↳ ❝ [Bab 8] ¡! ❞

19 3 1
                                    

Jarum jam berdenting, suaranya menggaung di ruangan. Dalam sekejap, ruang kelas yang semula terasa hangat berubah atmosfer menjadi lebih serius. Jumlah siswa di kelas khusus tidak banyak dan sudah pasti paham tata krama dasar, jadi suasana yang mendadak serius saat jam pelajaran dimulai sudah wajar.

"Selamat datang di kelas Alpheolus. Saya tidak berharap kalian singgah sampai lulus, namun semoga kalian bisa tertib," sapa seseorang dari podium dengan senyum lembut. Setelah para siswa mengucap terima kasih, ia melanjutkan, "Aku profesor yang bertanggung jawab dalam tes sihir dan mana, Nora, silakan panggil dengan Madam Nora. Mohon bantuannya."

Perkenalan singkat dari dua belas orang -seluruh siswa, Madam Nora, dan Putri Mahkota- di ruang kelas berlalu tanpa ada kejadian spesial. Waktu pun terus berjalan, tes sihir dilakukan dengan tenang dan teratur. Setidaknya sampai giliran Eugene dengan kapasitas mana yang di atas rata-rata.

Madam Nora sudah menduga keturunan Aclyae itu memiliki mana lebih banyak dari anak seusianya. Namun mana Eugene hampir setara dengan mana sang Putri Mahkota. Artinya tiga kali lipat dari rata-rata jumlah mana orang dewasa. Yang membuat Madam Nora sedikit kecewa, Eugene memiliki tubuh lemah sehingga menggunakan mana dalam jumlah besar akan menimbulkan efek samping cukup parah.

Mengesampingkan kekecewaannya, Madam Nora menemukan sesuatu yang unik di tubuh Eugene. Mata birunya beberapa kali berkilat. Lalu jika diamati, iris sebening kristal itu harusnya memberi kesan ceria, bukan kekosongan yang dalam. Intuisi Madam Nora tajam, ia menebak Eugene memiliki sihir putih atau bahkan kekuatan suci. "Kau istimewa, Nak. Jika kau berguru pada orang yang tepat, mungkin kau bisa melampaui Duke Aclyae. Nah, sekarang pergilah ke Nona Alicia, firasatku berkata kau memiliki sihir putih yang sama dengan beliau."

Eugene menoleh kaku, menatap ragu Alicia yang berdiri di daun pintu. Selama beberapa detik, retinanya menangkap senyum simpul Alicia. Senyumannya seperti mengatakan 'cepat atau kutinggal', jadi Eugene segera bergegas. Mengeluarkan gulungan kertas berisi sajak rumit dryad tentang Si Biru dari Timur yang dibawakan Lancelot. Karena kesatrianya bilang makna sajak itu penting, jadi Eugene membawanya kemana pun di dalam jas.

"Mohon bantuannya, Yang Mulia," Eugene membungkuk kaku, mengundang tawa lirih Alicia. Gadis dengan tinggi hampir enam kaki itu menepuk kepala Eugene.Dengan tatapan biasa dan tanpa bicara, orang dengan kedudukan tinggi di kekaisaran itu melenggang pergi. Eugene paham apa yang harus ia lakukan, mengikuti kemana langkah anggun Alicia membawa mereka.

Di sepanjang lorong tidak ada percakapan, hanya gaung derap langkah yang memasuki indra pendengar. Baik Eugene maupun Alicia, mereka lebih nyaman dengan keheningan yang ada. Kecuali jika ada hal penting yang dibahas.

"Kita langsung menuju tempat latihan karena elf yang mengawal berkata kau sudah cukup menguasai sihir. Jika ingin belajar lebih, pergi saja ke perpustakaan atau Madam Nora. Aku hanya membantu potensimu berkembang, tidak lebih," ucap Alicia memecah hening. Eugene mengangguk patuh, tidak terkejut karena sudah menebak Alicia tidak suka berbelit-belit.

"Yang Mulia..."

"Bagaimana pun sekarang kita murid dan guru, panggil aku dengan nona."

"Baik, Nona. Kalau boleh tahu, potensi apa yang anda maksud?" tanya Eugene setelah langkah pendeknya cukup dekat dengan Alicia. Ia jelas bingung dengan 'potensi' yang dikatakan Alicia karena selama di Thraxal ia dicap sebagai kutukan.

"Kau tidak dengar ucapan Madam Nora, ya?" sarkas Alicia menggunakan nada halus dan anggun. Eugene yang sudah lupa merasa ditusuk panah di dada. Alicia diam, lalu menjawab saat sudah sampai di lahan luas yang ia sebut tempat latihan, "Prediksi Madam kau memiliki sihir putih, tapi nyatanya lebih dari itu."

❝Eyes Blue❞ (TAMAT||TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang