tiga

16.3K 2K 229
                                    

[-]

Setelah menghabiskan se-mangkuk mie, keduanya berniat kembali ke kamar masing-masing, tanpa mencuci piring tentunya.

Nana pikir biar Mamanya saja yang mencuci besok, sedikit balas dendam.

"Thanks Jen." Ujar Nana yang ingin masuk ke kamarnya di depan kamar Jeno, namun Jeno malah menahan tangannya.

"Tunggu bentar." Jeno masuk ke kamarnya, mengernyit bingung Nana mengikuti langkah Jeno.

Berdecak kagum Nana mengedarkan pandangannya melihat kamar Jeno yang sudah berubah 180 derajat. Yang awalnya ruangan kecil biasa di sulap menjadi kamar yang terlihat nyaman.

"Kapan-kapan gue tidur sini dah." Gumam Nana.

"Nih." Jeno melempar sesuatu pada Nana yang dengan reflek ditangkapnya, matanya membulat terkejut dan tersenyum senang setelahnya.

"Buat gue?!" Jeno memberikan 2 bungkus makanan yang tadi diminta Nana pada kedua orang tuanya.

"Nggak, cuma mau pamer, sini balikin." Jeno mengulurkan tangannya berniat merebutnya dari tangan Nana, yang dengan cepat disembunyikannya di balik punggung.

"Enak aja! Lucu lo!"

"Lagian udah tau pake nanya, udah sana tidur." Jeno mendorong bahu Nana keluar dari kamarnya dan langsung menutup pintunya.

"Thanks Jen!" Nana masih tersenyum, langsung membuka bungkusan itu dan memakannya sambil berjalan masuk ke dalam kamar. "Anjrit rasanya biasa aja ternyata." Gumam Nana tetapi masih lanjut memakannya.

[-]

Nana meringis memegang rahang kirinya, ia terbangun pukul dua dini hari merasakan giginya yang berdenyut ngilu.

"Mama.." Nana berucap lirih, meraba kasur di sebelahnya mencari ponsel.

Mencari nomor sang Mama dan langsung menelponnya. Nana menggigit ujung lidahnya menahan sakit, demi apapun Nana ingin menangis.

Disaat sakit seperti ini ia baru teringat akan Mamanya, merasa berdosa akan sikapnya yang terkadang kurang ajar. Namun saat sudah sembuh ia melupakan rasa bersalahnya dan kembali berbuat kurang ajar.

Memang lucu hubungan antara Yoona dan anaknya ini.

Ponsel Mamanya tak aktif, terlalu malas dirinya berjalan ke kamar bawah dan membangunkan Mamanya, ia beralih memencet nomor Papanya.

Sama saja tak ada jawaban, Nana membanting ponselnya kesal, ia menggigit ujung guling kala merasakan giginya yang semakin ngilu hingga pening ke kepala.

Nana menyesal tak mendenagrkan ucapan Mamanya, ia teringat akan Jeno yang memberinya makanan itu. Tidak, Nana tidak menyalahkan Jeno karena itu memang keinginannya, Nana justru ingin meminta bantuannya.

Masih dengan memegang rahangnya, Nana berlari kecil menuju kamar Jeno, membukanya tanpa mengetuk dan langsung menghidupkan lampunya.

Dahi Jeno mengerut, ia menarik selimut dan menenggelamkan wajahnya guna menghalau silaunya cahaya lampu.

Nana menarik selimut Jeno, matanya langsung disuguhi dada telanjang milik Jeno, tak memikirkan itu dirinya langsung mengguncang lengan Jeno brutal, melupakan fakta bahwa mereka baru kenal sejak dua hari yang lalu. Biarlah, Nana sedang butuh pertolongan.

Step Brother's [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang