Semakin menuju dewasa, semakin aku merasa bingung, apa itu sebenarnya rasa bahagia? Isi pikiran ini semakin penuh, semakin banyak ingin dan ekspektasi. Waktu kecil bahagia jauh lebih sederhana karena kita mudah saja menerima apa pun dengan senang hati, mudah melupakan sedih.
Selama ini aku bertanya-tanya, mengapa mencintai sesuatu terasa rumit dan bikin menderita? Lalu semakin panjang waktu yang kuhabiskan, aku pelan-pelan sadar, aku mencintai dengan tujuan ingin dibahagiakan. Sementara aku pun tidak tahu, harus seperti apa supaya bisa disebut bahagia?
Benarkah, tidak meninggalkan dan tidak ditinggalkan membuat bahagia? Benarkah, dicintai dan mencintai seseorang membuat bahagia? Benarkah, selalu tersenyum dan susah payah menyenangkan orang lain membuat bahagia? Aku rasa, seseorang akan butuh waktu yang lama, jalan yang panjang, proses yang berbeda, sampai bisa menemukan bahagia dalam dirinya. Semestinya bahagia yang bukan disebabkan oleh hal-hal lain yang bisa menghilang.
Aku tidak mau muluk-muluk mengatakan bahwa hidupku sudah seutuhnya bahagia, karena hidup memang diisi dengan banyak sekali rasa dan salah satunya adalah bahagia. Kita tidak bisa mengabaikan rasa yang lain dan hanya menerima kebahagiaan. Ketika belajar pelan-pelan menyadari dan menerima semua perasaan, hati akan merasa lebih nyaman.Buatku saat itulah bahagia bisa dirasakan. Dengan hati yang nyaman kita pun bisa lebih ringan mencintai apa pun dengan bahagia. Ya, dengan bahagia, bukan supaya bahagia.
Menurut saya bahagia adalah cinta dan menerima dari hati setiap orang. Mungkin makna bahagia bagiku dan kamu bisa berbeda, dan itu tidak apa-apa.
Gia duduk sambil membaca halaman terakhir dari "Buku Harian Bahagia" buku ketiganya yang baru saja terbit. Ada perasaan menggelitik dalam hatinya, rasanya seperti masih tidak percaya, Gia berhasil menuliskan buku berisi curahan hatinya selama hampir tujuh tahun. Isi hati yang selama ini dia simpan rapat-rapat, bahkan pada sahabatnya sendiri, Lisa, banyak hal yang masih belum siap Gia ungkap seutuhnya.
Banyak para pembaca yang mengira isi buku ini hanya tentang cinta dan asmara, padahal Gia menuliskannya lebih banyak sambil membayangkan keluarga. Ya, semua buku memang bisa bermakna universal apalagi jika membahas soal cinta. Setiap orang bisa memahaminya dengan cara apa pun yang membuatnya merasa nyaman dan dekat. Satu buku mungkin bisa punya makna berbeda-beda dari setiap pembaca dan itu bukan hal yang salah.
"Masih ada aja sih, orang julid di Internet soal buku lo! Kesel gue!" Lisa bersungut-sungut sambil berjalan ke arah Gia yang duduk di kursi pojok kafe. Kafe ini yang akan digunakan sebagai tempat Meet & Greet antara Gia dan para pembacanya hari ini. Panitia masih menata ruangan untuk acara temu penulis yang akan berlangsung sekitar satu setengah jam lagi, Mbak Shanti ikut sibuk mondar-mandir memastikan semuanya baik.
Gia menutup bukunya dan melihat ke arah Lisa, "Kenapa sih Lis, kesal banget kayaknya?"
Lisa duduk di sebelah Gia, "Nih, gue baca ulasan orang tentang buku lo, kok malah membahas soal kejadian tujuh tahun lalu. Gue yakin nih orang nggak benar-benar baca bukunya deh. Cuma haters lo aja, caper banget!"
"Ya, nggak apa-apa, Lis. Setiap orang bebas kok mau menganggap buku ini bagaimana dari sudut pandang mereka. Kalau ada yang nggak suka ya wajar, aku masih bersyukur masih ada yang mau membaca dan ada yang suka dengan buku ini. Kan kamu pernah bilang, bukan urusan kita mengatur seseorang harus ngomong sesuai yang kita mau," Gia merangkul Lisa dari samping, "Udah jangan marah-marah mulu nanti cepat tua, lho!" Gia bercanda.
Lisa menatap Gia sambil tersenyum, "Lo emang udah jadi sosok yang beda ya, udah jauh lebih dewasa memandang sesuatu. Kadang gue jadi malu sama lo, hahaha...."
"Aku kan banyak belajar dari kamu. Aku belajar banyak dari cerita-cerita kamu selama ini melewati masa-masa sulit dalam hidupmu. Mungkin kamu nggak tahu, tapi kamu juga bagian penting dari buku ini," Gia tersenyum sambil memamerkan buku 'Buku Harian Bahagia' ke Lisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Bahagia
RomanceBuku Harian Bahagia by Juwita Purnamasari Sinopsis: Nama gadis itu adalah Bahagia, tapi tidak pernah benar-benar tahu apa itu rasa bahagia. Menjadi penyanyi terkenal sejak kecil bukan cita-cita Gia, tapi keinginan orang tuanya. Hingga berusia 19 t...