9.🎎👩🏼‍🤝‍👩🏻

6 3 0
                                    

Sinar matahari menyusup masuk melalui jendela kamar Varlega, kamar kotor yang terkadang membuatnya merasa kurang nyaman dan cukup meninggalkan trauma dihatinya.

Varlega terbangun dari posisi terlentang tepat pukul 05.00 pagi, dengan usia yang sudah bertambah dua tahun karena hari ini merupakan hari ulang tahun Varlega Merlin.

Dua jendela langsung dibuka sekaligus meskipun tahu bahwa Yusi selalu melarangnya membuka jendela kamar. Namun, sepertinya Varlega sudah tidak memperdulikan amarah sang ibu kembali.

Dari balik jendela, Varlega menghirup udara segar kemudian menguap dengan begitu lebar tanpa berniat menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Tukkk!

Sebuah krikil kecil berbentuk bulat terlempar dengan cukup kencang menuju dahi mulus Varlega, dia mengusap dahi kemudian melirik seorang gadis yang sudah mengemut sebuah permen.

"Hey, kebo! Mau tidur berapa lama lagi?" tanya gadis dengan ekspresi nakal di wajah manisnya.

Gadis itu berkacak pinggang dengan tangan kiri penuh krikil kecil yang bisa dilempar kapan pun menuju dahi Varlega.

Varlega menatap wajah gadis menyebalkan yang sudah berani memarahinya sepagi ini, dia mengusap mata dengan kepalan tangan kanan, tampak menggemaskan.

"Aish!" Gadis itu mengumpat sebal.

Dia melempar krikil ke arah jendela kamar Varlega kembali, tetapi Varlega berhasil mengelak dan membuat gadis itu semakin bersemangat melemparkan krikil untuk ke-3 kali.

"Hentikan Ara!" pinta Varlega sambil berkacak pinggang.

Clara Syerlina adalah teman Varlega satu-satunya, teman yang selalu ada ketika dia sedang ingin menangis sepuas hati.

Pendengar terbaik atas segala keluh kesah Varlega yang berhasil tidak menampilkan emosi menyeramkan di depan Clara.

Wajah Varlega langsung berubah menjadi ekspresi sebal yaitu pipi putih pucat yang merah merona serta bibir bawahnya tampak sedikit dimajukan, hal itu malah membuat Clara semakin merasa gemas.

"Utututu ... Anak mamy Yusi marah," goda Clara.

Tunggu, sejak kapan Varlega menjadi anak kesayangan dari Yusi? Bukankah Varlega sangat membenci ibunya tersebut? Mungkin karena Varlega tidak pernah mengumbar aib dari Yusi di depan umum maupun di depan sahabatnya sendiri.

Varlega terdiam, sangat malas rasanya bila harus membahas ibu tiri penyiksa tersebut di pagi yang cerah ceria seperti ini.

Rambut panjang serta gelombang Varlega gulungkan di depan temannya sehingga membuat Clara berpikiran negatif dan keenakan dalam menikmati keindahan tubuh Varlega.

"Wik wiw." Clara memberi siulan lewat sebuah kalimat.

Varlega menatap wajah Clara dengan tatapan sebal karena sudah berani menggoda anak perempuan sepertinya. Namun, yang dilakukan Varlega ketika itu hanyalah menggeleng kepala serta berdecak sebal.

"Ck, ck, pikiran kamu kotor!" balas Varlega sambil menampilkan senyum kecil.

Sebenarnya senyuman tersebut diartikan sebagai senyuman kebahagiaan oleh sang teman sehingga teman Varlega pun ikut tersenyum.

"Ah, sudah biasa itu sih," tukas Clara sambil langsung tertawa puas dan membuat Varlega semakin merasa malu-malu kucing.

Pipi Varlega kembali memerah, dia merasa ingin menyembunyikan senyuman tersebut pada Clara karena dia tidak pernah memperlihatkan senyuman itu kepada siapapun.

"Ega mau mandi dulu." Varlega mencoba berhenti untuk mengobrol kemudian menutup jendela kamarnya.

Sebelum berhasil menutup jendela kamar, teman Varlega segera berkata, "Aku mau liat kamu mandi!"

"Nggak!" Teriakan Varlega terdengar cukup jelas di telinga Clara.

Clara tertawa geli saat mendengar nada lucu Varlega tersebut apalagi ketika Varlega dengan sengaja menggebrakan jendela sekuat tenaga di depan wajahnya.

Clara membalikan badan kemudian melangkah pergi menuju rumahnya yang tidak jauh dari rumah Varlega yaitu hanya berjarak dua meter.

🔪🔪🔪

Apakah kalian masih teringat pada lagu kesukaan Varlega?

Lagu tersebut kembali Varlega dendangkan di dalam kamar mandi sehingga membuat mandi Varlega sedikit lebih lama dibandingkan waktu mandi biasanya.

"Ibliiis, tolong akuu, toolong akuuu."

Setiap anak yang mendengarkan lagu tersebut mungkin akan ketakutan apalagi ketika Varlega menyanyikannya dengan nada lirih.

Varlega menutup mata seakan sedang menghayati lirik lagu tersebut, tidak ada satu pun orang yang mau menyanyikan lagu itu selain Varlega dan membuatnya tampak sedikit aneh daripada orang lain.

Gubruk!

Gubruk!

Jendela kamar mandi dengan ketinggian di atas kepala Varlega mendadak bergerak dengan begitu cepat seperti akan terdobrak seseorang.

Varlega menoleh, menatap jendela kayu di kamar mandi itu dengan perasaan heran. Dia akan menyentuh jendela dengan wajah datar tanpa merasa takut maupun ragu.

Saat jendela kayu dibuka, angin mendadak berhembus kencang dan juga berhasil membuat Varlega merasa sangat kedinginan.

"Aish!" gerutu Varlega ketika jendela tersebut tidak kunjung disentuhnya. "Apa ada iblis di sini? Kenapa susah banget ditutupnya?"

Nyatanya, tubuh mungil Varlega memang tidak sampai bisa menyentuh jendela tersebut. Varlega berdecak kesal dan langsung menghentikan acara mandi cantiknya kemudian segera membalut tubuhnya dengan handuk lembut.

Varlega sudah selesai memakai seragam yang sangat rapi serta pita lucu di atas rambut, semua itu membuat Varlega bertambah anggun apalagi ketika sedang bercermin didalam kamar.

"Aaah, aku cantik sekali." Varlega memuji dirinya sendiri.

Tangan kanan Varlega segera meraih tas ransel kemudian menaruhnya pada kedua pundak, dia memegangi dua tali tas ransel yang sedang dipegang.

Ekspresi takut mulai Varlega munculkan ketika hampir melangkah menuju ruang tengah, tempat beristirahat Yusi di atas sofa empuk.

"Huffff ...." Varlega menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan.

Varlega sangat sungkan untuk berucap sepatah katapun pada seorang ibu yang siap memarahi serta menyiksanya kapan pun.

Kakinya maju menghampiri Yusi.

Tanpa membuka matanya, Yusi langsung memberikan sebuah pertanyaan yang membuat Varlega tertegun kaget.

"Mau duit?" tanya Yusi yang masih melentangkan tubuhnya di atas sebuah sofa panjang.

Kepala Varlega yang sedang menunduk langsung terangkat, dia menoleh ke arah Yusi dengan tatapan tidak percaya kemudian mengangguk pelan.

Yusi membuka mata dan Varlega langsung menundukan kepalanya, tangan kanan Yusi meraih uang berjumlah lima puluh ribu rupiah dan ditaruh menuju telapak tangan Varlega.

"Terima kasih," ucap Varlega dengan nada lemah lembut.

Yusi menganggukan kepalanya dan tampak tidak perduli lagi untuk apa uang sebesar itu oleh seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun?

Tanpa banyak basa-basi, Varlega langsung melangkah mendekati pintu depan rumah. Saat Varlega memegang gagang pintu, ucapan Yusi segera menghentikan langkahnya.

"Heh, tunggu dulu!" pinta Yusi.

Varlega berhenti menggerakan raganya, tubuh Varlega bahkan terlihat memaku karena merasa cukup takut pada nada bicara Yusi.

"Nanti malem, jangan lupa sama om Komin."

Varlega memicingkan mata ke arah seorang ibu-ibu di atas sofa panjang dengan segenap perasaan emosi, bukan kepada Yusi melainkan emosi ketika mendengar nama 'Komin'

Pintu rumah langsung digebrak dengan sangat keras hingga terdengar bunyi 'BRUGH!'

Varlega, A Little PsycopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang