Pesta Ulang Tahun Princess Thalea

37 3 0
                                    

Aku mematut diriku yang baru saja siap dari tata-an Qadstill, ia memang ahli di bidang ini. Lucy menepuk tangannya sekali lantas tertawa kecil.

"Well, Princess, gaunmu sudah siap" ucapnya. Aku mengangguk lantas melangkah menuju lemari kamarku, urm, itu adalah ruangan.

Saat aku menutup pintu, kudapati satu gaun malam nan indah tergantung di gantungan dengan ekor gaun yang menjuntai. Warnanya yang sangat mencolok untuk dipakai sangat membuatku terkagum.

Ini adalah malam Pesta kejutan untuk Princess Thalea, hari ini adalah ulang tahunnya. Pihak penyelenggara, yang kini ku tahu salah satu dari pihak itu adalah ayah dari Princess Thalea, membuat acara ini untuk putri kesayangannya. Aku mendecak saat gaun itu sudah menempel di tubuhku. Tak seburuk yang kupikirkan, namun di bagian dada agak terbuka.

"Ugh, Lucy?" aku memanggil Lucy untuk kesekian kalinya namun ia tak menyahut sama sekali.

"Lucy?" panggilku lagi. Aku membuka pintu lemari namun sebelumnya memakai sepatu hak yang sudah dipilih olehnya.

Menyusuri kamar tidurku, aku keluar dan melangkah menuju ruang tamu mendapati seseorang duduk membelakangiku.

"Lucy?" panggilku lagi.

Orang itu menoleh lantas berdiri. Oh—tidak. Itu Prince Sean.

"Selamat Malam, Belle" Sapanya.

Aku mengerjapkan mta lantas memandagi sekitar.

"Mencari Lucy, eh?" Tanyanya, aku mengangguk.

"Well, ia pergi saat aku kesini. Ia mempersilahkanku masuk, dan ia pergi begitu saja" jawabnya. Aku menekan bibirku setelah itu melangkah menuju pintu kamar.

"Apa itu di perbolehkan?" kataku. Sean mengangguk sambil mengerucuti bibirnya. "Tentu saja, kita adalah pasangan" jawabnya santai. Aku membulatkan mataku, lalu mengerjap. Sean berdiri dari duduknya lantas mengenggam tanganku dan menarikku melangkah keluar dari kamar.

"Sean, pelan-pelan" ucapku datar. Ia menoleh dan tersenyum. Oh, senyumnya dalam kegelapan di koridor lantai tiga ini membuatku bergidik.

Lift mendenting dan pintu terbuka. Aku melangkah tanpa Sean dengan terburu-buru takut beberapa peserta melihatku.

"Kenapa kau buru-buru?" tanyanya, langkahnya sungguh seimbang denganku yang tergesa-gesa.

Aku menghentikan langkahku lantas terdiam menatapnya marah, ini mengganggu.

"kau sangat menggang—"

Lembab. Itu adalah pemikiran pertamaku yang terbesit. Aku memejamkan mataku merasakan beberapa kupu-kupu seperti berterbangan di dalam perutku. Sialan, ini terlalu menggelitik. Saat membuka mata, kusadari bahwa wajah Sean terlalu dekat denganku.

"Kau selalu cantik" pujiannya lebih membawaku ke kenyataan.

"Apa yang kau lakukan!" aku membentaknya. Sean mengelap sudut bibirnya, tersenyum tipis sembari menatapku intens. Astaga, aku lupa bagaimana cara untuk bernapas.

"Kau tahu itu hal terlarang!" aku membentaknya lagi. Sean menangkap pergelangan tanganku, ia masih menatapku sama.

"Calm Down, Sweety. I like your lips" ucapnya pelan. Sialan, benar-benar sialan, Sean memang tak tahu diri.

Aku menepis tangannya yang menyentuh lenganku, ia mengerutkan dahinya untuk beberapa detik.

"Kau—kau benar-benar tak punya otak, Sean. Kau merendahkan seorang wanita! Sadar akan itu dasar idiot! Bodoh! Jangan semena-mena dengan wanita!" aku meninggalkannya mematung di sana. Itu memuakkan, benar-benar memuakkan.

PRIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang