tigabelas

10.6K 1.2K 118
                                    

paragraf bawah gue ubah dikit alurnya karena ngerasa aneh anjrit😩

[-]

"Heh?!! Kenapa?!" Irene yang sedang mengobrol di teras dengan Yoona langsung berdiri panik saat melihat Nana yang jalannya di papah.

"Jatoh." Jawabnya singkat, padat, dan jelas.

Yoona menghela napas, ikut menghampiri anaknya, "Ga bisa diem sih kamu, mana coba liat?!"

"Suruh masuk dulu kek, dingin ini." Jawabnya tak kalah ketus.

"Salah siapa?!"

"Eh udah malah ribut, kalian masuk sana langsung mandi, nanti minta urut sama nenek." Irene menengahi.

Setelahnya mereka masuk, dengan Nana yang masih dipapah oleh Jeno. Tak jauh berbeda dengan respon orang di luar, nenek juga terlihat tak kalah panik.

Menjelaskannya secara singkat, akhirnya mereka beranjak untuk mandi, bergantian tentunya.

[-]

"A-ah sakit nek!" Tak hentinya Nana meringis dan memekik kesakitan, air mata bahkan sudah menggenang di pelupuk matanya dengan wajah yang memerah menahan ngilu.

"Idihhhh nangis." Goda Irene tertawa, ia baru kembali dari dapur setelah mengambil sepiring nasi dan lauk untuk menyuapi Nana. "Buka mulutnya aaa."

"Mau-mauan kamu Ren."

"Mau lah Nana kan anak aku." Balasnya membuat Nana terkekeh. Ini yang paling disukai darinya saat di rumah Nenek, karena ia selalu dimanjakan disini.

"Siapa mau sate?" Suara Suho, Suami Irene sejak dua tahun yang lalu memecah keheningan di ruang tengah.

"Nana mau sate?" Tanya Irene.

"Nana mah tusuk satenya doang juga mau." Sahut Yoona yang mulai membuka bungkus sate. "Jeno ayo sini makan." Panggil Yoona memecah lamunan Jeno.

"Iya Ma."

Selanjutnya ruangan mulai sepi kembali, Siwon dan Suho beranjak keluar untuk merokok, Yoona asik menonton televisi, Irene menyuapi Nana, nenek mengurut kaki Nana dan Jeno yang diam-diam memerhatikan, ia rindu keluarganya.

[-]

Setengah jam berlalu, piring mereka sudah kosong, nenek pun telah menyelesaikan kegiatannya. Nana pindah tempat untuk duduk di sebelah Jeno. Ia tak terlihat canggung karena ucapannya di bawah pohon tadi.

"Kalian besok libur berapa hari?" Tanya Siwon yang sudah kembali dari luar.

"Dua, senin sama selasa."

"Selasa rabu Na." Koreksi Jeno.

"Loh besok kita masuk?!"

"Oalah yaudah libur aja tanggung, libur tiga hari juga ga bikin kalian tinggal kelas."

"Hehe oke." Nana tersenyum senang.

[-]

Jam sudah menunjuk angka 11, mata Nana sudah mulai berat namun keluarganya masih asik berbincang.

Nana menjatuhkan kepalanya pada bahu Jeno, diam-diam melirik dengan siapa Jeno asik bertukar pesan sedari tadi.

"Itu Minhee adek lo?"

Jeno melirik sekilas, "Iya." Jawabnya kemudian.

"Kok belom tidur?"

"Biasa tidur subuh dia mah." Jawabnya terkekeh.

"Kalau lo? Biasa tidur jam berapa?"

"Sama aja, gue suka ngobrol tengah malem trus bablas sampe subuh, makanya kadang telat bangun."

"Oalah dia toh impostornya." Gumam Nana pada bahu Jeno.

"Pala lo pala lele. Dah yu ah ke kamar."

[-]

"Jen." Nana memanggil setelah mendudukkan dirinya di pinggir kasur. "Coba liat deh, ada memar ga?" Tanya Nana setelah memutar tubuhnya.

"Dimana?"

"Ini, pinggang."

Jeno mengerjap, tanpa alasan yang pasti rasa gugup menghampirinya. Setelah menghela napas pelan, ia mulai menyingkap baju tidur Nana, terlihat ada lebam keunguan di pinggangnya.

"Ini ya?" Jeno sedikit menekan lebam itu, berhasil membuat Nana meringis.

"Tadi kena batu kayanya, baru kerasa barusan pas jalan."

"Yaudah gue minta obat sama nenek dulu."

Nana membuang napasnya perlahan, tangan dingin Jeno yang menyentuh pinggangnya sedikit membuat napasnya tercekat.

Jeno kembali mengangkat baju tidur Nana setelah kembali dari ruang tengah, dan mengoleskan obat pada tempat yang terdapat lebam.

"Shh oles aja ih sakit tau."

Dengan sengaja Jeno menekan lebam Nana.

"Jeno!" Pekiknya memutar tubuh, tangannya reflek memukul Jeno yang tertawa.

Nana merebahkan dirinya perlahan, ia tidur menyamping menghadap Jeno yang duduk menyandar masih sibuk dengan ponselnya.

"Minhee masih ngechat?" Tanya Nana kemudian, suaranya sedikit teredam guling.

"Hm?" Jeno reflek mendekatkan wajahnya karena tak mendengar.

"Ck ga usah deket-deket kan bisa." Tangannya mendorong wajah Jeno agar menjauh.

"Aneh lo, tadi aja minta lanjut." Jawabnya setelah kembali menegakkan tubuh.

Tawa Nana teredam karena wajahnya yang ditutup guling.

"Jeno ayo ciuman." Ungkapan tiba-tiba Nana membuat Jeno membelalakkan matanya kaget.

"Bercanda!" Lanjutnya yang kemudian mendorong tubuh Jeno menjauh menggunakan kakinya. Setelah itu Nana memutar tubuh memunggungi Jeno, dengan guling yang menutup setengah wajahnya dan selimut sebatas leher.

Jeno menggeleng heran, ia menjatuhkan tubuhnya di atas punggung Nana membuat empunya memekik kaget karena nyeri pada pinggangnya, ingin melayangkan protes sebelum pintu kamarnya diketuk dari luar, "Nana jangan berisik heh, sebelah kamar kamu kebun loh itu, awas nanti penghuninya keganggu." Tegur Yoona.

"Mama apaansih?!"

"Lah bener udah tengah malem ini, tidur Na."

"Iya-iya." Balasnya, terdengar langkah kaki yang menjauh dari kamarnya.

Jeno tertawa, ia berguling ke samping menjauhkan tubuhnya.

Nana terduduk, dengan kesal meraih guling dan memukul Jeno yang tidak melawan, hanya menutup wajahnya dengan sebelah lengan agar tidak terkena pukulan guling yang lumayan keras.

"Nyebelin lo!" Kesalnya kembali mendorong tubuh Jeno menjauh sampai ujung kasur, merebahkan kembali dirinya memunggungi Jeno.

Kamar yang mulai hening terinterupsi oleh dering ponsel Jeno, ia langsung menjawab panggilan tersebut setelah melihat orang yang menelponnya.

"Halo?" Suara pintu kamar yang terbuka berhasil membuat Nana kembali membuka matanya. Ia melirik ke belakang memandangi pintu kamar yang sudah ditutup, dengan alis menukik kesal.

[-]

Yh sorry gue lg seneng bikin Nana sm Jeno dempet"an sblm pisah nanti😀

Step Brother's [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang