01.

1K 59 0
                                    

"NATHAN! BANGUN KAMU! NANTI TELAT LAGI!" Teriakan membahana itu membuat Nathan berdecak kesal. Dengan malas, dia bangkit dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi.

Tak membutuhkan waktu yang lama, Nathan pun selesai mandi. Dia menyisir rambutnya, kemudian menyambar tasnya. Setelah itu keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada bunda, ayah, dan omnya. Nathan berdecak malas begitu melihat keberadaan laki-laki yang selalu membuatnya susah itu.

"Bagus, Nathan. Kamu telat lima menit! Push up sepuluh kali!" tegas Rendra---omnya Nathan.

Nathan melaksanakan perintah omnya. Meskipun kesal, dia tidak berani melawan omnya itu. Rendra berprofesi sebagai TNI. Ketegasannya membuat Nathan tak berkutik. Jika ada Rendra, ia harus disiplin. Ke meja makan harus tepat waktu, tidak boleh telat sedetikpun. Rendra tak memiliki istri. Istrinya meninggal 18 tahun yang lalu, dan dia tidak pernah mau menikah lagi.

"Bagaimana sekolah kamu?" tanya Rendra.

"B aja, Om," jawab Nathan.

"Prestasi kamu?" pancing Rendra.

Nathan hanya diam. Apa yang harus dia jawab? Nilainya menurun drastis, begitu? Tidak. Dia tidak mau pamannya itu menghukumnya lagi.

"Ayah sudah bilang sama kamu, Nathan. Jauhi Gery, dia bawa pengaruh buruk buat kamu," ucap Rafi--ayahnya Nathan.

"Nggak, Yah! Jangan sangkut pautkan--"

"Nathan Raganta! Siapa yang mengajari kamu melawan orang tua?!" Nathan kicep.

"Kakak harus tegas sama Nathan," ucap Rendra pada Rafi---kakaknya.

"Yah, Om, Bun, Nathan berangkat dulu. Udah telat," pamit Nathan.

Nathan muak dengan semua itu. Kebebasannya jadi terhambat dengan keberadaan omnya. Tapi, itu takkan lama lagi. Karena lusa omnya itu akan bertugas dalam waktu yang cukup lama. Tidak akan ada yang menghukum dan menyuruhnya ini-itu lagi.

"Saya mohon sama Kakak. Didik Nathan dengan tegas, tapi jangan sampai keras," ucap Rendra.

"Gak bisa, Rendra. Aku takut kehilangan Nathan. Aku udah kehilangan Amanda," jawab Rafi.

"Kasih sayang Kakak bakal membuat Nathan jadi anak yang pembangkang," ujarnya, setelah itu melenggang pergi.

Rafi menatap kepergian adiknya sendu. Selama ini, Rafi memang terlalu memanjakan Nathan. Karena Nathan adalah satu-satunya anak yang ia miliki, setelah anak pertamanya meninggal saat masih umur satu tahun.

***
Nathan berjalan menuju kantin dengan menunjukkan wajah dinginnya. Begitulah kalau Nathan sedang badmood. Di kantin sudah ada beberapa teman-temannya, termasuk Gery. Nathan merampas minuman milik Gery, dan menenggaknya sampai tandas.

"Ck! Pesen sendiri ngapa!" kesal Gery.

"Kenapa, Bos?" tanya Erik.

"Palingan Omnya lagi," sahut Nabil.

"Gak usah bahas tu orang!" sentak Nathan.

Nathan sangat membenci Rendra. Karena Rendra, hidupnya harus diatur-atur. Nathan suka kebebasan, tapi jika ada pria itu, kebebasannya jadi terenggut. Pernah sewaktu ia melawan perkataan Rendra, namun Nathan malah dihukum push up 100 kali sampai badannya pegal-pegal. Tak hanya itu, Rendra juga menyita motor dan mengambil semua kartu-kartunya.

Ayahnya saja tak pernah melakukan hal itu. Tapi, Rendra? Dia hanya omnya, tapi terlalu mengekangnya. Dan anehnya, Rafi tidak pernah membelanya jika Rendra bertindak seenaknya. Ia membenci pria itu.

"Gak sabar gue pengen lihat adek kelas baru," ucap Zaki.

"Sama. Pokoknya, entar yang paling cantik itu punya gue," timpal Nabil.

"Tahun ini, gue gak bisa sekelas sama kalian. Gak ada Nathan yang bakal ngasih contekan," keluh Jalu.

"Makanya, jangan terlalu ngandelin Nathan!" cibir Vino.

"Halah! Lo pada juga gitu, 'kan?" balas Jalu sengit.

Nathan tak peduli dengan celotehan mereka. Dia lebih minat memainkan ponselnya, mencari tau jadwal pertandingan club sepak bola kesukaannya.

"Nat, besok Samudera nantangin lo balapan. Om lo?" bisik Gery.

"Besok dia minggat. Bilang sama dia, gue terima tantangannya," jawab Nathan.

"Good."

***
"ARISTA JOVANKA DELUNA!"

Cewek itu menghentikan langkahnya. Membalikkan badannya, menatap malas pada seorang gadis yang sedang menggerutu kesal.

"Apa, sih, Arinku tersayang?" tanya Arista dengan menampilkan wajah sok imutnya.

"Gara-gara lo gue jadi dihukum sama Kakak-kakak OSIS yang songongnya minta ampun itu!" amuk Arin.

Arista hanya cengengesan. Ia memang sengaja meninggalkan Arin dan membuat gadis itu jadi terlambat berangkat sekolah. Arista balas dendam karena kemarin Arin tidak mau menemaninya shopping.

"Ya, maaf. Habisnya lo lama, sih," ucap Arista.

"Sialan, lo!" umpat Arin.

"Lagian kalo mereka nindas lo, panggil aja gue. Gue bakal bales mereka," ucap Arista.

Arista memang seperti itu. Orangnya tidak bisa ditindas. Gadis bar-bar itu takkan mengampuni orang yang berani mengganggunya. Beda dengan Arin, gadis itu lemah lembut, tidak suka kekerasan. Kelemahan Arin itu yang membuat Arista harus menjaga Arin.

"Nggak. Mereka cuma hukum gue," jawab Arin.

"Bagus kalau gitu."

Arista Jovanka Deluna. Tumbuh di keluarga yang tak utuh membuatnya jadi bar-bar dan kasar. Ia hanya tinggal bersama dengan maminya. Orangtuanya bercerai karena adanya orang ketiga. Papi Arista selingkuh, dan baru ketauan satu tahun yang lalu. Arista membenci papinya. Karena papinya membuat sang mami jatuh sakit dan menderita. Bukan hanya itu, semenjak berpisah maminya menjadi wanita karir yang sangat sibuk, hingga tidak ada waktu untuknya.

Arista yang mulai terbiasa hidup sendiri pun sudah tak mempermasalahkan hal itu. Jika ada uang, maka dirinya akan baik-baik saja. Shopping adalah hobinya. Hati Arista membeku, sehingga tidak peduli lagi tentang kasih sayang.

"Arin, entar gue mau shopping. Temenin, ya?" pinta Arista sembari mengedipkan matanya.

Arin bergidik ngeri. "Iya-iya. Tapi, gak usah gitu juga! Geli gue," ucap Arin.

"Eh, iya, Ris. Lo kan baik hati dan tidak sombong. Traktir, ya? Kartu gue belum dibalikin Daddy." Kini Arin yang menampilkan wajah sok imutnya.

"Ck! Iya-iya."

"Ris, gue punya ide. Gimana kalo kita jodohin Daddy gue sama Mami lo? Soalnya, gue kasihan sama Daddy, gak ada yang ngurus," usul Arin.

"Lah, kan lo anaknya. Ya, lo lah yang ngurus," balas Arista.

"Gue gak bisa selamanya di samping Daddy, kan?" Arista manggut-manggut mengerti.

"Mami butuh waktu untuk membuka hatinya buat orang lain. Si brengsek itu benar-benar buat Mami gue menderita," ucap Arista.

"WOY, KALIAN! GIBAHANNYA UDAH! DISURUH KUMPUL SAMA OSIS!"

NATHAN (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang