Font Italic : preview chapter sebelumnya/flashback
Chapter 8 : sudut pandang orang ketiga
---
"Jadi kalian tau hewan apa ini?" tanya Keonhee tidak sabar.
"Bukan hewannya, tapi tepatnya simbol ini. Ah, aku benar-benar tidak bisa mengingatnya" Dongmyeong memukul pelan kepalanya sendiri. Dongmyeong menyikut kaki Hwanwoong yang masih berdiri di atas sisi jembatan. "Hwanwoong, apa kau pernah melihatnya?"
"..."
Merasa tidak ada jawaban, Dongmyeong mendongak ke atas untuk menemui wajah Hwanwoong. Ia menemukan pemuda itu hanya terdiam dengan ekspresi yang begitu tegang. Kedua tangannya mengepal hingga memutih. Sebuah ingatan menabrak otaknya.
"Ah, aku ingat!"
---
Seketika semua perhatian tertuju pada anak tertua keluarga Son. Dongmyeong naik ke sisi jembatan. Tangannya menggerayahi pinggang Hwanwoong lalu menarik sarung pedangnya.
Sebuah ukiran kepala rubah ia temukan di pegangan pedang milik Hwanwoong.
"Simbol itu adalah kepala rubah" seru Dongmyeong.
"Ah, benar juga. Simbol itu mirip dengan kepala rubah di pedang Hwanwoong" Dongju menambahkan.
"Tapi, bagaimana bisa-..." suara Dongmyeong mengecil. Perhatiannya teralihkan pada saudara seperguruannya yang hanya diam di sampingnya.
"Tunggu sebentar. Itu tidak mungkin. Keluarga Yeo sudah-" kali ini suara Dongju yang mengecil. Tidak ada hati untuk melanjutkannya.
Keenam pemuda itu terdiam. Dalam pikiran mereka memiliki persepsi mereka masing-masing mengenai informasi yang baru saja mereka terima.
"H-hei, bukan berarti Keluarga Yeo yang menyebabkan semua ini, bukan?" ujar Dongmyeong sesekali melirik ke arah Hwanwoong yang masih bergeming.
"B-benar, buktinya ia ditemukan sebagai mayat, bukan seseorang yang hidup dan bisa menyihir seseorang" Dongmyeong menendang pelan bahu Dongju. Kata-kata saudara kembarnya itu benar tapi tidak enak juga didengar.
"Y-ya, lebih baik kita menunggu hasil rapat dari para master sebelum menyimpulkan sesuatu" ujar Seoho. Pemuda itu menatap aliran air di sungai dengan keraguan di hatinya.
"Benar! Jangan sampai hal ini tersebar sebelum master mengatakan sesuatu" Keonhee menepuk kaki Hwanwoong menenangkan sahabatnya itu.
"Tapi hampir semua murid telah melihat simbol itu, aku takut lambat laun mereka akan mengetahui ini juga" lirih Seoho.
Semua pemuda itu menatap ke arah Hwanwoong yang masih dengan setia menatap ke arah gambar yang digambarkan oleh Giwook. Matanya memerah entah karena dirinya tidak berkedip sekalipun atau karena gejolak emosi yang kini sedang berkecamuk di dalam dadanya. Dengan cepat Keonhee memaksa Giwook untuk kembali menutup kertas bergambar itu dan memasukannya kembali ke pakaiannya.
"L-lebih baik kita kembali ke aula utama, sudah waktunya makan siang. A-ayolah" Keonhee menarik tangan Hwanwoong, memintanya untuk turun, dan menyeretnya masuk ke dalam. "Kita lupakan masalah ini sejenak, lebih mudah berpikir dengan perut kenyang, bukan?"
Keenam pemuda itu memasuki aula utama di kediaman keluarga Jin. Aula ini ramai dipenuhi oleh murid-murid dari berbagai keluarga kultivasi. Suara berat khas anak-anak remaja dan denting peralatan makan begitu membuat aula gelap ini terlihat hidup. Namun, bagai terhisap, suara ramai itu lenyap seketika keenam pemuda itu masuk. Semua orang menoleh ke arah mereka dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blew Against The Emerald
FantasyYeo Hwanwoong adalah murid angkat dari keluarga Son. Ia memiliki mimpi untuk menguasai ilmu kultivasi pedang dan membangun kembali Keluarga Yeo yang hancur karena serangan sekelompok perampok saat ia berumur 4 tahun. Dalam usahanya, ia bertemu denga...