part 15

3 2 0
                                    

Bercerita tentang kisah Varlega dibeberapa waktu silam, tetapi bertempat yang sama yaitu ruang UKS. Ruangan itu menjadi saksi bisu atas tragedi bully kepada Varlega dari seorang kakak kelas bernama Nana.

Semuanya bermula ketika Varlega sedang berada ditengah lapangan basket, sinar matahari menyorot dan membuat kulitnya menjadi sedikit memerah.

Varlega berlari menerobos kawanan kakak kelas dengan cara berlari tanpa mengucapkan permisi sama sekali, dia terlalu buru-buru dan melupakannya.

Seorang gadis dengan papan nama Nana Vanita berdiri di barisan paling depan, dia sempat tersungkur kala Varlega menerobos kawanannya.

Setelah berjarak satu meter, Varlega menoleh ke belakang punggungnya dan menatap wajah sang senior yang sudah kalap dalam emosi.

Varlega hanya menatapnya, dia tidak meminta maaf dan langsung pergi menuju UKS dengan begitu buru-buru.

"Na, kamu nggak papa?"

"Ya ampun, Nana."

"Tuh anak kurang ajar banget sih?!"

Dari riuhnya teman-teman Nana, sudah dapat memastikan bahwa Nana sangat berpengaruh di kawanan siswi sekolah itu. Yah, Nana Vanita merupakan seorang gadis pemimpin segerombolan siswi yang diserobot oleh Varlega.

"Ngajak ribut!" gumam Nana sambil berusaha berdiri dengan bantuan teman-temannya.

Yah, di antara para gadis-gadis di sana, hanya Nana yang mendapat perlakuan spesial padahal Varlega lebih cantik darinya.

"Siapa sih itu anak? Berani banget!" sela teman Nana yang memiliki rambut pendek.

"Mau aku bantu hajar, Na?" seru temannya yang lain.

Nana menggelengkan kepalanya, dia merentangkan telapak tangan agar semua siswi diam kemudian berkata, "Biar aku yang hajar anak itu!"

Ternyata dengan begitu berani, Nana berjalan seorang diri menuju UKS. Dia membuat semua orang di sekitar ruangan UKS menjadi pergi kala melihat wajah galaknya.

Varlega yang saat itu sedang mencari obat-obatan cukup terkejut bukan main ketika menatap wajah penuh ambisi dari Nana menatap kearahnya dengan tatapan tajam.

"Eh, kak Nana," sapa Varlega dengan senyuman ramah.

Tanpa banyak bicara, Nana segera memcengkeram dagu Varlega dengan sekuat tenaga kemudian sedikit mengangkat tubuh Varlega yang memiliki badan jauh lebih rendah darinya.

"Jangan sok ramah, tadi lo yang udah nabrak kawanan saya, kan?!" tuduh Nana sambil semakin menaikkan tatapan Varlega dengan cara mencengkeram dagunya kuat-kuat.

Disela-sela rasa sakit yang dirasakan, Varlega berusaha keras untuk mengiyakan dengan cara menganggukan kepala.

Amarah dari balik mata Nana tampak semakin membara, dia melepas cengkeraman tersebut dan membanting tubuh Varlega dengan begitu keras.

Brugh!

Tubuh Varlega terpental dan bokongnya terasa sangat sakit, dorongan dari tangan Nana terasa lebih kencang seakan memiliki tenaga dua kali lipat lebih kencang dari tenaga Yusi.

"Aah ... Sakit," rintih Varlega sambil langsung mengusap-usap bokongnya.

Varlega berharap semoga dengan usapan bokong maka rasa sakit akibat bantingan itu bisa sedikit memudar. Namun, semua itu sia-sia karena bokongnya masih sangat sakit.

"Mampus kau! Berani-beraninya nyerobot kawanan aku!"

Sentakan dari Nana seperti sedang menantang kematiannya sendiri. Pada saat itu, Varlega asik menatap Nana dengan tatapan tajam.

"Kau berani tatap aku kayak gitu?" Nana mengacak pinggang, terlihat sangat tengil di hadapan Varlega. "Kurang ajar kali."

Varlega sedikit pun tidak mengedipkan mata maupun menghentikan tatapan tajam tersebut kepada Nana.

Nana memajukan dada bak jagoan sekolah kemudian membuat pelajaran berharga untuk Varlega yaitu menamparnya dengan begitu keras.

Plaks!

Suara tamparan itu terdengar cukup jelas dan bisa ditebak bahwa Varlega langsung merasa emosi luar biasa yang sulit dikendalikan.

"Mampus! Tengil banget sih jadi adek kelas?" gumam Nana dengan penuh rasa percaya diri.

"Hanya tamparan kecil?" gumam Varlega.

Wajah Varlega terseri-seri, dia sedang meledek tamparan yang diberikan Nana karena baginya, tamparan seperti itu merupakan kegiatan sehari-hari dari Yusi.

Nana menelan air liur sendiri, dia tidak pernah menampar anak orang sekeras ini dan dia baru melihat ada seorang anak yang terlihat imut, tetapi tidak menampilkan ekspresi takut sedikit pun di wajahnya ketika sedang menerima tamparan.

'Kenapa dia tidak ketakutan?'

Mungkin kalimat itu bisa mewakili ekspresi bingung dari wajah Nana.

Mata mereka berdua akhirnya beradu seakan siap untuk melakukan perang ketiga di ruangan UKS ini.

Mata Varlega melotot tajam, tidak ada rasa takut sedikit pun di wajah imutnya. Suasana mendadak berubah, seperti sangat seram bagi Nana.

"Mau Ega ajarin cara menyiksa seseorang?" Varlega bangkit dari posisi duduknya, dia mulai menatap Nana dengan tatapan licik serta mengukir senyum menyeramkan yaitu senyum devil.

"Maju kalau berani!" tantang Nana.

Walaupun merasa sedikit takut, Nana berusaha bersikap berani dan bahkan masih menampilkan sikap tengilnya yaitu mengepal kedua tangan.

Varlega melepas baju bagian bawah dari balik rok kemudian merogoh sesuatu. Apakah itu? Sebuah pisau.

Nana tercengang kaget saat melihat Varlega membuang tutup pisau itu sehingga memperlihatkan sebuah ketajaman yang siap dihantam menuju badan seseorang.

"Ma-mau ngapain kamu?!" tanya Nana sambil menjauh dari Varlega.

Setiap orang yang ada di posisi Nana mungkin akan langsung berlari menuju pintu, yah, Nana juga ingin melakukan hal demikian.

Nana merasa ingin kabur dari seorang anak yang memiliki hawa negatif seperti Varlega, tetapi dia sudah kehilangan kesempatan untuk kabur karena Varlega berhasil memojokkan tubuh Nana menuju dinding.

Nana merasa merinding bila sudah berhadapan langsung dengan Varlega apalagi geng andalannya tidak ada di ruangan itu.

Varlega yang memiliki jarak empat langsung dari Nana langsung menaruh pisau berujung tajam diarahkan menuju perut Nana.

"Carikan obat panas atau membusuk disini?" Varlega tersenyum licik bagaikan seorang penjahat yang berhasil menjarah seisi toko.

Seorang gadis yang kini berhadapan dengan Varlega merasa kakinya telah lemas karena terlalu ngeri ditodong pisau seperti itu.

Tentunya Nana tidak mempunyai pilihan selain menganggukan kepala pertanda setuju dengan perintah dari Varlega.

Varlega tersenyum menyeringai, tampak sangat lucu untuk orang lain. Namun, tampak mematikan untuk Nana.

"Kak Nana punya waktu lima menit," ucap Varlega.

Nana yang sedang mengorek-ngorek sebuah laci kayu kecil langsung menoleh ke arah Varlega dengan perasaan kesal.

"Jika terlambat sedikit, urat nadi kakak pasti akan putus," lanjut Varlega.

Nana merinding, dia tidak menyangka akan berhadapan langsung dengan monster seimut Varlega.

Ingin sekali Nana kabur dari UKS, dia tidak sanggup mencari obat panas untuk Varlega dalam waktu singkat apalagi obat panas itu berada di salah satu lemari kayu yang tidak Nana ketahui.

Varlega, A Little PsycopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang