Siang hari ini terik matahari begitu menyengat. Nathan yang sedang ada pelajaran olahraga serasa ingin ke kantin dan menenggak minuman dingin. Tapi, pelajaran berlangsung terasa begitu lambat. Pak Dendi selaku guru olahraga menerangkan materi dengan waktu yang cukup lama, apalagi posisi mereka berdiri di bawah teriknya matahari.
Baru satu jam kemudian, prakteknya baru dimulai. Hari ini materi pelajarannya bola basket. Nathan cukup menguasai olahraga yang satu ini. Tidak sulit baginya mendapatkan nilai yang bagus.
Bel yang sangat dinanti para siswa pun berbunyi. Nathan dan kawan-kawan bergegas ke kantin. Nathan sudah janjian dengan Arista.
"Hai, Sayang," sapa Nathan pada Arista yang sudah menikmati mie ayam.
"Makan, Sayang. Aku udah pesenin," ucap Arista disertai senyuman manis.
"Apalah gue yang statusnya jomblo lagi," celetuk Zaki dengan memasang wajah murung.
"Inget, Bro. Lo itu fuckboy, bukan sadboy," sahut Nabil.
"Ah, iya. Lupa gue masih ada Andin, Delia, Septiani, Yura, siapa lagi, ya?" balas Zaki sambil mengingat calon korbannya.
"Sok-sok sedih pas diputusin," cibir Gery.
Ketika Gery bicara, barulah Arin mendongak dan menyimak pembicaraan mereka. Arista yang melihat itu hanya tersenyum tipis. Semoga saja perasaan Arin bisa Gery balas.
"Daripada elu. Gagal move on! Yaa!" ejek Zaki.
Wajah Arin langsung berubah. Mie ayam yang tadinya terasa nikmat, sekarang jadi terasa hambar. Sebuah kenyataan yang sulit Arin terima. Apakah benar Gery itu belum merupakan masa lalunya?
"Ngaco! Gagal move on sama siapa coba?" Kini Nathan ikut nyeletuk.
"Aelah, canda kali. Gue cuma---" Ucapan Zaki terhenti, melirik Arin yang menunduk seraya mengaduk-aduk mie ayamnya tanpa minat.
"Kenapa liatin Arin, Kak? Jangan bilang lo mau deketin Arin, ya? Gak akan gue biarin," tanya Arista dengan mata memicing.
Bukan itu maksud Arista yang sebenarnya. Ia hanya tidak mau Zaki membongkar rahasia Arin. Pasalnya, Zaki sudah tau mengenai perasaan Arin pada Gery.
Arin nampak tidak peduli lagi dengan perbincangan mereka. Hatinya sedang tidak baik-baik saja. Ia hendak mengambil saos yang berada tepat di depan Atlas. Arin tampak kesulitan menggapainya. Atlas yang peka pun membantu.
"Makasih, Kak."
"Sama-sama."
Sebuah keajaiban. Dimana seorang Atlas mau membalas ucapan perempuan. Pria itu sangat anti dengan perempuan. Sebatas berbicara pun enggan. Hanya dengan guru perempuan saja ia mau berbincang.
"Demi apa, woy?!" kaget Nabil tak percaya.
Atlas beranjak pergi. Ia merasa ada yang berbeda dari dirinya. Kenapa juga harus membalas ucapan Arin? Ia sangat membenci perempuan. Bahkan, pada orang yang telah melahirkannya, tapi tidak pernah merawatnya. Mencoba menemuinya saja tidak pernah.
"Yah, kok pergi?" Nabil menatap punggung temannya itu bingung.
"Dahlah. Atlas, kan, emang gitu. Rin, gue saranin lo sama Atlas aja, deh. Dia gak brengsek," celetuk Zaki terdengar seperti menyindir seseorang.
Arin yang namanya dibawa-bawa pun sontak mendongak. Menatap Gery yang sedang menatap Zaki dengan tatapan sulit diartikan.
'Gue emang brengsek. Tapi, seenggaknya gue gak pernah mainin perasaan cewek.'
***
Masalah Nathan dengan Om Rendra masih berlanjut. Nathan sekarang tinggal di sebuah apartemen miliknya sendiri. Dulu Nathan pernah meminta ayahnya untuk dibelikan apartemen. Ia pernah berpikir kalau apartemen itu tidak berguna dan rencananya akan ia berikan pada Regan, namun ternyata sekarang sebuah tempat tinggal itu sangat berguna.Nathan menghempaskan tubuhnya ke sofa dan melempar tasnya ke sembarang arah. Sepulang sekolah tadi, ia menemani Arista shopping dulu. Meski, dompetnya terkuras habis, ada kebahagiaan tersendiri saat melihat orang yang kita sayang bahagia dengan pemberian kita. Nathan tidak masalah jika Arista setiap hari mengajaknya ke Mall, yang penting gadis itu tetap berada di sisinya.
Mata yang semula sayu dan hendak tertutup, seketika terbuka kembali saat melihat sosok yang sangat ia benci.
"Bagus, Nathan. Kau mau membuat Ayahmu bangkrut? Kenapa dalam minggu ini pengeluaranmu mencapai 5 milyar? Kau pikir mencari uang itu mudah, ha?!" omel Om Rendra.
Diam-diam Rendra punya akses ke apartemen keponakannya itu. Walaupun, Nathan sudah tidak tinggal di rumah, tapi Rendra tetap mengawasi Nathan.
"Itu urusan gue," balas Nathan santai.
Rendra naik pitam. Bisa-bisanya, Nathan tidak sopan seperti itu. Rendra sendiri yang mengajari Nathan tentang sopan santun, lalu kemana sikap sopan santun yang telah ia ajarkan?
"NATHAN!"
"Ck! Mau lo apa, sih? Gue make duit Ayah gue sendiri, bukan duit lo kok. Gak perlu capek-capek keluar urat cuma mau bikin hidup gue tertekan," ucap Nathan dengan santainya. Tatapan kebencian semakin menguar di matanya.
"Nathan! Jangan kamu pikir saya tidak tau tentang rencana kamu liburan ke Bali. Saya tidak akan mengizinkan kamu pergi, Nathan!" balas Rendra tenang.
Rencana liburan kemarin diundur karena Arista yang sedang tidak enak badan. Nathan menatap Rendra heran. Kenapa pria itu bisa tau semua informasi tentangnya? Padahal, rencana liburan ke Bali hanya ia dan Arista yang tau.
"Sekali lagi, itu bukan urusan Om! Lagian, gue gak perlu izin dari lu. Ada atau enggaknya izin dari lu gak bakal bikin rencana gue gagal," ucap Nathan.
"Sebenarnya, saya tidak masalah dengan rencana liburan kamu. Malah saya berencana akan mengajak Mbak dan Kakak untuk ikut denganmu. Yang jadi permasalahan disini adalah kamu mengajak seorang gadis! Kalian hanya berdua saja! Jangan kamu pikir saya akan membiarkan hal itu terjadi! Tidak akan!" jelas Rendra tenang, tapi penuh penegasan di setiap kata-katanya.
Nathan tertawa renyah. Ia duduk kembali ke sofa dengan mengangkat sebelah kakinya ke atas paha. Nathan menatap Om Rendra dengan santai. Ya, harus dengan cara santai juga untuk menghadapi Om Rendra.
"Mau ikut? Ikut aja. Gak perlu ngomel-ngomel kayak gini. Buang-buang tenaga aja," balas Nathan cuek.
Ceklek!
Pintu apartemen terbuka, menampilkan seorang gadis dengan wajah riang sedang menenteng paper bag. Siapa lagi kalau bukan Arista.
"SA--yang." Arista menatap Om Rendra kikuk.
"Eh, Sayang. Sini." Nathan melambaikan tangan ke arah Arista sembari menepuk pahanya.
Kesal dengan Arista yang tak kunjung mendekat ke arahnya, Nathan pun menarik pergelangan tangan Arista, hingga membuat gadis itu terduduk di pahanya. Aksi itu tak lepas dari pengawasan Om Rendra. Tentu saja dia marah dengan apa yang Nathan lakukan.
"Keterlaluan!"
Plak!
Tamparan Nathan dapatkan dari omnya. Namun, Nathan justru tak menanggapi dan malah mencium bibir Arista dengan santai, tanpa mempedulikan keberadaan Om Rendra.
"Kau!" Om Rendra menunjuk muka Arista. "Perempuan itu harusnya bisa menjaga harga dirinya agar tidak terlihat murahan. Kau diam saja saat ada laki-laki yang bukan suami kamu menciummu? Benar-benar tidak ada harga dirinya," tutur Om Rendra.
Deg!
Ucapan Om Rendra membuat Nathan naik pitam. Berani-beraninya pria tua itu menghina gadisnya. Tidak bisa Nathan biarkan.
BUGH!
***
Berdosa sekali kau, Nathan😣
Jangan ditiru, ya, guys, sikap mereka.
Menurut kalian, yang paling berdosa di sini Nathan, Arista, atau Om Rendra?
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHAN (ON GOING)
Teen FictionNathan Raganta. Cowok yang tidak tertarik dengan dunia percintaan. Baginya, cinta itu omong kosong. Sampai sekarang, dia belum pernah merasakan apa yang namanya jatuh cinta. Hidupnya sempurna. Keluarganya kaya, utuh, dan harmonis. Dulu dia murid yan...