Bab 02

9 4 6
                                    

Happy reading

Suara rintik hujan yang turun dengan derasnya, membuat siapapun ingin merebahkan tubuhnya, dan tertidur dengan pulas. Cuaca yang sangat cocok untuk dipakai beristirahat.

Namun berbeda dengan dua insan muda yang tengah berdiri di depan jendela kamar mereka masing-masing. Menatap keluar, menikmati suara rintik hujan yang jatuh di atas atap. Memberi ketenangan tersendiri bagi keduanya.

Sekilas muncul dalam benak, mengenai masa depan hubungan mereka. Ya, hubungan mereka yang se- Amin, namun tak se- iman.

Untuk saat ini, tembok penghalang terbesar bagi mereka, tampak tak begitu mengusik ketentraman hubungan mereka. Meski terkadang, segelintir perasaan takut kehilangan itu muncul dalam benak keduanya.

“Aku, sungguh sangat mencintaimu, Adeeva. Wanita cantik, yang selalu memberiku kenyamanan.” Jungkook bergumam dalam dinginnya udara yang sejuk, karena hujan.

“Aku selalu berharap, agar kelak dapat memilikimu seutuhnya,” gumamnya lagi.

Jungkook beranjak dari tempatnya berdiri. Menutup jendela kamarnya, lalu duduk di samping kasur. Ia menatap sebuah bingkai foto, yang terletak di atas meja. Ia mengulas senyum, lalu tangannya terulur mengambil bingkai foto tersebut. Ya, bingkai foto yang berisi foto berdua dirinya dan sang kekasih Adeeva.

“Senyummu itu, semanis dan seindah hatimu, Deva. Aku tidak yakin, akan menemukan wanita lain, yang baik dan setulus dirimu.” Jungkook tersenyum tulus, tangannya tergerak mengusap foto Adeeva yang tengah berpose bersama dengan dirinya.

Setelah beberapa saat memandang wajah cantik Adeeva. Jungkook kemudian, meletakkan kembali bingkai foto tersebut ke tempatnya semula. Ia kemudian melepas penat, dengan berbaring di atas kasur empuknya. Tak lama setelah itu, ia pun terlelap, ditemani oleh derasnya rintik hujan yang turun membasahi bumi.

***

Tok tok tok!

Wanita cantik berlesung pipi itu menoleh ke sumber suara, yang tengah mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Tak lama setelah itu, terdengar sahutan dari balik pintu.

“Kak, Deva! Udah tidur?” panggil seseorang di balik pintu kamar Adeeva.

“Belum, kenapa?!” jawab Adeeva, dengan sedikit berteriak.

“Buka dulu dong, pintunya, Kakak!”

Seseorang yang telah lama berdiri di depan pintu kamar Adeeva itu pun, lantas protes. Sosok itu tak lain adalah Adeera, adik laki-laki dari Adeeva. Usianya terpaut empat tahun dari Adeeva. Adeeva dua puluh satu tahun, sedangkan adiknya berusia tujuh belas tahun.

Adeeva mendengus, dengan gontai ia berjalan menuju ke ambang pintu, lalu membuka pintu kamarnya malas.

“Ada apa, sih, Dek? Kamu ini, baru saja Kakak ingin tidur,” ucap Adeeva malas.

Adeera lantas memutar malas bola matanya lalu berkata, “Kakak ini, ya. Coba suruh masuk dulu, Adiknya. Lelah, daku berdiri di sini, Kak.”

“Ya, baiklah, Tuan. Silahkan masuk!” Adeeva memerintahkan adiknya untuk masuk, namun dengan senyum terpaksa yang nampak di wajahnya. Sang adik pun hanya terkekeh geli.

Adeera pun melenggang masuk ke dalam kamar Adeeva. Lalu duduk di samping ranjang empuk milik kakaknya, lalu disusul Adeeva dari belakang.

Adeeva melipat kedua tangannya di dada. Menatap Adeeva, dengan tatapan menyelidik.

“Kenapa? Tumben sekali, kamu datang ke kamar Kakak,” tanya Adeeva, yang tampak begitu penasaran. Karena tak biasa adiknya itu datang menghampirinya ke kamar.

Long Distance Religionship [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang