Nathan dan Arista sudah berada di salah satu pusat perbelanjaan. Arista menarik tangan Nathan untuk memasuki salah satu toko tas branded. Mata Arista berbinar melihat tas-tas yang berjejer. Semuanya Arista suka. Tapi, kalau ia membeli semuanya pasti uangnya tidak akan cukup. Uangnya sebagian besar sudah ia pakai shopping dengan Arin kemarin dan tinggal beberapa saja.
"Tas keluaran baru yang limited edition itu masih ada?" tanya Arista pada pramuniaga.
"Ada, Kak. Kebetulan hanya sisa satu dan masih kami simpan. Tunggu sebentar, saya ambilkan," jawab pramuniaga itu.
Tak lama kemudian, pramuniaga datang dengan menenteng tas yang ia incar. "Gue ambil," ucap Arista tanpa pikir panjang.
"Kartu?" Arista menodongkan tangan ke arah Nathan. Nathan mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan black card ke Arista.
Arista tidak peduli akan dicap cewek matre. Baginya, selama cowok itu mampu membelikan apa yang dia mau, kenapa tidak? Nathan juga sepertinya tidak peduli. Buktinya, dia dengan entengnya menyerahkan black card miliknya pada cewek yang baru saja dia pacari.
"Kamu seneng?" tanya Nathan yang melihat binar kebahagiaan di mata gadisnya. Eh, gadisnya?
Arista mengangguk cepat. "Sayang, aku mau kesana, boleh?" rayu Arista.
Nathan mengangguk sembari terkekeh. Arista berdecak kesal karena banyak perempuan yang melirik ke arah Nathan. Bahkan, ada yang berani terang-terangan menatap kekasihnya itu.
"Heh! Mata lo minta gue colok?!" teriak Arista.
Nathan terkejut. Ternyata, dibalik wajah manis Arista, cewek sangat bar-bar. Nathan menarik tangan Arista agar menghindari keributan. Ia tidak mau merusak kencan pertamanya dengan Arista.
"Aku marah! Gak mood shopping lagi!" ketus Arista sembari menghentakkan kakinya kesal.
Nathan menatap Arista panik. Seumur hidup baru kali ini menghadapi marahnya seorang cewek. Dia masih awam tentang dunia percintaan, tidak tau harus berbuat apa. Nathan menggaruk tengkuknya sembari berpikir bagaimana membujuk gadisnya.
"Sayang," panggil Nathan dengan nada lembut.
Tidak mempan. Arista masih memasang wajah cemberutnya dan tidak mau menatapnya. Nathan pun membuka ponsel untuk bertanya pada Zaki yang ahli dalam hal ini. Nathan berdecak kesal karena Zaki tak kunjung membalasnya, padahal playboy cap kaki seribu itu sedang online. Hm, pasti sedang mencari mangsa.
Arista membulatkan matanya kala melihat Nathan. Moodnya semakin anjlok saat Nathan mengabaikannya dan malah bermain ponsel. Arista jadi ragu dengan Nathan. Sepertinya, cowok itu tidak serius menjalin hubungan dengannya.
"Udah, deh. Lebih baik kita putus aja. Kamu gak serius aku, kan, Kak?" ucap Arista ketus.
PRAK!
"Apa kamu bilang? Segampang itu kamu ngomong putus? Darimananya aku gak serius sama kamu, Arista? Kalau aku gak serius, aku gak bakalan mau belanjain kamu barang-barang mewah itu," balas Nathan yang emosinya sudah meluap.
"Oh, jadi kamu gak ikhlas? Nih, aku balikin!" Arista melempar paper bag dengan logo brand terkenal itu ke arah Nathan sembari meninggalkan cowok itu.
Nathan melongo. Benar kata Gery, cewek itu ribet. Sungguh, jika bukan karena cinta, Nathan tidak akan sudi repot-repot mengejar Arista. Gadis itu larinya sangat cepat. Dia terlambat, Arista sudah masuk ke dalam taksi.
"Argh! An**ng!"
***
Nathan mencoba menghubungi ponsel kekasihnya, tapi tidak diangkat. Sepertinya, Arista sengaja mengabaikan panggilan teleponnya. Hal itu membuat Nathan marah. Seumur hidupnya, tidak pernah ada yang mengabaikannya. Dan Arista juga tak boleh mengabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN (ON GOING)
Teen FictionNathan Raganta. Cowok yang tidak tertarik dengan dunia percintaan. Baginya, cinta itu omong kosong. Sampai sekarang, dia belum pernah merasakan apa yang namanya jatuh cinta. Hidupnya sempurna. Keluarganya kaya, utuh, dan harmonis. Dulu dia murid yan...