10

151 19 12
                                    

Tiga tahun kemudian ....

Seorang gadis tengah merayakan hari kelulusannya. Kini ia tak lagi memakai seragam putih abu-abu, dan kini saatnya menggapai mimpinya. Gadis itu ingin mengikuti jejak ibunya yang berprofesi sebagai pengusaha sukses. Ia berencana melanjutkan perguruan tinggi negeri di Ibukota. Targetnya bisa masuk di Universitas ternama di Jakarta.

Tiga tahun berada di Kota Malang, ia sudah mampu beradaptasi, meskipun semuanya terasa baru untuknya.

"Arista!"

Gadis itu adalah Arista Jovanka Deluna. Arista masih sama seperti dulu. Tidak ada perubahan, termasuk hatinya. Nama Nathan masih bertahta di relung hati gadis itu. Tiga tahun usahanya move on tidak membuahkan hasil. Pria itu masih saja membayangi hari-harinya. Sebenarnya, banyak yang mendekati gadis itu, tapi ia tidak bisa membohongi hatinya yang masih mencintai Nathan.

"Gue mau shopping sebelum ke Jakarta, Den. Lo ada waktu, nggak?" ucap Arista pada temannya---Dena.

"Gue bisanya sore," jawab Dena.

"Oke. Entar gue kabarin lagi, ya. Gue duluan, Mami gue udah jemput. Bilang sama yang lain entar malem suruh ngumpul di rumah gue," ucap Arista sembari mengalungkan tali tasnya.

Cukup banyak teman-teman Arista yang ada di Malang. Arista kini lebih terbuka dan pandai bergaul. Nanti malam adalah acara perpisahan. Beberapa diantara teman-temannya, termasuk ia sendiri berencana untuk kuliah di luar kota, bahkan luar negeri. Mungkin setelah ini, mereka tidak bisa berkumpul lagi. Acara nanti malam itu sangat penting.

"Anak Mami udah lulus aja. Udah mau jadi anak kuliahan. Hm, rasanya Mami gak rela lihat kamu semakin tumbuh dewasa. Mami masih mau kamu jadi anak kecil," tutur Ardanaya sembari merapikan anak rambut Arista.

"Ih, Mami gimana, sih? Harusnya, Mami itu seneng aku udah gede. Denger, ya, Mamiku tersayang. Bentar lagi anak Mami ini bakal jadi pengusaha sukses. Ngalahin Mami suksesnya," balas Arista.

"Aamiin." Ardanaya mengaminkan.

Ia mendukung apa saja pilihan anaknya, asalkan itu hal positif. Arista sudah dewasa, dan Ardanaya tidak mau terlalu mengekang dan memaksa Arista. Ia membiarkan Arista memilih jalan hidupnya sendiri. Namun, juga tetap mengawasi.

"Papi WhatsApp Mami tadi. Katanya, dia bakal nemenin kamu daftar kuliah," ucap Ardanaya.

"Ck! Ngapain, sih, Mami masih hubungan sama dia? Sampai kapanpun, Arista gak bakal mau ketemu ataupun maafin dia!" ucap Arista tak suka.

"Ini udah empat tahun, Arista. Mami aja udah bisa maafin Papi kamu. Sampai kapan hubungan kalian seperti ini? Kamu harus tetap menghormati dia. Dia Papi kamu!" jelas Ardanaya.

"Gak akan, Mi. Arista masih gak rela kalau dia selingkuhi Mami dan buat keluarga kita hancur," kekeh Arista.

"Udahlah, Mi. Jangan buat mood Arista rusak."

Kesalahan yang fatal, terkadang membuat kita tidak mudah memaafkannya. Namun, kita harus bisa berlapang dada. Ikhlas menerima apa yang telah terjadi. Dendam yang tersimpan terlalu lama, malah akan membuat luka semakin lebar. Memaafkan akan membuat hidup jauh lebih tenang.

***
Kehilangan telah merubahnya menjadi lebih baik. Tidak ada lagi Nathan yang nakal dan pembangkang. Namun, terkadang Nathan juga masih menentang ucapan Om Rendra maupun ayahnya. Sebentar lagi pria itu akan wisuda dan akan melanjutkan memimpin perusahaan keluarganya.

Nathan semakin tidak nyaman saat sang bunda membawa seorang gadis SMA tinggal di rumahnya. Gadis itu anak jalanan yang diangkat anak oleh bunda dan ayahnya. Bukannya Nathan tidak mau memiliki seorang adik, tapi sikap gadis itu membuatnya risih. Gadis itu tidak berperan sebagai seorang adik, tapi seakan malah menganggapnya sebagai kekasih.

NATHAN (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang