Kembali ke beberapa saat sebelum Eugene diseret Vianette. Saat Eugene berlari dengan kecepatan penuh menuju ruangan Rauk. Laki-laki itu berteriak kencang agar bisa didengar Rauk.
"Jangan berteriak, Eugene. Kau tahu kan berteriak saat lari membuat fokusmu pecah?" Vianette berpindah ke depan Eugene. Wanita dengan gelar Duchess itu menepuk kepala Eugene. Aura hitam di belakang tubuh Vianette sudah hilang. Siluet Rauk juga terlihat dari belakang Vianette.
Tubuh Eugene gemetar, neraka dunia semakin mendekat. Ketika Rauk mulai berbicara dan menanyakan keadaan Eugene, Vianette dan Ivy akan berulah. Kebohongan yang keluar dari mulut berbisa dua ular itu mampu mengecoh Rauk.
"Kenapa kau berteriak, Eugene?" tanya Rauk sambil berlutut di hadapan Eugene yang terlihat ketakutan. Duplikat Eugene tapi beriris hijau itu memasang raut khawatir. Walau hanya sebentar Eugene merasa dirinya berharga. Tapi ia langsung sadar tujuan awal kenapa ia berteriak.
"Tolong Mama!" Eugene menunjuk belakang tubuh Vianette. Tangan satunya yang menganggur ia gunakan untuk menarik jubah Rauk. Walau begitu Eugene tidak menatap Rauk atau pun Vianette. Ia mengalihkan pandangan ke lantai.
"A-aku baik-baik saja, Yang Mulia. Tadi aku hanya panik karena Ivy menangis dan tidak sengaja mengelua-"
"Dark magic? Kau mengeluarkan dark magic, Vianette?" tanya Rauk dengan mata memincing. Di tempatnya berdiri Vianette kebingungan. Ia sempat melirik tajam Eugene sebelum menatap Rauk tepat di matanya.
"Maafkan aku, tadi aku panik," pinta Vianette diikuti dengan bungkukan badan tiga puluh derajat. Ivy yang berdiri di sampingnya ikut membungkuk. Di saat seperti ini, Eugene berharap semoga Rauk tidak mudah percaya.
"Hm, benarkah? Kalau benar begitu, pastikan kau tidak menggunakan atau mengeluarkan dark magic lagi, Vianette," nasihat Rauk dengan ekspresi datar. Harapan Eugene langsung hancur. Mau tidak mau, setelah Rauk kembali sibuk dengan pekerjaan, ia akan diseret untuk disiksa lagi.
"Ya, Yang Mulia."
"Papa, bolehkah kami melihat pemandangan dari menara?" izin Ivy saat Rauk berdiri. Mata Ivy yang berkaca-kaca itu membuat Rauk terpaksa mengangguk. Entah apa yang rencana busuk di otak kecil Ivy, Rauk mencoba masa bodoh. Bahkan jika menyangkut Eugene, mulai saat ini ia akan tutup mata.
"Ta-tapi Yang Mulia!" panggil Eugene panik. Rauk tidak menghentikan langkahnya. Toh sebentar lagi ia akan mengirim Eugene ke Iupria. Setidaknya Rauk butuh waktu untuk membekukan hati agar tidak terlalu merasa bersalah.
"Jangan merepotkan Yang Mulia, dasar anak buangan. Cepat ikut kami ke menara timur," sentak Vianette dengan senyum iblis. Eugene menelan ludah, penderitaannya segera dimulai.
▪︎▪︎▪︎
Eugene tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi di umurnya yang tergolong muda untuk bangsawan. Perundungan yang sebenarnya, bukan sekadar ancaman yang bisa hilang saat ia membawa kekuasaan Rauk.
Saat ini di menara bagian timur mansion Aclyae, Vianette berdiri dengan gaya congkak di depan Eugene yang sudah tidak kuat berdiri. Di tangan kanan Vianette ada sebuah rotan yang dinodai darah. Walau tidak banyak, tapi terlihat jelas karena warna rotan itu cukup cerah.
Tidak perlu ditanyakan itu darah milik siapa. Dilihat sekilas saja di antara Vianette, Ivy dan Eugene, yang tubuhnya memiliki banyak bekas cambukan dan noda darah adalah Eugene. Tubuh kurus dan kecilnya yang tidak sesuai usia itu terlihat mengenaskan. Belum lagi kulit dan bibir yang pucat serta pakaian yang dirobek.
![](https://img.wattpad.com/cover/269125405-288-k499066.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
❝Eyes Blue❞ (TAMAT||TERBIT)
FantasíaKebebasan dan jati diri yang jelas, adalah impian hampir semua orang. Namun, jalan yang dilewati untuk mecapainya tidak mungkin mulus. Seperti jalan si anak buangan dari Thraxal, Eugene El Aclyae, yang dipenuhi batuan terjal dan duri beracun. Namun...