Setelah memberikan Nathan pukulan, Rendra pun pergi dari apartemen keponakannya itu. Ia akan memberitahu kakaknya tentang rencana liburan Nathan. Sedangkan, Nathan yang tadinya menawari omnya ikut pun jadi menyesal.
Ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ia pun segera mengambil ponselnya yang ada di saku celana. Dahinya mengernyit saat ia membaca nama si pemilik nomor tersebut. Ayahnya.
Ayah, bunda, sama om kamu ikut ke Bali.
Kenapa kamu gak kasih tau ayah
kalau kamu mau liburan?Nathan mengabaikan pesan dari ayahnya tersebut. Om Rendra benar-benar memberitahu ayahnya.
Nathan memijat pelipisnya.Bukannya Nathan tidak mau liburan dengan kedua orangtuanya, namun kali ini keadaannya berbeda. Nathan hanya ingin menikmati liburannya dengan Arista tanpa ada yang mengganggu.
"Gakpapa, Sayang. Mereka ikut malah rame nanti, biar tambah seru juga," ucap Arista.
Nathan menatap Arista tajam, namun sedetik kemudian, tatapannya meredup. Ia memeluk tubuh gadisnya dari samping. "Maunya cuma sama kamu," bisik Nathan.
Pria itu benar-benar sudah tunduk pada Arista. Cintanya membutakan matanya. Bahkan, diam-diam ia pernah menghabisi para pria yang mencoba mendekati gadisnya. Setiap detik, menit, bahkan jam, harus selalu ada Arista. Proses jatuh cintanya memang sangatlah singkat. Pertemuan keduanya dengan gadis itu membuat hati Nathan tergerak untuk mencari tau tentang Arista.
Entah apa yang membuat Nathan begitu mudahnya memberikan hatinya pada Arista. Tidak ada yang spesial dari gadis itu. Dia tidak pintar, kelakuannya jauh dari kata baik, suka menghambur-hamburkan uang, dan bar-bar. Nathan akui, Arista memang cantik, tapi masih ada yang lebih cantik selain gadis itu kalau itu yang menjadi patokannya.
Matre? Teman-temannya sering menyebut Arista dengan kata itu. Ya, Nathan memang merasa begitu. Tapi, rasa cintanya membuat Nathan tidak mempedulikan hal itu. Terlalu besar rasa cintanya pada Arista hingga tak mampu meninggalkan gadis itu.
"Malah aku mikir kalau aku mau ngajak Mami," ucap Arista.
"Lho, kok gitu?! Gak! Apa-apaan! Liburan ini khusus buat kita berdua!" pekik Nathan tidak suka.
"Ya ... ya, aku cuma takut aja temen-temen cap aku buruk kalau mereka tau kita liburan ke Bali cuma berdua," balas Arista.
"Siapa yang berani ngomong gitu? Aku habisin mereka!" tegas Nathan.
Arista menghela nafas lelah. Kekasihnya itu sangat keras kepala. Sebenarnya, Arista takut jika Nathan berbuat yang tidak-tidak saat mereka di sana. Apalagi, mereka hanya berdua.
"Nanti kalau orangtuaku ikut, mereka bakal ganggu acara kita," sambungnya sembari mengelus pucuk kepala gadisnya.
"Acara?" Arista berusaha mencerna ucapan Nathan. Memangnya, mereka mau mengadakan acara apa? Bukankah hanya liburan?
"Gak usah pura-pura polos, Sayang. Aku tau kamu ngerti," bisik Nathan sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Aku gak ngerti, Kak," jawab Arista jujur.
"Gakpapa kalau gak ngerti. Nanti kamu juga bakal tau." Arista terdiam. Pikiran negatif mulai menyerangnya. Tapi, tidak mungkin Nathan seperti itu. Arista percaya, Nathan pria baik-baik, meskipun dia dicap bad boy.
***
Akhirnya Nathan dan Arista pergi liburan diam-diam. Mereka berangkat lebih cepat dari hari yang sudah dijadwalkan oleh Rendra. Tidak pamit dan minta izin pada orangtua mereka. Bahkan, mereka berbohong dengan alasan menginap di rumah teman.Toxic relationship. Bisa dikatakan begitu karena hubungan mereka sangat merugikan satu sama lain. Diantara mereka berdua tidak ada mencoba untuk berubah menjadi lebih baik, malah semakin parah.
Keraguan Arista kemudian terkalahkan dengan rayuan manis Nathan. Mereka hanya memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan resiko yang akan mereka terima nanti sepulang dari Bali. Yang pasti, Rendra tidak akan tinggal diam.
"Kok pesan hotelnya cuma satu?" tanya Arista bingung.
"Emang kamu berani tidur sendirian?" Nathan bertanya balik.
"Ngapain harus takut?" Mata Arista memicing, menatap Nathan curiga.
"Udahlah, Yang. Nurut aja." Nathan menarik tangan Arista menuju ke kamar hotel nomor 245.
Sesampainya di kamar itu, Nathan langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Beberapa jam berada di pesawat membuat tubuhnya seperti terasa remuk. Nathan menatap gadisnya yang hanya berdiri sembari menatapnya.
"Kenapa? Sini." Nathan melambaikan tangannya.
"Nathan, apa gak lebih baik pesan satu kamar lagi?" cicit Arista.
Pria itu bangkit dari ranjang. Ia menghampiri kekasihnya. Menarik pergelangan tangan kecil itu dengan kasar, membuat tubuh Arista yang sedikit berisi itu menabrak dada bidang miliknya. Ia menggiringnya ke ranjang.
"K--kak! Lepasin!" Arista mencoba berontak. Nathan malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Udah lama aku menginginkan hal ini, Sayang," bisiknya di telinga Arista.
"Kak! A--apa maksud Kakak?" Tubuh Arista bergetar ketakutan.
Nathan menghempaskan tubuh Arista di ranjang. Ia tersenyum penuh arti. Saat ini, Nathan terlihat sangat menakutkan. Sialnya, tiba-tiba tubuh Arista menjadi kaku. Nathan menindih Arista sembari membelai rambut gadis itu.
"Eh, kenapa nangis? Aku janji bakal tanggung jawab," bisiknya.
"Hiks, e--enggak. Tolong, jangan nglakuin ini," isaknya.
BRAK!
"NATHAN! APA YANG KAMU LAKUKAN?"
"YA ALLAH, NATHAN!"
***
Saat ini Arista sedang ditenangkan oleh Nita. Nita sangat kecewa dengan perbuatan anak semata wayangnya itu. Setelah terpergok ingin melecehkan Arista, Rendra langsung menghabisi Nathan. Kali ini, Rafi tidak membela putranya. Ia hanya diam saja, membiarkan adiknya itu memberi pelajaran pada Nathan.Kecewa. Arista juga kecewa dengan tindakan Nathan. Ia merasa sangat bodoh, hampir saja kehormatannya terenggut. Walaupun, Arista mencintai Nathan, tapi ia tidak akan memberikan kesuciannya pada pria itu begitu saja.
BUGH!
BUGH!
"SIA-SIA SAYA MENGHABISKAN WAKTU CUTI SAYA UNTUK MENDIDIKMU! TINDAKANMU KALI INI TIDAK BISA DIMAAFKAN LAGI!" teriaknya sembari terus menghajar Nathan.
Pria itu hanya pasrah mendapatkan pukulan demi pukulan dari omnya. Matanya terus menatap Arista yang masih terus menangis di pelukan Nita. Kesal dan sedih bercampur aduk. Kesal karena Arista mengacaukan rencananya, dan sedih karena tidak tega melihat air mata gadisnya.
Kedatangan Nita, Rafi, dan Rendra karena Arista. Arista memberitahukan rencana Nathan pada mereka. Karena ia merasa ada yang janggal, kenapa Nathan begitu kekeh tidak ingin mengajak siapapun ke Bali? Pasti ada sesuatu.
"Saya gagal, Nathan. Kamu telah mempermalukan orangtua kamu dan saya," lirih Rendra dengan mata berkaca-kaca.
"Rendra, aku setuju kalau kamu pindahin Nathan ke Surabaya. Anak itu sudah keterlaluan," ucap Rafi datar.
"Saya juga berpikir seperti itu, Kak. Bahkan, setelah dia lulus, saya berpikir untuk memasukkan dia ke akademi militer," balas Rendra.
Nathan menatap kedua pria itu tidak terima. "Apa-apaan?! Ayah tau cita-cita Nathan itu jadi pengusaha, bukan tentara!" tolak Nathan.
Tentu saja penolakan itu tidak didengar oleh Rendra dan Rafi. Keputusannya itu sudah mutlak.
"Tante, aku mau pulang," pinta Arista saat sudah tenang.
"Sayang, ma---"
"Kita putus, Kak!"
****
The story will begin....

KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN (ON GOING)
Teen FictionNathan Raganta. Cowok yang tidak tertarik dengan dunia percintaan. Baginya, cinta itu omong kosong. Sampai sekarang, dia belum pernah merasakan apa yang namanya jatuh cinta. Hidupnya sempurna. Keluarganya kaya, utuh, dan harmonis. Dulu dia murid yan...