Chapter 25 - Oasis

427 162 5
                                    

"Kita sudah sampai."

Semua terpesona dengan pemandangan Oasis yang ada di depan mata. Air danaunya berwarna biru dan jernih, memantulkan cahaya dari langit. Dilengkapi dengan tebing kecil yang mengelilinginya serta pepohonan rimbun yang di atasnya tumbuh buah-buahan segar. Kedalaman danau yang nampak dangkal membuatku ingin menceburkan diri dan duduk berendam di sana.

Di sekitar Oasis, terdapat rumah-rumah sederhana milik penduduk. Tidak sebanyak di timur pulau, namun mereka terlihat rukun. Setiap rumah, di sampingnya selalu ada anjing, paling tidak satu ekor. Mereka besar-besar, mungkin bisa ditunggangi.

"Jangan takut dengan anjing-anjing kami. Mereka jinak terhadap manusia asalkan kalian tidak mengganggu mereka," kata Sha sambil mengelus leher anjingnya yang bernama Rok. Rok begitu suka dielus-elus oleh majikannya.

Tiba-tiba Uly terkulai lemas. Helen pun juga jatuh terduduk.

Mereka berdua adalah orang yang fisiknya paling lemah di antara kami. Melintasi padang pasir hanya dengan dibekali air, sudah pasti membuat mereka pusing dan kelelahan. Apalagi sambil membantu membawa burung unta yang beratnya mencapai ratusan kilogram.

"Beristirahatlah di pinggir danau atau di bawah pohon. Kalau gerah kalian bisa mandi di danau yang ada di sebelah sana." Sha menunjuk ke danau satunya yang ada di balik tebing lain. "Kedua danau ini airnya dangkal dan aman diminum."

"Kalian tunggu di sini, aku ingin melakukan sesuatu." Sha pergi menuju sebuah rumah sambil membawa anjingnya, serta membawa burung unta yang ia bunuh.

"Hei, bocah hitam dekil," panggil Cave pada Sha.

Kami refleks menoleh karena Cave memanggil Sha dengan julukan yang terbilang jelek dan dapat menyinggung Sha. Mendengar hal yang berkaitan dengan rasisme orang hitam sangat peka di telinga kami.

Sha menoleh, nampak tidak peduli dengan julukan yang diberi Cave. Sebaliknya, dia tersenyum. "Ya?"

"Apa Sach masih hidup?"

Alis Sha terangkat. "Oh? Ayahku? Beliau sehat."

"Bawa aku padanya."

"Ikuti saja aku."

Cave mengikuti Sha ke sebuah rumah, sedangkan kami berdua puluh pergi ke pinggir danau dan beristirahat di sana.

Marcia menangani Uly dan Helen yang hampir pingsan dibawah rimbunnya pepohonan, dibantu oleh beberapa teman-teman yang lain.

"Kau baik-baik saja, 'kan?" tanya Hugo, duduk di sebelahku. Aku sendiri sedang duduk di pinggir danau, merendam kaki.

Aku terkekeh. "Kau meremehkan staminaku?"

Hugo membuang napas. "Biarkan aku berbasa-basi, dong."

"Kau? Berbasa-basi? Hahaha!"

Tawaku pecah, lalu mendorong Hugo ke dalam danau yang dangkal dan indah itu. Seluruh tubuh Hugo langsung basah. Rambut peraknya jadi terlihat lebih berkilau, basah dan terpantul sinar "matahari yang tidak kelihatan".

"Kenapa kau tiba-tiba mendorongku, sih!?"

Aku tertawa dan beranjak berdiri, menjauh dari air yang ingin dicipratkan Hugo padaku.

Tiba-tiba kepalaku berdenyut sakit hingga membuat tawaku terhenti sesaat. Hugo langsung keluar dari danau dan menghampiriku.

"Eve? Ada apa? Kepalamu sakit?"

Rasa sakitnya perlahan hilang. "Aku baik-baik saja. Mungkin hanya sengatan panas."

"Sungguh?"

"Iya. Aku takkan menyembunyikannya kalau aku sakit."

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang