Sepuluh

139 32 4
                                    

Tidak ada yang lebih menyenangkan, ketika kedinginan karena diguyur hujan selain membuat ramen instan, dan tentu saja memakannya selagi hangat.

Sambil menunggu Winwin mandi, Lucas bersiul nyaring di dapur, mengaduk-aduk rebusan ramen tersebut dengan sumpit, sebelum menyajikannya di atas meja. mereka hanya perlu segelas teh hangat sepertinya, hingga kemudian ia beranjak lagi mendekati rak piring.

Namun, belum tiba disana, kepalanya mendadak terasa berat. Lucas tidak yakin apakah benar-benar tubuhnya yang oleng karena kepala yang pusing, atau gempa bumi. namun, Karena sepertinya Winwin tidak merasakan apapun, berarti mungkin ada yang salah dengannya.

Rasanya sih sesaat, tapi ternyata cukup lama hingga kepalanya yang berat membuat lucas tak mampu membuka matanya lagi. namun di kala itu, ia merasakan cukup kehangatan di setiap bagian tubuhnya. seperti ketika memeluk Winwin, semuanya menjadi hangat, sekaligus sangat tenang. tanpa tahu bahwa kini Winwin tidak lagi berada di pelukannya. Winwin justru terduduk di samping lucas, di atas tempat tidur sambil menggenggam erat handuk basah.

"Lucas..." suara Winwin menyelinap masuk ke dalam pendengarannya. "jangan sakit"

Siapa yang sakit? tanya Lucas dalam pikirannya.

"Jangan mati..."

Aku tidak akan mati Winwin. aku cuma tidur. tidur?

lucas mengingat-ingat kapan terakhir kali ia terjaga. kalau tak salah di ruang makan. setelah itu ia tidak ingat. sama sekali tidak ingat persisnya bagaimana. sampai kemudian kehangatan itu datang, dan betapa ia kesulitan membuka matanya.

"bangun! Lucas, bangun!" seru Winwin kepada diri sendiri. walau tentu saja, tidak semudah itu.

Semua rasa sakit kini terasa. tulang-tulangnya terasa ngilu, napasnya pendek, dan badannya kedinginan di tengah kehangatan yang ada. perlu beberapa saat bagi Lucas untuk bisa membuka mata, dan menemukan wajah winwin yang sedang tertunduk menghadapnya.

"Jangan mati, Lucas, Jangan mati."

Kedua mata Winwin jelas terpejam hingga tidak menyadari bahwa kala itu lucas sudah sadar, dan tidak mati. Tidak sama sekali. Lucas mana boleh mati dalam keadaan seperti ini. ia pasti hanya terkena demam. "Hei..." kemudian ia berucap sambil menyentuhkan ujung ibu jarinya ke sudut mata Winwin yang basah. "aku tidak akan mati."

"Lucas!"

Winwin yang menyadari hal itu lantas berseru, cukup kencang sampai-sampai si pemilik nama yang dipanggil terkekeh. "ekspresi mukamu luar biasa sekali." ucap Lucas disela tawanya.

Merasa malu, Winwin lalu memalingkan wajah. sungguh, ia tidak pernah menyangka jika hal seperti ini akan terjadi.

Melihat Lucas terbaring di lantai begitu saja setelah keluar dari kamar mandi, rasanya seperti melihat mimpi buruk. rupanya lucas terkena demam tinggi, hingga kemudian Winwin membawanya ke kamar dan menyelimutinya dengan erat. Winwin juga mengambil mangkuk kecil yang diisi dengan air dingin untuk mengompres lucas agar demamnya cepat turun.

Walau sesaat, mimpi buruk itu datang lagi, membawanya pada kilas masa lalu yang menakutkan. Winwin bahkan tidak bisa menahan diri untuk menangis dan memohon agar lucas tidak mati.

"apa kamu ingat sesuatu?" tanya Lucas lagi.

Winwin yang kurang mengerti dengan pertanyaan itu hanya menoleh pada lucas sambil mengerutkan dahi. "sesuatu apa?"

"Sesuatu yang mungkin membuat kamu takut, seperti siang tadi." mengenai hujan dengan petir itu, maksud Lucas. dan kini ketakutan lain Winwin muncul. mungkin ketakutan akan kehilangan seseorang atau entahlah apa. "soalnya kamu bisa buat kompresan." sambung lucas sambil melirik pada handuk basah yang winwin genggam dengan sangat kuat.

"oh.. ini..." Tidak ada yang bisa Winwin katakan. seharusnya, ia memang tidak mengingat apapun, termasuk kompresan tersebut. Namun, dirinya kepalang panik dan merasa tidak tahu harus melakukan apa pun selain mengompres Lucas. "aku cuma, itu..."

"Sedikit-sedikit, kamu pasti ingat lagi."

Berbeda dengan yang dikhawatirkan winwin, justru Lucas menganggap ingatannya perlahan kembali karena mengalami kejadian yang menakutkan.

Kemudian Lucas beranjak duduk sambil menghembuskan napas, lalu mengangkat pandangannya lagi ke arah Winwin, "jangan terlalu dipaksakan. ingatan Itu memang berharga, tapi kalau membuat kamu terluka, untuk apa kan?" setelahnya Lucas tersenyum, lalu menyeret diri turun dari tempat tidur.

"Mau kemana?" Tahan Winwin sambil menarik kembali lengan Lucas untuk tetap duduk. "Lucas sedang sakit."

"eh, aku tidak sakit. ini hanya demam, dan tadi aku hanya pingsan. tinggal minum Paracetamol dan tidur. besok pasti sehat lagi."

"Tidak boleh bergerak. Tukas Winwin cepat. "Lucas tidur saja, aku yang ambilkan obatnya." dengan sigap kemudian ia berlari kearah dapur, mencari-cari kotak obat yang sebelumnya pernah dikeluarkan Lucas untuk mengobati luka di lengannya.

Tidak lama, Winwin kembali dan menyodorkan obat tersebut pada Lucas.

"Terima kasih," Hanya itu yang dapat Lucas ucapkan sebelum meminum obatnya. "oh ya, kamu sudah makan?"

Winwin menggeleng.

"Makan, terus tidur. sebentar, aku pindah dulu." Lucas ingat dirinya sekarang ada di kamar. bagaimana Winwin mau tidur kalau ia masih ada disana, bisa gawat. apalagi kalau terus ingat kejadian siang tadi.

"Jangan." Namun, sekali lagi Winwin menahannya. "Lucas tidur disini saja."

"Nanti kamu tidur dimana?"

"di sofa," Jawab Winwin penuh keyakinan. "Lucas sedang sakit, jadi tidur disini saja."

"Ya, jangan! nanti kamu masuk angin. tadi kamu juga kehujanan."

"ya,,," apa yang dikatakan oleh Lucas benar juga. Walau Winwin tidak mempermasalahkan jika dirinya yang harus sakit. Namun, mengingat nanti Lucas akan repot juga, ia jadi tidak memprotes. Justru yang Winwin lakukan selanjutnya adalah mengambil bantal. "Kalau begitu, tidur sama-sama disini."

"Heh?" Seru Lucas, terkejut tentu saja. bisa-bisa kejadian tempo hari terjadi.

"Tidak apa-apa. kita kan cuma tidur."

Jika memikirkan itu, benar juga. Tapi Lucas tidak menjamin apakah otaknya sudah waras atau belum. berada di dekat Winwin itu godaannya luar biasa. Winwin itu cantik, badannya bagus, aromanya wangi, kulitnya lembut walau ia laki-laki. tapi setiap memikirkan itu, satu bagian dari tubuhnya berkedut. hanya saja, mau bagaimana lagi. Pilihan paling tepat saat ini adalah sama-sama tidur di kamar karena keduanya rentan masuk angin.

"Kalau begitu, aku tidur di bagian sebelah sini," ucap Lucas sambil menaruh guling serta bantalnya di bagian tengah. "Kamu disana. Nanti, kalau aku dekat-dekat seperti waktu itu,,," Tiba-tiba saja, mengatakan itu membuat Lucas malu. ia merasa seperti pelaku tindak asusila yang kurang ajar. "Tolong tendang aku sampai jatuh, ya."

Mendengar kalimat permintaan seperti itu, Winwin tak mampu menyembunyikan tawanya. "iya."

Padahal menurut Winwin tidak masalah. kejadian tempo hari yang Lucas maksud pun terjadi karena dirinya yang membuka pintu dan sedikit berbisik agar pemuda itu pindah ke tempat yang lebih hangat.

"ini juga biar kamu tidak ketularan, ya," Tambah Lucas lalu menarik selimutnya. Untunglah ia punya dua selimut hingga tidak perlu ada acara berebut selimut.

"Selamat malam," Ucapnya sebelum berbalik menghadap ke dinding dan berusaha tidak memikirkan Winwin. Tidak, pasti tetap kepikiran. membayangkan Winwin terlelap dengan jarak bantal saja membuat wajahnya semakin memanas tidak karuan.

"selamat tidur, Lucas."

Fake Princess (End) ~ Luwin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang