Chapter 4 - Selamat Datang di Pulau yang Terisolasi

1.1K 280 18
                                    

Setelah menemani Eve yang masih belum sadar, aku kembali ke kamarku. Aku perlu membereskan barang bawaanku yang basah. Aku harus mengeringkannya.

Kamar yang cukup sederhana, namun sangat nyaman. Terdiri dari sebuah kasur single bed, nakas, kamar mandi kecil, dan sebuah balkon. Ini lebih mirip seperti kamar di penginapan.

Setelah menggantung pakaianku di pagar balkon, aku berbaring di atas kasur, berniat untuk tidur. Tubuhku terasa tidak enak dan agak panas. Kurasa aku akan sedikit trauma dengan badai dan lautan.

¤¤¤

Hari menjelang sore. Setelah beristirahat di kamar masing-masing, kami semua berkumpul di ruang tengah di lantai satu.

"Kira-kira ... orang-orang mencari kita tidak, ya?" Alec memulai percakapan.

"Tentu saja. Kau kira orangtua kita tidak menyayangi kita? Kurasa tidak ada anak broken home disini," sahut Quilla. Tapi kemudian dia melirikku sesaat. Mungkin dia merasa telah menyinggungku.

"Aku rindu mama," isak Clara.

"Ck, tidak hanya kau yang merindukan ibumu. Jangan cengeng."

"Memangnya siapa kau melarangnya menangis?" Carl, kakak kembar Clara tidak terima adiknya diejek.

"E-eh, a-aku salah bicara, maaf."

"Lain kali berpikirlah sebelum berucap."

Hugo menenangkan semuanya. "Kita semua ingin pulang dan merindukan orang tua kita. Bagi yang ingin menangis, menangislah. Tapi jangan berlebihan. Selain itu, jangan bertindak gegabah."

"Aku yakin berita hilangnya kita jadi viral."

"Sial. Padahal aku bermimpi ingin viral di media sosial, tapi bukan begini caranya." Devin menyahut.

"Kau itu sudah terkenal, followers-mu juga ribuan."

"Ah, itu followers palsu."

"Seriusan?"

Devin tiba-tiba melempar ponselnya yang mahal ke atas lantai. Terlihat layarnya retak sedikit. Teman-teman terkejut melihat apa yang dilakukannya.

"Mentang-mentang kaya, ponsel semahal itu kau jadikan sampah."

"Barang itu tidak berguna lagi disini. Sama sekali tidak ada sinyal," sahut Devin.

"Yah, tapi kau bisa menggunakannya buat bermain game offline. Kau punya Subway Surfers, 'kan?"

"Lalu, bagaimana caraku mengecas ponsel?" Devin berdiri, lalu mondar-mandir ke segala penjuru ruangan. "Lihat! Aku tidak menemukan stop kontak di sini! Di kamar juga tidak ada!"

Aku hanya bisa mendengarkan pembicaraan mereka semua. Aku tidak akrab dengan teman-teman sekelas kecuali dengan Eve, Marcia, dan Hugo.

"By the way, apa benar pulau ini sesederhana penampilannya?" Bert tiba-tiba memotong pembicaraan teman-teman sambil mengelap kacamata tebalnya.

"Apa maksudmu?"

"Sejak kita diselamatkan, kita sudah melihat berbagai ragam kesederhanaan penduduk ini. Bahkan wadah makannya menggunakan anyaman rotan dan daun pisang. Mereka juga sangat ramah. Tapi--"

"Peralatan medisnya sangat canggih," potong Hugo tiba-tiba. Semua perhatian langsung teralihkan pada wakil ketua kelas kami itu.

"Begini, ya, Rodriguez. Aku tahu kau adalah wakil ketua dan aku hanyalah anggota kelas biasa. Tapi kau tidak sopan telah memotong perkataanku." Bert menatap Hugo tajam dari balik kacamatanya.

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang