluarga Son dengan masalah di tangannya.

"Adik, kami belum tau pasti, tapi mayat yang hangus ini banyak ditemukan di Kota Sayap Elang. Dari titik ditemukannya, kasus mulai menyebar mendekati Kota Cakar Singa. Aku mengkhawatirkanmu" Master Lee.

"Terima kasih atas perhatian Kakak. Tenang saja, Keluarga Son dan murid-murid yang belajar di kediaman ini aman. Untuk masalah ini, aku takut kita harus kembali ke Kota Sayap Elang untuk menyelidikinya" Master Son.

"Aku merepotkanmu" Master Lee menurunkan pandangannya merasa menyesal. Master Son menangkap kedua pundak kakaknya itu dan menegakkannya.

"Tidak perlu sungkan, Kakak. Kau adalah kakak sesumpahku, senang sedih harus dialami bersama. Apalagi kota kita bersebelahan, saling membantu itulah yang namanya bersaudara" Master Lee yang mendengar itu menghela nafasnya lega. Ia bersyukur dapat mengandalkan saudaranya.

Tepat seperti namanya, saudara sesumpah adalah hubungan saudara yang terikat oleh sebuah sumpah. Mereka bukan saudara dengan hubungan darah seperti Dongmyeong dan Dongju, namun mereka bersumpah dengan menyatukan darah mereka sebagai tanda bahwa mereka akan menjamin keselamatan saudara mereka dengan nyawa yang mereka miliki.

Hwanwoong, Dongju, dan Dongmyeong yang sejatinya murid-murid itu seperti merpati yang keluar dari kandangnya. Tidak ada kelas, latihan, dan yang terpenting, tidak ada omelan panjang dari guru besarnya. Ketiganya sedang duduk di tepi mata air gunung. Keluar dari rumah kediaman Keluarga Son yang membosankan.

"Apa sebenarnya yang terjadi sampai Ayah pergi berhari-hari dari kota?" Dongju membenarkan hiasan di rambutnya dengan air sebagai pantulan wajahnya.

"Ekspresi Ayah terlihat tidak baik saat itu" tambah Dongmyeong. Hwanwoong yang tidak ada di kelas saat itu hanya bisa diam mendengarkan.

"Aku dengar Kepala Keluarga Lee datang hari itu" ujar Dongju seakan informasi itu baru sampai di otaknya.

"Kepala Keluarga Lee? Apa ada masalah di Kota Sayap Elang?" tanya Hwanwoong. Pemuda yang pada dasarnya tidak bisa diam itu mulai mengaduk-aduk mata air dengan sebatang kayu yang entah dari mana asalnya.

"Aku tidak yakin, tapi sepertinya itu mungkin" jawab Dongju. Kemudian dari sudut matanya ia mendapati murid-murid Keluarga Lee muncul seperti takdir. "Kenapa tidak kita tanyakan saja pada mereka?" Dongju menunjuk murid-murid itu dengan pandangannya.

"Saudara Seoho, Saudara Keonhee!" panggil Hwanwoong girang. Ketiganya berlari melompati batu-batu menyeberangi mata air mendekati kedua saudara itu.

"Saudara Hwanwoong, Saudara Dongmyeong, Saudara Dongju. Benar-benar sebuah kebetulan bertemu kalian disini" Seoho dan Keonhee menundukan kepala mereka hormat.

The Wind Blew Against The EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang