Font Italic : preview chapter sebelumnya/flashback
Chapter 9 : sudut pandang orang ketiga
---
"Lalu?" Hwanwoong.
"Lalu apa? Apa kau akan melakukan sesuatu yang akan menodai nama keluarga kita?"
"Tentu saja demi Dewi Perang aku tidak akan melakukannya"
"Bagus, anak baik. Biarkan aku menikmati teh ini dengan tenang tanpa mendengar satupun helaan nafas" Dongmyeong kembali menyesap tehnya.
Ketiga pemuda itu mendengus lucu lalu akhirnya tertawa. Sudah berapa lama sejak mereka bisa bersenda gurau sesantai ini. Dengan banyaknya kasus yang terjadi, membuat urat mereka menegang. Sungguh lega ketika mereka bisa merasakan ketenangan seperti ini.
---
Paginya, diam-diam Hwanwoong tidak ada di dalam ruangannya. Pemuda itu benar-benar telah menghilang bagaikan asap dupa. Dongmyeong yang berniat untuk menjemputnya menuju kelas pun hanya disuguhkan dengan ruangan kosong. Bahkan tempat tidurnya masih rapi seperti tidak pernah ditiduri kemarin malam. Pemuda itu menghela nafas dan mengulum tersenyum. Dalam bisikannya ia mendoakan keselamatan saudara seperguruannya itu.
Sesungguhnya Hwanwoong tidak tau darimana ia harus mulai untuk mencari tau. Yang jelas ia kini berjalan menuju Kota Sayap Elang. Sebagai kota yang pertama kali diserang oleh mayat hangus, pasti ada sisa-sisa sesuatu yang bisa ia jadikan petunjuk. Lagipula Hwanwoong tidak berani pergi ke kota Naga Api maupun kota Lautan Mawar. Terlepas dari masih adanya para Master di kota itu, ia berusaha keras untuk menghindari satu orang lagi secara spesifik. Ia merasa malu pada orang dari Keluarga Kim itu, apalagi setelah namanya keluar dari bibir merahnya. Ia masih sayang pada jantungnya.
Dari atas atap yang sebagian besar sudah menghitam, Hwanwoong mengedarkan pandangannya. Ada beberapa mayat hangus yang masih berjalan dengan linglung. Tidak banyak, mungkin karena yang lain telah bergabung dalam penyerangan kota Naga Api.
"Darimana aku dapat mendapatkan petunjuk?" monolog pemuda itu.
Hwanwoong melompat dari satu atap ke atap lain. Agaknya rumah kediaman Keluarga Lee dari kejauhan menarik perhatiannya. Bangunan yang mayoritas berwarna emas itu begitu mengilap di kedua matanya. Setidaknya ia merasa aman jika berada dekat dengan kediaman saudaranya.
Brak!
Perhitungan Hwanwoong salah. Ia menginjakan kakinya di sebuah atap yang sudah rapuh karena hangus terbakar. Pemuda itupun ambruk ke dalam sebuah rumah beserta puing-puingnya.
Hwanwoong merasa sendi-sendi di kakinya terpukul dengan keras karena ia jatuh saat dirinya tidak dalam persiapan. Mengusap-usap lututnya yang menghitam karena arang. Bau hangus masuk begitu lancar ke kedua lubang hidungnya. Namun bau ini bukan hanya berasal dari rumah yang habis dilalap si jago merah, bau ini juga berasal dari... mayat hangus!
Walaupun mayat-mayat itu tidak tampak banyak dari luar rumah, ternyata Hwanwoong seperti jatuh tepat di sarang semut. Rumah itu penuh dengan mayat hangus. Begitu ia menyadari itu, penglihatannya telah tertutupi asap yang sangat tebal.
"Sial!" umpatnya langsung melompat kembali ke atas atap sebelum mayat-mayat hangus itu berhasil menangkap dan memanggangnya seperti kelinci.
Begitu ia mendapatkan pijakan yang kokoh di atas atap, kedua matanya melebar. Keadaan kota tidak setenang saat ia datang beberapa menit yang lalu. Kini bola-bola matanya seperti melihat reka ulang penyerangan kota Sayap Elang.
Semua rumah kembali terbakar. Sekelompok mayat hangus sedang berjalan ke arahnya. Menggoyang-goyangkan rumah yang ia jadikan tumpuan hidup. Ia harus segera pergi dari sini atau ia akan menjadi buah apel yang jatuh setelah pohonnya digoyangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blew Against The Emerald
FantasíaYeo Hwanwoong adalah murid angkat dari keluarga Son. Ia memiliki mimpi untuk menguasai ilmu kultivasi pedang dan membangun kembali Keluarga Yeo yang hancur karena serangan sekelompok perampok saat ia berumur 4 tahun. Dalam usahanya, ia bertemu denga...