lima

14.9K 1.7K 109
                                    

[-]

Tiba waktunya untuk pulang, murid berhamburan untuk segera pulang ke rumah masing-masing dan bertemu kasur tercintanya.

Seperti biasa selama di sekolah tak ada yang spesial bagi Nana, kecuali Jeno yang terus mengintilinya dan membuat dirinya kesal.

"Lo yang bawa motor nih Jen gue males." Setibanya di parkiran Nana memberikan kunci motor pada Jeno.

"Gue kan gatau-"

"Gue tunjukin nanti, udah ayo cepetan gue capek." Nana memberinya paksa dan mendorong bahu Jeno agar segera menaiki motornya.

"Bisa bawa motor kan lo?" Tanya Nana setelah menaiki motornya, Jeno mengangguk.

[-]

Lima belas menit perjalanan keduanya sudah sampai di rumah, Nana mengernyit bingung melihat rumahnya yang tampak kosong.

Tok tok tok

"Ma!" Teriak Nana menggedor pintu tak sabaran, sudah terlalu lelah, Nana beralih menelpon Mamanya.

"Ga ada orang?" Tanya Jeno setelah memarkirkan motornya di halaman rumah.

Nana menggeleng, mukanya tertekuk kesal.

"Hal-"

"Kunci dimana?" Tanya Nana to the point memotong omongan Mamanya.

"Mama lagi ke rumah tante Ika nganter kue, kunci Mama taro di dalem sepatu deket pintu masuk."

"Yaudah makasih." Nana langsung mematikan sambungannya sepihak, ia mengambil sepatu yang dimaksud dan langsung membuka pintu setelah kuncinya di temukan.

Nana melempar tasnya asal, langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa.

"Capek banget apa Na?" Tanya Jeno yang melewatinya.

"Iya, tolong ambilin minum dong Jen."

"Dingin?"

"Iya."

Jeno kembali dengan membawa sekaleng soda dan sebuah es krim.

"Soda gapapa?"

"Gapapa, thanks." Nana mendudukkan dirinya, langsung meneguk minuman itu sampai tandas.

"Langsung ke kamar aja kalau mau istirahat." Ujar Jeno yang sedang mengunci pintu rumah.

"Gendong." Ujar Nana merentangkan kedua tangannya, Jeno menghela napasnya, dirinya langsung berjongkok di hadapan Nana.

"Bercanda anjir penurut banget si lo!" Nana terbahak, memukul bahu Jeno pelan lalu beranjak dari duduknya.

Jeno menatap kesal kepergian Nana, lantas ikut berdiri dan pergi menuju lantai atas, tak lupa membawa tas miliknya dan milik Nana yang tergeletak di lantai.

[-]

Setelah membersihkan diri, Nana memutuskan untuk bermain PS di ruang keluarga yang terdapat di lantai dua, rasa lelahnya sedikit berkurang setelah mandi.

"Jeno!" Panggil Nana yang sedang memilih game yang akan di mainkan.

Jeno keluar dari kamarnya menggunakan kaos tanpa lengan yang membuat Nana takjub dengan otot yang dimiliki Jeno.

"Biasa aja kali ngeliatinnya." Ujar Jeno yang sedang mengusak rambut basahnya menggunakan handuk.

"Nyenyenye." Cibir Nana.

Jeno duduk disebelahnya, memerhatikan Nana yang mengutak-atik gamenya.

"Nih." Nana menyodorkan sebuah stik PS.

Baru setengah jam bermain, Nana sudah merasa bosan. Ia merenggangkan tubuhnya dan berbaring diatas karpet bulu.

"Daripada lo gabut mending bantuin gue." Jeno mengambil tas yang terletak di sofa belakangnya, ia mengeluarkan sebuah buku tulis dan pensil.

"Ini nomor tujuh sama delapan gimana?"

Nana mendudukkan dirinya, meraih buku Jeno dan membaca soal yang dimaksud.

"Oh gampang inimah." Nana mengambil alih buku dan pensil Jeno, mulai mencoret-coret rumus di halaman sebelah buku yang kosong, Jeno memerhatikan dengan lamat.

"Ngerti?" Tanya Nana setelah menjelaskannya secara singkat.

Jeno tersenyum hingga matanya membuat garis lengkungan yang lucu, "Ngerti." Jawabnya kembali menerima buku tulisnya.

Nana ikut tersenyum melihat senyum Jeno, bukan apa hanya saja dirinya sedang merasa bangga karena bisa mengajari seseorang, padahal sebenarnya nilai matematika Nana jarang mendapat lebih dari angka enam.

"Materi di Cina sama disini beda Jen?" Tanya Nana memecah keheningan.

"Ga jauh beda si, emang belum ngerti aja sama soal ini."

Nana mengangguk, "Btw gue baru sadar, Indonesia lo kok lancar banget?"

"Dulu gue sempet tinggal di Indonesia sebelum dibawa ke Cina." Jawabnya membuat Nana kembali mengangguk.

"Gimana ceritanya?" Tanya Nana semakin penasaran.

"Panjang ceritanya." Jawab Jeno setelah terlihat berpikir sejenak.

"Oh yaudah." Jawabnya tak ingin memaksa Jeno untuk bercerita, mungkin memang belum waktunya.

Tok tok tok

"Na! Mama pulang!" Samar terdengar teriakkan Mamanya dari bawah, karena Nana yang sudah terlalu sering menyuruh Jeno kali ini ia mengalah dan turun ke bawah membukakan pintu, juga karena Jeno masih mengerjakan tugasnya.

"Nana udah makan? Laper gak?" Tanya Mamanya melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.

"Bawa apatuh?" Nana merebut kantong plastik besar yang dibawa Yoona, tanpa menunggu jawabannya langsung saja ia buka untuk melihat apa isinya.

"Ini buat Nana kan?" Tanya-nya mengangkat kotak yang terdapat logo ayam dan bertuliskan ayam geprek.

Yoona mengangguk, "Bawain sekalian buat Jeno di atas."

"Udahlah dia aja yang turun ke bawah. Jen, di panggil Mama!" Nana teriak dari ujung tangga, memanggil Jeno dengan menyebut Mamanya.

"Kok Mama sih."

"Udah biarin."

"Kenapa Ma?" Tanya Jeno yang sudah turun ke bawah.

"Tuh makan sama Nana." Suruh Yoona.

"Makasih Ma." Jeno mengangguk, mengambil satu buah kotak ayam geprek untuk dirinya dan membawanya menuju meja makan.

"Ngapain kamu masih disini? Sana makan." Tanya Yoona melihat Nana yang belum beranjak dari tempatnya, malah semakin mengeluarkan isi kantung plastik yang dibawa Yoona.

"Mama ga bawa jajan apa-apa?" Tanya Nana setelah membongkar isinya, hanya ditemukan perabotan dapur yang terlihat lucu. Yoona memang suka mengoleksi barang yang menurutnya lucu, walau belum tentu ia memakainya.

"Ajak aja Jeno kalau mau jajan, nih duitnya." Yoona memberi selembar uang seratus ribu, Nana sumringah melihatnya, "Tapi ambilin Mama minum dulu." Yoona menarik kembali uangnya.

Tanpa mengucapkan apapun Nana segera berlari menuju dapur mengambil segelas jus jeruk untuk sang Mama tercinta.

Yoona terkekeh gemas, "Nana enam belas tahun atau enam belas bulan sih?" Monolognya.

[-]

Guys info aja gue ada cerita lain selain ini mwehehe, tolong di cek sensei🙏🏻

Step Brother's [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang