Permisi Bang Tama hadirrrr
Seperti biasa jangan lupa LOVE dan COMMENT yang banyak hahaha
Tama
Walau perkuliahan baru dimulai beberapa bulan lagi, aku sudah menetap di Bandung sejak 1 bulan yang lalu. Hitung-hitung beradaptasi dan memulai pengembangan cabang bisnisku. Aku sudah mengembangkan bisnis ukir tradisional ini sejak masih duduk di bangku SMA. Bermodalkan rasa ingin tahu dan sedikit modal dari Ayah, ukir tradisionalku begitu digemari oleh wisatawan.
Bertahun-tahun kemudian, yaitu saat ini pesananku pun tidak hanya dipesan di kawasan Bali saja. Berbagai daerah di Indonesia bahkan pesanan luar negeri pun rutin kudapatkan untuk produk ukir tradisional ini. Bisnis milikku di Bali sudah tidak kukerjakan sendiri lagi. Sudah ada sekitar 15 pekerja yang membantuku untuk memproduksi pesanan.
Saat aku tahu berencana menjalani perkuliahanku di Jakarta, aku sudah terpikir juga untuk membuka cabang bisnis ini di sana. Sayangnya takdir membawaku ke Bandung, bukan Jakarta. Secara peluang bisnis, kurasa Bandung tidak kalah dengan Jakarta. Kurangnya hanya di sini aku tidak bisa memiliki Lia. Rencanaku untuk memilikinya lebih cepat sepertinya akan terhambat.
Aku sempat menunda upayaku terkait Lia. Rencanaku akan menstabilkan dahulu kehidupanku di kota yang tidak kurencanakan ini, sebelum akhirnya Lia bisa kubawa ke sisiku. Dekat dan tidak dapat lepas. Itu suatu bentuk kerelaanku, walau pikiranku tentu tetap dipenuhi oleh satu nama saja. Lia.
Masih betah memikirkan mengenai Lia, malam hari sebelum menutup bengkel ukir tradisional cabang Bandung ini, aku mendadak mendapatkan telepon. Nama kontak yang kusimpan sebagai Papa Lia muncul di layar dan membuatku terperanjat.
Cepat aku mengangkat telepon sambil berdeham sekali menyiapkan suara terbaikku.
"Halo. Selamat malam Om," jawabku langsung dengan sapaan. Kode untuk Om Bee bahwa aku sudah menyimpan nomornya.
"Halo Tama. Ini Om Bee, Papa Lia ...." Om Bee menyapa kembali tetap memperjelas identitasnya.
"Halo Om. Apa kabar? Semoga sehat selalu ya Om," ucapku basa-basi memulai komunikasi tidak terduga ini.
Om Bee alias Papanya Yaya ini bukan tipe yang akan menghubungi aku lebih dulu. Walau sudah bertahun-tahun mengenal dan menjadi teman terdekat Lia, Om Bee selalu memperlakukan aku dingin. Pertemuan kami yang sering terjadi karena kedekatanku dengan Lia pun biasanya tidak menimbulkan banyak perbincangan, karena Om Bee selalu menjaga jarak dariku. Jadi komunikasi ini memang benar tidak terduga.
"Om sehat. Kamu bagaimana Nak? Sekarang sudah tinggal di Bandung ya kata Tante Nita," ucap Om Bee kali ini.
"Iya Om. Keterimanya di Bandung padahal sebenarnya pilihan pertama ke Jakarta," jawabku ditutup dengan kekehan.
"Oh ya tidak apa-apa. Kampus kamu itu juga terbaik kok di Indonesia. Kamu juga bisa sekalian kembangkan bisnis kamu 'kan?" Om Bee terus memimpin pembicaraan terarah. Layaknya seorang pengusaha berpengalaman, Om Bee mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya membuatku menceritakan mengenai bisnis yang kubangun dan lokasi cabang terbarunya di kota Bandung ini.
"Oh jadi lokasi kamu tinggal itu satu tempat sama bisnis kamu?" tanya Om Bee kali ini mendadak menjadi lebih spesifik ke lokasi di mana aku akan tinggal.
"Iya Om. Deket kampusku juga biar bisa hemat hahaha ...." jawabku cepat.
"Rumah kamu tinggal ada kamar lebih nggak Tam? Lingkungannya aman nggak ya?" tanya Om Tama kali ini.
"Ada Om. Kalau boleh aku bertanya kenapa ya Om?" aku mulai tidak dapat menahan penasaran lagi dengan perbincangan yang sudah berlangsung hampir 30 menit ini.
"Oh ini Lia ...." ucap Om Bee lalu terjeda sebentar.
Aku yang mendengar nama wanita pujaanku disebut pun langsung bersikap waspada. Aku juga khawatir dengan informasi selanjutnya yang akan aku dengar mengenai Lia. Ada apa dengannya?
"Lia kenapa Om?" tanyaku cepat.
"Lia ada pelatihan di Bandung Tam. Ada akomodasi tempat tinggal sih dari sekolahnya, tinggal sama peserta lain dan gurunya. Tapi Om kurang setuju karena peserta lain laki-laki semua dan senior dia semua. Lalu Tante Nita sarankan Lia tinggal sama kamu saja selama di Bandung. Om pikir-pikir ya ada benarnya juga. Biar bagaimanapun kamu sudah lama kenal dengan keluarga Om, khususnya Lia. Keluarga kamu juga kita kenal semua. Tapi Om tadi pertimbangkan dulu lokasi dan lingkungan kamu tinggal. Kebetulan tidak terlalu jauh dengan lokasi akomodasi yang disediakan oleh sekolah dan penyelenggara juga. Jadi Om pikir pas juga kalau Lia tinggal di tempat kamu. Kalau menurut kamu bagaimana Tama?" penjelasan panjang Om Bee akhirnya terjeda bersamaan dengan senyum bibirku yang sudah mencapai telinga.
Ya, sambil mendengarkan penjelasannya senyumku sudah tidak dapat tertahankan lagi. Lia akan ke Bandung, akan tinggal denganku, hanya ada bersamaku, dan berada di dalam wilayah kekuasaanku. Is this a gift for me?
"Halo Tama? Nak? Bagaimana menurut kamu? Kalau kamu keberatan ya tidak apa-apa juga. Nanti biar Tante sama Om carikan tempat tinggal terpisah untuk Lia dengan ditemani seseorang yang kami bayar menjaganya," Om Bee berkata lagi dengan rencana alternatif yang tidak akan kubiarkan terjadi.
"Tidak usah begitu Om. Lia tinggal sama Tama saja. Tama nggak keberatan. Ada dua kamar lagi kok di rumah ini. Ini rumah Tama Om, walaupun belinya masih didulukan Ayah, tapi Tama bayar ke Ayah cicil," entah mengapa aku malah jadi menjelaskan asal usul rumah yang kutinggali saat ini. Pikiranku berniat sedikit menunjukkan kemapanan pada laki-laki yang akan menjadi mertuaku nanti ini. Walau aku yakin pasti saat ini Om Bee pun bingung dengan penjelasanku yang tidak diduga-duga.
"Oh gitu ... hebat kamu Tam. Oh ya rencana lusa Om sama Tante akan antar Lia ke Bandung. Bisa langsung ke tempat kamu atau kamu perlu waktu persiapkan rumah? Kalau perlu waktu, Om sama Tante dan Lia nanti tinggal di hotel dulu beberapa hari," ucap Om Be kembali.
"Hah nggak usah ke hotel Om. Om, Tante, sama Lia langsung ke tempat Tama aja. Kamarnya selalu bersih kok, jadi bisa langsung ditempatin," cepat aku menolak ide Om Bee. Aku ingin lebih cepat bertemu Lia dan membawanya masuk ke dalam wilayahku.
Begitulah percakapan antara aku dan Om Bee berlanjut hingga akhirnya aku hanya perlu menunggu sebentar lagi. Sebentar lagi saja sebelum memiliki Lia untuk selamanya.
*****
Pagi hari ini aku bangun dengan semangat luar biasa. Menanti kedatangan wanita pujaanku yang rencananya akan tiba siang ke sore nanti. Aku sudah menyiapkan berbagai perabotan yang mungkin dibutuhkannya di kamar. Ya, walaupun memang kamar itu sebelumnya sudah bisa langsung ditempati tetap saja aku harus mendekorasinya sedikit untuk membuat si putri cantik betah.
Membuat Lia betah dan nyaman beberapa hari awal di kamarnya di Bandung ini sangat penting. Karena jika sesuai rencana, kamar itu nantinya tidak akan dibutuhkan lagi, ya hanya akan digunakan beberapa hari sebelum Lia akan ada di kamarku tanpa bisa keluar lagi.
The moment she walked into my life, there is no way out for her.
Bersambung
-------------------
HALO HALO
YANG NANYA CERITA ANITA BIMO, MAAF BELUM LANJUT KARNA VOTENYA BELUM SAMPE 100
YANG MAU CARI BACAAN BARU, BOLEH LHO MAMPIR KE AKUN DREAME AKU
Nama akunnya Acaciauthor. Ada empat cerita di sana.
Cerita Jelita Andrian ada 10 extra part loh di sana.
Cerita Sasha dan Sashi adik kembarnya Tama di sana masih GRATIS.
AYO MELUNCURRRR :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnolia's
DragosteAura dingin yang selalu terpancar ke luar adalah satu-satunya tameng yang dimilikinya. Dia adalah Lia, wanita dingin dan keras kepala. Dia adalah Lia, wanita yang berpendirian teguh. Dia adalah Lia, wanita yang tidak melihat arti dari keberadaan pri...