Dia Lagi?

102 6 0
                                    

Di hari selanjutnya, situasi di Prime sudah agak membaik. Banyak Princess yang mulanya menangis entah menangisi hal yang aku tak tahu, yang hanya terdiam dan memikirkan sesuatu, atau sangat ingin pulang dalam waktu dekat demi menghindari kegiatan ini.

“Princess!”

Aku masih berjalan di sekitaran taman depan Pall, menghirup angin pagi nan sejuk dan melihat ke sekeliling saat namaku dipanggil.

Aku menoleh, melihat Prince Asdair dan Princess Thalea berjalan mengarah padaku. Aku tersenyum manis, menatap mereka berdua dengan tatapan heran. Apa mereka sudah saling menemukan chemistry?

“apa yang sedang kau lakukan?” Thalea bertanya padaku. Aku menggendikkan bahuku, mengajak mereka untuk duduk menempati bangku taman yang kosong.

“tak ada, hanya ingin mencari udara segar. Dan matahari pagi juga bagus untuk kulit”jawabku. Agak sedikit mengambil kata-kata Bart jika ia sedang menjemur dirinya di balkon atas sendirian.

Prince Asdair mengangguk, ia menceritakan tentang hal yang ia pelajari disini selama sebulan, Thalea sungguh berbeda dari saat pertama aku bertemu dengannya. Kini kantung matanya agak membesar dan sedikit berwarna hitam samar, yang kurasa itu akibat menangis dan tidak tidur.

“Andai saja aku menolak semua kegiatan ini, aku yakin sekarang aku sedang menikmati sandwich tunaku diatas sofa sembari menonton victoria’s secret” ia menghembuskan napas kesal. Prince Asdair tertawa disampingnya, mulai mengacak rambut milik Princess Thalea yang di gerai indah. Oh, manisnya.

Saat kami bertiga sedang asyik tertawa, Prince Asdair berhenti tertawa dan menatap datar kearah belakang badanku. Aku mengikuti arah tatapannya namun tak mendapati Prince Conor atau Prince Adam akan datang menghampiri kami.

“ada apa, Prince Asdair?” tanyaku pada Prince. Ia menggeleng namun setelah itu memicingkan matanya.

“aku rasa kau sudah mendapatkan penggemar rahasia, kau tahu? Setelah aku memikirkannya lagi, sejak dua hari yang lalu Prince Sean selalu saja memandangimu, lalu tiba-tiba ia sudah berada di dekat kita, atau seperti kemarin –kemarin, aku melihat kalian berdua bercengkerama” Prince Asdair benar-benar membuatku membuka mulut sangat lebar.

Aku hampir tersedak jika saja aku tak langsung menelan ludahku sendiri. Iyaks!

“apa kau penggemar Sherlock Holmes? Suka menonton atau membaca Nancy Drew? Kepiawaianmu dalam meneliti seseorang sangat hebat” ucapku padanya. Princess Thalea tertawa hebat saat aku meluncurkan kata-kata jahilku.

“oh Princess Annabelle, kau memang tahu bagaimana membuat suasana disini menjadi menggelikan” Prince Asdair lagi-lagi angkat bicara. Aku mengangkat bahuku tak memperdulikan laki-laki di seberang kami yang masih saja memperhatikan pergerakkan yang ada disini.

Princess Thalea memutar mata lantas menepuk tangannya pada bahuku yang terbuka. “kuharap kau mempunyai waktu yang bagus dengan penggemarmu itu”.

“Hai”

Setelah Princess Thalea dan Prince Asdair berlalu, orang yang sedari tadi kami bicarakan datang. Astaga, ia membuat hidupku rumit.

“Hai?” aku membalas sapaannya. Ia mengerjapkan mata, sialan orang ini.

“Princess Annabelle, kau tak keberatan jika aku mengajakmu keluar dari taman ini?” aku menegakkan tubuhku, “Apa yang kau mau Prince Sean?” balasku cepat.

Ia menggeleng, memasukkan tangan kanannya pada saku celana bahan dari seragam kerajaannya. “Tak ada, hanya ingin mengajakmu mencari udara segar” ia menjawab.

Aku mengangkat gaunku, berjalan menaikki tangga menuju Pall dan melihat kerumunan sedang menatapi sesuatu di papan hijau besar di ujung halaman Pall.

“Ini tak adil, bagaimana mereka membuat hal seperti ini? Ini sangat keji”

“aku tak akan pernah sudi mengikuti hal kurang berpendidikkan seperti itu!”

Aku menoleh menatap Prince Sean dengan tatapan heran, ia menggendikkan bahu lantas menawarkan lengannya untuk kusambar.

“kalau-kalau kau butuh tumpuan” bisiknya. Aku memutar mata.

Prince Adam lewat di antara kami, ia sedang berjalan bersama Princess Thalea.

“Disini kau rupanya,” Prince Adam menatapku gusar, ada apa? “Kelas pertama adalah kelas Pencocokkan, dan masing-masing putri harus memilih dua kandidat pasangannya, dengan mengambil nama di kotak pemutaran. Aku tak menyangka mereka melakukan hal seperti ini layaknya sebuah permainan” aku membulatkan mata mendengar penjelasannya, “Ya, Princess. Kotak pemutaran diadakan mala mini, kau harus mengambil dua nama dan menjalankan kegiatan dengan mereka berdua selama setahun sampai hari penentuan tiba, kau harus memilih, mana yang harus gugur dan mana yang akan menjadi pasangan hidupmu. Semua berawal dari benda ‘sialan’ itu” Princess Thalea berbicara tanpa bernapas.

“aku- aku tak tahu” aku menderngar diriku sendiri tergagap- dari sekian lamanya aku hidup, baru kali ini aku merasakan apa itu kekhawatiran yang nyata.

Tangan seseorang mencengkeram lenganku, baru kusadari aku masih menumpukan tubuhku pada Prince Sean. “kau tak apa?” tanyanya. Aku mengangguk, membenarkan letak diriku dan sedikit mengambil jarak tanpa harus melepaskan genggaman Prince Sean.

“Tak apa” jawabku serak.

Princess Thalea menghampiriku, merentangkan tangannya dan memelukku erat. Ia bernapas kecil di telingaku, kentara sekali menahan berat hatinya untuk kegiatan ini.

“Semoga kita beruntung, Princess Annabelle”

Aku membalasnya dengan usapan di sepanjang rambut pirangnya.

“aku akan mengantarmu ke Pall” Prince Sean menganggukkan kepalanya di depanku. Aku mengangguk, dan dengan pasrah mengikuti tubuh besarnya yang membawaku menuju Pall.

PRIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang