Prang... suara benda pecah diikuti teriakan keras sekali, suara wanita yang bisa dipastikan adalah Mama Gia. Gia yang sedang tidur terbangun karena suara berisik tersebut, lalu segera turun dari tempat tidur. Jam dinding di kamar Gia menunjukan pukul 02.02 dini hari.
Gia membuka pintu kamarnya, di depan kamar sudah ada Mbak Tini yang memasang wajah panik dan ketakutan. Walaupun pemandangan mengerikan seperti ini sudah berlangsung hampir 20 tahun sejak Mbak Tini menjadi asisten rumah tangga keluarga Gia, tapi rasa takut yang sama tidak pernah bisa berkurang. Yang paling Mbak Tini khawatirkan adalah Gia.
"Ada apa, Mbak?" tanya Gia hendak menuju ke ruang tengah di lantai satu yang menjadi sumber suara ribut-ribut tersebut.
Mbak Tini menggeleng dan menahan lengan Gia, "Ndak usah ke bawah ya, Non."
"Tapi, Mbak...." Gia mencoba melepas gengaman tangan Mbak Tini, tapi pegangannya sangat kuat.
"Tuan pulang Non, Mbak ndak mau Non juga kena sasaran kemarahan Tuan." Jelas Mbak Tini, kelopak mata Mbak Tini mulai basah menahan air matanya. Wajahnya memelas memohon kepada Gia.
Gia membuang napas berat dan mengangguk, "Gia nggak akan ke bawah."
Papa Gia, Pak Prasaji Notonogoro adalah sosok yang disegani. Kepala partai politik salah satu yang terbesar di Indonesia. Hampir seluruh warga negara Indonesia menjadikannya teladan, sosok yang mencintai negara, berwibawa, dermawan. Tidak ada yang tahu, Pak Pras yang tampak hebat justru gagal menjaga kedamaian di dalam rumah tangganya sendiri.
Ketika usia Gia lima tahun, Papa menikahi siri wanita lain, ketika itulah prilaku Papa menjadi sangat menakutkan. Perselingkuhan tersebut sudah terjadi sejak Gia lahir. Mama Gia yang hanya seorang ibu muda saat itu, merasa tidak punya pilihan selain menerima kehadiran suami yang mencintai wanita lain. Pasrah, walaupun semakin hari hatinya semakin hancur. Alasan klasik, demi mempertahankan rumah tangga, demi tetap terpenuhi nafkah keluarga.
Tidak ada hal indah tentang Papa dalam ingatan Gia. Papa jarang di rumah, lebih banyak menghabiskan waktu dengan istri mudanya. Suara papa selalu berteriak setiap pulang ke rumah. Tangan papa digunakan untuk memukul, bukan untuk memeluk rindu keluarganya. Bukan hanya Mama, jika Gia menangis Gia pun akan menjadi sasaran pukulan papa. Setiap Papa pulang, Mama selalu menangis dan wajahnya penuh luka lebam. Mama memilih untuk bertahan hingga hari ini.
Mengapa Mama tidak menggugat cerai Papa saja atau mengapa Papa tidak menceraikan Mama saja jika sudah tidak mencintainya?
Gia tidak tahu jawabannya.
Hingga sekarang, itulah pertanyaan paling berat yang menggelayuti kepala Gia dan tidak pernah bisa dikeluarkan. Gia tidak berani menanyakan hal itu pada siapa pun. Gia hanya bisa bertanya dalam pikirannya sendiri. Menelan semua sendirian. Semakin berat. Semakin nyeri.
Suara berisik dari lantai bawah sudah tidak terdengar, hanya tersisa isakan tangis yang lama-lama berubah menjadi suara meraung menahan sakit, suara mama.
Gia buru-buru turun ke lantai bawah diikuti Mbak Tini. Mama terduduk di lantai, kepalanya bersandar ke sisi sofa, wajahnya basah air mata. Gia hanya bisa menatap dari jarak sekitar 2 meter. Ingin menghampiri dan memeluk Mama, tapi kaki Gia seperti tidak mau bergerak dan melangkah ke sana.
Mbak Tini datang membawakan secangkir teh hangat dan coba menenangkan Mama Gia.
"Anak itu! Harusnya 19 tahun lalu...." teriak Mama Gia ketika melihat Gia berdiri dan menatapnya dengan mata penuh rasa sedih. Namun dalam pandangan mama, Gia sedang melihatnya dengan tatapan iba yang justru membuat hati mama semakin pilu.
Mbak Tini buru-buru menghalangi arah pandang Mama ke Gia dengan tubuhnya. Mbak Tini berhasil membuat Mama tidak melanjutkan kalimatnya. Mama memeluk Mbak Tini sambil menangis kencang seolah sedang mengeluarkan semua rasa sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Bahagia
RomanceBuku Harian Bahagia by Juwita Purnamasari Sinopsis: Nama gadis itu adalah Bahagia, tapi tidak pernah benar-benar tahu apa itu rasa bahagia. Menjadi penyanyi terkenal sejak kecil bukan cita-cita Gia, tapi keinginan orang tuanya. Hingga berusia 19 t...