Chapter 28 - Badai Salju

393 151 9
                                    

Semuanya bergeming. Koordinat yang tertera benar-benar menunjukkan sebuah titik lokasi di Wilayah Tak Terjamah. Liana mengeceknya berkali-kali untuk memastikan petanya dibaca dengan benar, dan hasilnya sama.

"Di sana pasti sangat berbahaya." Hardwin memecah keheningan.

"Mungkin."

"Bukan 'mungkin' lagi." Hugo menyahut. "Apa yang dikatakan Hardwin benar, di sana sangat berbahaya."

"Kenapa kau bisa menyimpulkannya seperti itu?" tanya Devin.

"Saat kita pergi mencari dandelion untuk Cave, ketika Cave berontak dan ingin kabur ke Wilayah Tak Terjamah, aku pergi mengejarnya dan melihat bagian bawah jurang yang ada di wilayah itu."

"Apa yang kau lihat di sana?"

"Ratusan tulang belulang manusia."

Air muka teman-teman langsung berubah.

"Apa bukan karena jurangnya, ya?" sahut Alec. "Mungkin saja penduduk yang pernah menyelidiki wilayah itu, tidak sengaja jatuh dan akhirnya tewas di sana, 'kan?"

"Sepertinya tidak mungkin," sanggah Bert. "Pikirkan saja, mana mungkin ratusan orang jatuh ke jurang yang sama? Apakah tidak ada peringatan? Kalau orang-orang Bumi, sih, sepertinya masih mungkin karena orangnya nekat-nekat melakukan hal yang berbahaya. Tapi ini adalah Pulau yang Terisolasi, di mana penduduknya terpaku pada tradisi dan mitos turun-temurun.

"Lagipula sepertinya tidak mungkin satu-satunya jalan menuju Wilayah Tak Terjamah cuma lewat jurang itu. Jurangnya cukup besar dan kelihatan dari kejauhan, 'kan?" tanya Bert pada Hugo.

Hugo mengangguk mengiyakan. "Jurangnya juga cukup dalam. Namun di kiri kanan jurang itu ada tembok yang sangat tinggi dan memanjang entah di mana ujungnya. Sepertinya mengelilingi Wilayah Tak Terjamah."

"Tembok?"

"Aku tidak tahu tembok itu untuk apa, tapi mungkin untuk membatasi Wilayah Tak Terjamah dengan wilayah pegunungan di timur."

Aku merasakan suasana yang berubah 180 derajat, dipenuhi dengan rasa gelisah. Kecuali Sha, dia terlihat lebih tenang walaupun dia juga terkejut mendengar semua itu. Toh, wajar dia tidak takut karena tak mungkin dia ikut kami ke Wilayah Tak Terjamah. Dia harus menjaga ayahnya yang sakit-sakitan.

"Tapi ... kita tidak perlu khawatir, 'kan? Bocah peramal itu mengatakan kalau kita akan berhasil memecah dinding isolasi pulau ini," ujar Quilla. Dia lalu merentangkan tangan. "Lihat? Tidak ada seorang pun di antara kita yang tewas setelah menghadapi berbagai hewan ganas di pulau ini."

"Anak itu tidak mengatakan kalau kita semua akan berhasil selamat tanpa satupun yang tewas," sahut Emily. "Mungkin hewan-hewan yang kita hadapi selama ini masih terbilang jinak, bahkan warga pulau ini tidak pernah ada yang terbunuh oleh hewan-hewan. Mereka punya kekuatan super untuk melawan dan kita pun mendapatkan kekuatan fisik yang meningkat drastis. Namun, meski para penduduk memiliki kekuatan—

"—kenapa mereka takut mendekati Wilayah Tak Terjamah?"

Rasa takut akan kematian akhirnya menghantui kami. Sebelumnya, walaupun berhadapan dengan hewan penunggu ganas sekalipun, tidak ada yang merasa setakut ini. Hampir semuanya optimis dapat mengalahkan hewan-hewan itu karena tidak ada cerita penduduk yang tewas diserang oleh mereka.

Tapi bagaimana dengan Wilayah Tak Terjamah? Tidak ada satupun orang di pulau ini yang mengetahui apa saja yang ada di sana.

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. "Membicarakan ini hanya membuang-buang waktu."

Aku sukses membuat perhatian teman-teman tertuju padaku.

"Ada teka-teki yang menunggu di depan mata. Kita selesaikan yang ini, baru kita mendiskusikan cara pergi ke Wilayah Tak Terjamah." Aku memaksakan senyum. "Kan?"

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang