2. Channel Kesukaannya

15 2 0
                                    

Varlega terduduk lemas diatas kursi sambil meneteskan air mata kepadihan, dia menyalakan layar televisi dan menonton acara kesukaannya yaitu berita tentang kriminal-kriminal di masyarakat sekitar.

Air mata Varlega mengucur tanpa henti, dia meratapi takdir tuhan yang tidak pernah berpihak kepadanya. Seorang laki-laki di layar televisi mengingatkannya pada sosok ayah.

"Ayaah....."

Sosok yang menjadi satu-satunya penolong malah meninggalkannya di dunia dan membuat Varlega tidak memiliki nafsu untuk terus hidup.

Tunggu! Kenapa dia sampai berpikir ingin mati? Dia masih sangat menyayangi anggota tubuhnya, dia tidak akan membiarkan tubuhnya terluka sedikitpun.

"Pemirsa, seorang pembunuh yang menjadi DPO berhasil meneror mantan kekasihnya hingga sang mantan kekasih hampir frustasi."

Berita di televisi cukup menarik perhatian Varlega, wajahnya yang terlihat sangat bersedih mendadak menjadi sangat bersemangat.

Varlega melotot kagum kala melihat seorang gadis tengah merasa sangat ketakutan saat sedang menceritakan deretan teror sang mantan kekasih.

"Dia, dia sering memukulkan kepala saya ke tembok," terang gadis yang berada di televisi tersebut.

Varlega menepuk tangan kuat-kuat saat melihat ekspresi ketakutan dari si gadis. Tidak sampai disitu, ternyata kelanjutan ucapan si gadis membuat Varlega sangat terkejut.

"Dia meneror membunuh saya, saya sangat takut." Gadis itu menangis dan mengusap air mata di pipinya dengan menggunakan tissu yang tersedia.

Perlakuan aneh mendadak Varlega munculkan yaitu tertawa sendiri dengan begitu puas dan kencang seakan melupakan kesedihan yang telah dirasakan akibat ulah ibunya.

"HAHAHA, ingusnya keluar," tawa Varlega keluar dengan begitu menggelegar.

Varlega meneteskan air mata akibat terlalu lepas dalam tertawa, dia menyusuti air mata tersebut kemudian memunculkan suara tawa yang terlihat sangat menyeramkan.

Suara tersebut terdengar seperti suara tawa penuh kepuasan, Varlega tidak peduli seberapa banyak orang yang akan mendengar tawaannya. Dia hanya ingin menonton acara kriminal tersebut dengan puas kala ibunya sedang dinner bersama pria kurang ajar itu.

"Eg–Ega pengen momy ketakutan," gumam Varlega dengan begitu lirih sambil langsung bangkit dari tempat duduknya.

Varlega mulai menoleh ke arah jendela rumahnya, dia menatap kehadiran sang ibu di depan pekarangan rumah mereka.

Yusi muncul dari balik mobil berwarna hitam, bukan dengan selingkuhan yang tega mencabuli Varlega melainkan dengan laki-laki yang berbeda.

Varlega menyipitkan mata dan mencoba menatap sosok laki-laki ditengah kegelapan bersama Yusi, tapi dia tidak dapat melihatnya dengan begitu jelas dan hanya melihat bayangan laki-laki bertubuh tinggi serta besar.

Pintu rumah langsung dibuka dengan kasar oleh Yusi, Ega yang tengah menundukan kepala langsung meraih jacket dari lemparan tangan Yusi.

Varlega menarik nafas dalam-dalam kemudian berjalan menuju lemari baju dan menaruh jacket tersebut hingga tertata rapi dengan jacket-jacket lainnya.

"Heh, ngapain kamu liatin acara kriminal lagi?" tanya Yusi sambil memindahkan channel di televisi.

"Jangan dipindahkan, Mom," pinta Varlega dengan nada kecil sambil menundukkan kepala.

Yusi sama sekali tidak mendengarkan, dia langsung memindahkan channel di televisi kemudian menuju sebuah acara gosip ibu-ibu.

Mata Varlega mendelik ke arah televisi, tangannya mengepal kesal, dia sangat membenci channel kesukaannya dipindahkan oleh sang Mommy.

Emosinya memuncak ketika melihat sang Momy sedang menonton channel yang paling tidak dia sukai yaitu acara gosip karena acara tersebut menghadirkan ibu-ibu yang sedang menyombongkan kekayaan dan akan tertawa penuh kesenangan.

"Hey, sini kamu!" perintah Yusi.

"Ega benci acara gosip." Varlega langsung menundukkan kepala.

Varlega terpaksa mendekati ibunya dan berjalan dengan cara sedikit mengangkang karena masih merasa kesakitan akibat ulah bejat dari selingkuhan ibunya.

Yusi menyunggingkan sebuah senyuman, dia menatap Varlega dengan begitu tega, ada rasa kepuasan saat melihat ekspresi kesal dari Varlega dan tampak tidak merasa empati sama sekali.

"Duduk di bawah!" perintah Yusi membuat Varlega menghentikan posisi ingin terduduk di atas sofa.

Varlega mendengus kesal, dia pun langsung terduduk di atas keramik dingin sementara ibunya sendiri tengah enak-enakan duduk di atas sofa empuk.

Varlega melipat ke belakang dua kakinya, dia langsung meringis kesakitan di bagian sensitif sambil sedikit menangis di samping kaki ibunya.

"Pijitin kaki momy." Yusi meletakan kakinya menuju meja dan menyender dengan begitu perlahan, tampak sangat menikmati apalagi ketika Varlega mulai memijiti kaki kanannya.

Yusi memejamkan matanya karena merasakan nikmat dunia yang sesungguhnya. Tidak beberapa lama kemudian, Yusi mengeluarkan beberapa lembar uang di hadapan Varlega dan membuat Varlega tercengang.

'Banyak banget uangnya,' batin Varlega.

"Apa? Mau?" goda Yusi sambil menatap Varlega dengan tatapan nakal.

Varlega yang masih sangat polos langsung mengangguk-angguk kecil tanpa tau hal apakah yang nanti akan menimpanya, Varlega hanya tau bahwa dia akan mendapat banyak uang hanya karena mengikuti perintah dari sang ibu.

"Kalo ada om-om, kamu ikut ajah mereka ke kamar," ungkap Yusi seperti sama sekali tidak merasa simpati kepada anak tirinya.

Varlega membulatkan mulut, dia berpikir bahwa pekerjaan yang akan di jalaninya hanya bermalam saja dengan om-om tanpa tahu bahwa masa depannya akan sangat suram bila terus mengikuti kemauan Yusi.

Sekali lagi, Varlega menganggukan kepala dengan sangat polos pertanda sudah paham dan menyetujui perintah dari ibunya.

"Huufff...."

Tarikan nafas dari Yusi seperti sedang mengibaratkan kelelahannya pada hari itu, Varlega menoleh kepada sang ibu sambil membatin, 'Apakah momy selelah ini?'

Yusi yang merasakan pijatan lembut di kakinya sedikit melemah langsung menatap Ega dengan begitu tajam bak tengah mengancam Varlega lewat tatapan tersebut.

Varlega sungguh ketakutan bila ditatap dengan tatapan tajam seperti itu, dia menundukkan kepalanya kembali kemudian memfokuskan diri untuk memijat kaki sang ibu lebih keras dari pada tadi.

"Momy ingin cepat kaya," terang Yusi sambil menonton acara televisi kembali, "Tolong bantu momy, Ega."

Varlega tetap fokus memijit kaki Yusi, dia hanya mendengarkan tanpa berani menatap. Bagi Varlega, wajah Yusi yang tengah kelelahan terlihat sangat menyeramkan dibandingkan dengan wajah biasanya.

🔪🔪🔪

Jangan lupa mampir ke wattpad teman collaborasi aku yaitu Fitri, Guys. ^^

Ini akun wattpad kak Fitri. ;")



Varlega, A Little PsycopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang