Chapter 35 - Perintah Terakhir

390 149 8
                                    

"Mercusuar?"

Itulah yang ada di pikiranku saat melihat menara itu pertama kali.

Menara itu sekilas memang nampak seperti mercusuar. Tetapi di bagian atas menara tidak ada ruang terbuka untuk melihat pemandangan dari atas maupun tempat lampu sorotnya. Hanya ada dinding menara yang tertutup. Kurasa itu memang hanya menara biasa.

Aku pun menyusuri jembatan kayu yang ada untuk pergi ke menara itu. Menara itu adalah lokasi titik koordinat untuk teka-teki terakhir.

Jantungku berdegup kencang, antusias dan berharap teka-teki terakhir berhasil membawaku dan teman-temanku pulang ke Bumi, serta memecahkan dinding isolasi. Tapi, aku lebih mencemaskan adanya sesuatu yang sangat mengerikan muncul dari dalam menara itu.

Ini Wilayah Tak Terjamah, tidak ada yang pernah mengunjunginya selain Isolator.

Cal mengikutiku di belakang. Kini aku tidak terlalu memedulikannya lagi. Ada hal yang lebih penting di depan mata.

Aku akhirnya sampai di depan menara itu. Pintu besi berkarat setinggi kurang lebih sepuluh meter telah terbuka. Tanah di bawah pintu itu meninggalkan bekas yang begitu dalam dan membuat sedikit retakan, menandakan pintu yang sangat berat itu baru-baru saja terbuka kemarin atau hari ini.

Mungkin ini penyebab suara gemuruh yang diceritakan teman-teman?

Kakiku gemetaran dan terasa lemah untuk digerakkan. Aku pun memukul kedua pahaku sekuat tenaga.

"Jangan takut, bodoh!" seruku pada diriku sendiri.

Aku pun melangkahkan kaki masuk ke dalam menara. Napasku langsung tertahan setelah melihat sesuatu yang sangat besar di lantai dasar menara itu. Aku jatuh terduduk saking kagetnya.

Itu kerangka tulang yang sangat besar dan aneh. Di sekitarnya ada rantai besi yang sudah berkarat, mengikat tulang bagian tangan dan kaki. Lubang mata di tengkorak kepalanya yang menyeramkan seolah mengancamku agar keluar dari sini. Aku tidak pernah melihat struktur kerangka seperti itu. Makhluk macam apa dia dulu?

Aku melangkah pelan masuk lebih dalam ke dalam menara, menimbulkan suara langkahku di tengah-tengah kesunyian. Kudekati kerangka aneh yang sangat besar itu. Tanpa menyentuhnya, aku memerhatikan sekitar. Namun, tidak ada hal yang menarik. Aku pun memutuskan untuk naik ke atas.

Menara ini tinggi, mungkin sekitar seratus meter. Untuk mencapai puncak menara, aku harus menaiki tangga spiral. Semoga aku kuat menaikinya. Kakiku sudah terlalu lama berjalan. Beruntung, ada pagar pendek di pinggir tangga untuk berpegangan.

Semakin lama, kecepatanku semakin lambat. Lain halnya Cal yang masih terlihat kuat mengikutiku. Sial, aku jadi iri dengan kucing. Aku penasaran apakah hewan juga bisa tersengal dan kelelahan seperti manusia.

Akhirnya aku sampai di puncak. Aku merebahkan diri di atas lantai yang berdebu, mengatur napasku. Kepalaku juga berdenyut sakit lagi. Aku tidak bisa bangun selama beberapa menit. Ternyata begini rasanya kelelahan setelah berjalan terus-menerus.

Tiba-tiba Cal mengendus-endus dan menjilati wajahku seperti anjing, membuatku merasa geli oleh permukaan lidahnya yang kasar. Tapi, entah mengapa ini membuatku merasa sedikit nyaman. Kurasa aku tidak perlu istirahat terlalu lama.

Setelah cukup beristirahat, aku beranjak bangun dan melihat-lihat isi ruangan puncak menara. Ada banyak perangkat canggih yang berdebu, seperti tempat untuk mengontrol sesuatu. Kau tahu, seperti ruang komando di film-film fiksi ilmiah. Apa ini semua adalah perangkat kontrol yang Sach maksud?

Aku mencari-cari tombol untuk menyalakan semua perangkat, walaupun aku takut salah pencet. Tetapi kalau aku tidak mencoba menyalakannya, apa gunanya aku naik ke sini?

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang