Episode 5
----------------
Dua hari telah berlalu, Selina sudah terlihat baik-baik saja. Bahkan, di saat Xander dan Vanessa bersitegang, dia dengan santainya malah mengompori Xander dengan mengatakan kalau Vanessa sengaja mendorongnya dan membiarkannya tenggelam. Sontak hal itu malah memper keruh hubungan Xander dan Vanessa. Selina? Jangan ditanya, dia yang paling bahagia.
Anggaplah Selina jahat, ah ... Elva maksudnya. Tapi siapa yang peduli? Dia hanya ingin bahagia dengan caranya. Tidak peduli jika dia harus egois atau menyakiti orang lain. Sudah cukup di kehidupan sebelumnya Elva terus bersabar atas keadaannya yang jauh dari kata bahagia. Kini saatnya dia mempertahankan apa yang di milikinya dan mengambil apa pun yang diinginkan.
Terlebih ada hal besar melatari sikap Elva saat ini.
"Selina, kamu sudah siap belum?" tanya Genta sambil mengetuk pintu kamar Selina.
"Sudah, Bang. Sebentar," jawab Selena. Derit pintu terdengar, muncul sosok gadis yang sangat cantik dari balik pintu.
Kemarin, Genta meminta Selena mengganti dari panggilan 'Kak' menjadi 'Abang'-agar kesannya tidak ada jarak. Xander pun merengek seperti anak kecil ingin di panggil sama seperti memanggil Genta.
"Ayo," ajak Genta, mengulurkan tangannya dan di terima baik oleh Selina.
Senyuman tersungging indah di bibir Selina. Sudah lama dia memimpikan hari ini. Hari di mana, dia bisa berbelanja sepuasnya tanpa memedulikan seberapa banyak uang yang di keluarkan.
Ya, Genta hari ini mengajak Selina ke Mall. Tentu untuk membuat sang adik bahagia. Awalnya Xander ingin ikut, tapi dia sudah ada jadwal kerja di rumah sakit yang tidak bisa dia alihkan kepada dokter lain.
Mobil mewah berwarna biru navy itu membelah jalanan ibu kota. Untung saja hari ini tidak terlalu macet, mengingat masih hari kerja.
"Dek, kalau ada yang tanya kamu siapanya Abang, jawab aja, pacar Abang," titah Genta kalem. Matanya tetap fokus melihat ke depan.
"Oke," jawab Selina, tanpa mau tahu alasannya.
Lagi pula, lebih baik pura-pura punya pacar, 'kan? Jadi orang cantik itu susah nafas kalau masih jomlo. Untungnya juga, Selina punya Abang yang tampannya luar biasa.
"Kamu enggak tanya alasannya?" tanya Genta, dengan nada penasaran.
"Enggak, tuh. Lagi pula, Selina malas menghadapi para buaya yang suka tebar pesona," jawab Selina.
Duh ... langsung menyentil hati Genta. Pasalnya, dia termasuk playboy atau dengan kata lain dia-buaya berwujud manusia- yang suka tebar pesona.
"Oh, begitu." ucap Genta, berusaha untuk menutup topik.
"Nanti mau beli apa aja?" tanya Genta, tentu saja agar menghindari tapik 'buaya tebar pesona'. Dan itu berhasil!
"Emm, mau beli baju, tas, celana, sepatu, jam tangan dan gak tahu deh, kalau ada yang aku suka langsung dibeli," jawabnya, sambil menghitung dengan jari barang apa saja yang akan dibelinya.
"Bagus. Bayarnya pakai uang siapa?"
"Uang Abang, lah. Abang itu gak boleh pelit sama adiknya. Kalau pelit nanti kualat," tutur Selina, sok menasihati.
'Mampus! Uang gue ludes deh,' maki Genta pada dirinya sendiri.
"Iya, gak akan pelit, kok," seru Genta, sambil tersenyum. Cih, lain di mulut lain di hati. Dasar Genta!
***
Genta dan Selina sudah tiba di Mall satu jam yang lalu, dan sudah banyak sekali paper bag yang di bawa Genta. Isi setiap paper bag hanya barang-barang kecil dengan harga kisaran Rp 5-10 jutaan. Lalu, barang paling mahal itu baru tas bermerek yang baru saja launching dengan harga Rp 200 juta.
"Bang, gaunnya bagus banget beli-in ya," pinta Selina sambil merengek, menunjuk gaun berwarna pink yang sangat cantik.
Genta meringis melihatnya. Bukan apa-apa, kelihatan sekali kalau baju itu sudah ada yang menawar.
"Dek, yang lain aja, ya. Itu udah ada yang mau beli," tawar Genta.
"Enggak mau! Pokoknya mau gaun itu. Kalau enggak dapat in gaunnya, aku bakalan mogok makan," ancam Selina. Selina membuang muka ke samping. Wah, sifat keras kepalanya kambuh di saat yang kurang tepat.
"Yang lain aja, oke. Nanti, Abang bantu bujuk Ayah supaya izin in kamu pindah sekolah," rayu Genta dan berhasil!
"Oke, sepakat." balas Selina, menarik tangan Genta ke toko lain.
Sebenarnya, beberapa minggu yang lalu Selina meminta agar dia pindah sekolah. Dia hanya ingin mencari sesuatu yang baru. Tapi, permintaannya itu belum di kabulkan. Ralat, bukan belum, tapi sudah. Hanya saja, Selina belum di beri tahu. Genta memang licik.
Setelah beberapa kali berkeliling, Selina merasa perutnya lapar. Jadi, Selina mengajak Genta ke tempat makan di lantai dua. Namun, tidak di sangka-sangka, mereka bertemu Geng Black Crow. Selina tidak tahu, jenis geng seperti apa ini.
"Hai, Mabos. Udah lama gak ketemu," sapa Ivander Hastanta Haldis.
(Mantan Bos) (Bos aja ada kata mantannya, apalagi hubungan kamu sama dia yang baru seumur jagung, bisa berakhir lebih mengenaskan.): Mending jangan pacaran, okay.
"Iya, Bro. Akhir-akhir ini gue sibuk," kata Genta, sambil menarik kursi untuk di duduki Selina.
"Sibuk pacaran?" tanya Owen Ravindra atau yang sering di panggil Ravin melirik Selina.
"Hmm, gitu deh," jawab Genta, malas.
"Kenal-in dong, mabos," celetuk Enzi Witton-satu perangkat dengan Genta-buaya berwujud manusia.
"Buaya," desis Selina, tanpa di sadarinya terdengar oleh seseorang dengan ekspresi datar di sampingnya.
"Oke, boleh. Tapi sebelum itu, mau bagian tubuh mana dulu yang gue putusin?" tanya Genta, santai.
Anak inti Black Crow meringis mendengarnya. Kecuali si ketua geng-Cavero Adelard Bahran.
"Kepala," celetuk Vero tanpa ekspresi. Semuanya menahan nafas. Gila!
Genta tergelak, "Lo memang sohib gue, Ver," ujar Genta bangga. Menepuk bahu Vero.
"Ampun bang jago," ucap mereka serentak.
Selina dari tadi hanya menatap malas interaksi yang tidak ada manfaatnya ini. Perutnya lapar sekali dan sang Kakak malah sibuk ngobrol. Selina menendang keras kaki Genta, sampai si empunya meringis kesakitan.
"Aku lapar, Genta Sayang." kata Selina dengan nada lembut dan menekankan kata di bagian akhir kalimatnya.
"Eh, maaf-maaf. Aku lupa," panik Genta, lalu melihat buku menu, mengabaikan rasa sakit di kakinya.
Selina menatap heran ke tiga orang di depanya. Tampang mereka bodoh bin idiot! Seolah mereka baru saja mendapat rezeki nomplok.
"Dih, teman-teman Bang Genta stres semua, kecuali lelaki yang di samping aku, dia masih sedikit waras, sedikit." gumam Selina, tanpa menengok orang yang di maksud.
Cavero memang orangnya cuek, pakai banget. Dia punya pacar yang bernama-Lakeisha Kallista-gadis berhati lembut, maybe. Sedari tadi dia menatap Selina yang di sampingnya dengan pandangan yang sulit di tebak.
'Pacarnya Bang Genta ya? Cukup unik.' batin Vero.
Vero cukup dekat dengan Genta. Dulu, Genta sering menolong Vero di saat keadaan terdesak. Vero sangat menghormati Genta. Genta sudah di anggap saudara oleh Vero. Karena itu, dia penasaran sekali dengan gadis yang bahkan tidak di perkenalkan namanya itu. Gadis yang berhasil menaklukkan Genta, si raja tawuran.
Lebih dari itu, Vero penasaran dengan sifat gadisnya Genta yang berwajah jutek. Sepertinya, dia gadis setia sekaligus galak. Eh, kenapa Vero harus peduli?
***
Jangan lupa Vote, Comen And Share.
Terima kasih bagi yang sudah mampir.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMPUS ITINERANTUR (END)
FantasiSudah Revisi. Elvaretta Sakya. Seorang penulis novel terkenal bergendre mistis. Hidupnya tidak seindah yang orang-orang bayangkan. Ayahnya pemabuk dan ibunya entah berada di mana. Setiap hujan turun, ayahnya selalu menyiksa Elva. Hingga suatu malam...