Chapter 1 : Mawar dan Matahari (3)

81 19 2
                                    

Font Italic : suara batin atau preview cerita sebelumnya

Chapter 1 : sudut pandang orang pertama

---

Setelah semua ikatan terlepas, aku yang masih berada di dalam jaring seperti babi hutan buruan ini digendong dipunggung seorang murid dengan ikatan rambut yang lebih pendek dan rambut yang ia sisakan di setiap samping telinganya. Aku tetap berontak dipunggungnya. Kemudian, ia membisikan sesuatu padaku yang membuatku berhenti seketika.

"Kakak, semua akan baik-baik saja" ujar murid itu kepadaku kemudian menusukan dua jarinya ke punggungku dengan keras hingga aku pun tak sadarkan diri.

Kakak? Kakak kepalamu!

---

Suara seruling lambat laun begitu terdengar jelas di telingaku. Terdengar begitu tenang dan memiliki melodi yang tidak asing bagiku. Tercium juga wangi mawar yang kupikir merupakan wangi dari ruangan ini. Tak lama sebuah aroma makanan tercium. Dari bau ini, daging! Seketika aku membuka mataku. Tunggu, ini bukan rumahku. Di rumahku tidak ada atap tertutup seperti ini. Di rumahku juga tidak ada lemari, apalagi dengan barang-barang antik mahal sebagai dekorasi di dalamnya. Dan terlebih penting, tempat tidurku kemarin terbelah jadi dua! Tempat tidur empuk seperti ini pasti aku sedang di dalam mimpi! Aku menutup mataku lagi dan tersenyum. Jika ini mimpi tolong jangan bangunkan aku. Tapi, bagaimana jika ternyata aku sudah mati? Apakah aku ada di surga? Aku kembali membuka mataku dan terduduk dari tidurku. Bersamaan dengan itu, suara seruling merdu pun berhenti berbunyi.

"Kau sudah bangun?" ujar sebuah suara.

Aku memutar kepalaku dengan cepat ke arah sumber suara. Pria ini! Batu zamrud menyebalkan! Sejak kapan aku tertidur?

Refleks aku mengangkat selimut yang baru sadar aku pakai sampai menutupi hidungku. Aku merasa bahaya mendekat. Aku bisa melihat bola mata coklat terang itu memancarkan ekspresi cerah yang malah menakutkan untuku.

"Sebenarnya apa maumu membawaku kemari?" seketika mata itu meredup.

"Bertanggung jawab"

"A-apa?"

"B-batu" batu, katanya... batu sungai?

"Jika kau ingin bertanggung jawab atas batu sungai itu, tidak perlu sampai membawaku. Lagipula aku tidak benar-benar memintamu bertanggung jawab. Yah, hariku memang sedang buruk hari itu" aku menggaruk belakang kepalaku tidak enak. Eh ada kain melilit kepalaku, apa perampok kemarin menghantam kepalaku sampai berdarah. Apa aku bangun bukan karena tertidur tapi kehabisan darah? Tidak keren sama sekali!

"Baiklah, sepertinya tidak ada yang benar-benar harus dipertanggung jawabkan jadi, ijinkan aku untuk kembali" aku meraih ikat rambut dan mulai mengikat tinggi rambutku seraya bangkit berjalan keluar ruangan. Aku harap pria ini tidak dengan tiba-tiba menyerangku, kepalaku masih cukup terasa ringan.

Begitu aku berhasil keluar dari ruang tidur, aku melihat berbagai makanan tersedia di ruang tengah. Ada daging! Sudah lama aku tidak memakan daging. Yah walaupun aku tinggal di hutan tapi aku lebih sering memakan ikan karena tidak tega membunuh hewan berdaging dengan tanganku sendiri. Biasanya paman yang menyiapkan semua makanan berdaging. Setelah paman tidak ada, aku tidak pernah lagi berburu hewan.

"Makanlah" aku terkejut hampir menjatuhkan kembali ikatan rambutku ketika tiba-tiba pria itu berdiri tepat di belakangku.

"Buat suara kalau berjalan! Mengagetkan saja!" teriakku sebal. "Yah, kalau kau memaksa, aku akan pergi setelah makan"

Aku mengencangkan ikatan pinggang bajuku dengan senang kemudian duduk bersila di depan barisan makanan di atas meja. Demi dewa, semua makanan yang bahkan tidak pernah aku temui di kota berjejer menggoda di depanku. Aku bisa mendengar dengusan di belakangku tapi aku tidak peduli. Aku akan makan semua ini lalu pergi dengan segera.

The Wind Blew Against The EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang