Ehem :D
Ayo ada 50 votes baru aku update lanjutannya ya :) Jadi pencet vote yang banyak please...
Lia
Sejak tadi pagi Mama dan Tante Nita terus repot memilihkan baju yang akan kubawa ke Bali esok hari. Besok aku memang akan pergi bersama Tante dan Om ke Bali. Papa dan Mamaku yang memang anak tunggal, membuat aku tidak memiliki Tante dan Om, kecuali Tante Nita dan suaminya.
"Mba... si Lia nggak punya bikini?" tanya Tanteku mendadak setelah mengubek-ubek isi lemariku.
"Hush... ngomong apa kamu? Lia masih anak-anak lho... Kalau Bee denger kena omel kamu Nit..." Mama segera mendiamkan Tante Nita yang kata-katanya selalu saja tidak berhenti mengejutkan sejak dulu.
"Anak-anak? Duh Mba... Lia nih udah mau naik kelas 11... Udah mau lulus SMA... Badannya aja udah lebih sexy dari aku... Mananya yang masih anak-anak?" ucap Tante Nita lagi kini sambil menghampiriku dan menepuk bokongku cukup keras.
"Aduh Tan, sakit ihhh..." keluhku kesal.
"Kamu nggak mau punya bikini? Belum pernah pakai bikini?" kini Tante Nita bertanya padaku.
"Pernah kok..." jawabku asal.
"Hah kapan?" tanya Mama dan Tante Nita bersamaan.
"Dulu lho Ma... Pas kita berenang di Hawaii..." jawabku lagi masih acuh tak acuh.
"Astaga... Itu... Mama kira kapan... Iya bener Nit... Lia udah pernah pake bikini kok, pas dia umur 5 tahun kita liburan ke Hawaii... Hahaha..." Mama tertawa terbahak-bahak mendapati wajah kesal Tante Nita mendengar jawaban kami.
"Ah yaudah... Kita beli di sana aja nanti ya sayang... Biar kamu tahu kalau badanmu ini bakal jaw dropping pake bikini..." ucap Tante Nita dan membuat Mama semakin geleng-geleng kepala.
"Bee bakal marah besar ya Nit... Aku cuma ngingetin kamu buat hati-hati..." kata Mama dan malah membuatku terpancing untuk bersekongkol dengan Tante Nita.
"Kenapa sih Ma? It's just a bikini... Apa masalahnya? Papa mah selalu begitu... Mama juga ikut-ikutan..." keluhku.
"Bukan gitu Lia... Papa itu mau menjaga kamu... Mau kamu bisa tumbuh dengan baik dan aman... Papa nggak mau kamu terluka, sayang..." Mama menasehatiku.
Hal ini selalu saja diucapkan Mama setiap aku mempertanyakan semua peraturan Papa yang seperti mengekangku. Peraturan Papa ini semakin terasa ketat, sejak aku lulus SMP. Aku yang awalnya sangat dekat dengan Papa, lama-lama merasa kesal dan tidak memiliki privacy lagi.
"Mba udahlah... Lia jangan diteken melulu... Aku janji deh jagain dia selama di Bali... Mas Bee juga udah izinin kan? Nanti kalau Lia nggak mau, juga nggak akan kupaksa pakai bikini kok... Let her explore many things, Mba..." aku mendengar Tante Nita mencoba menenangkan Mama.
*****
"Paa... Lia pergi dulu ya... Malam ini nginep di rumah Tante Nita soalnya besok pesawat pagi..." ucapku saat memasuki ruang kerja Papa malam ini.
"Sini peluk Papa dulu..." ucap Papa berdiri dari kursinya sambil merentangkan tangan.
Tanpa pikir panjang, aku pun langsung masuk ke pelukan Papa yang sangat kusukai sejak dulu.
"Baik-baik ya sayang... Jangan bikin repot Tante sama Om di sana... Jangan bawa motor... Jangan pakai bikini..." ucap Papa dan membuatku kaget. Jangan-jangan Papa mendengar mengenai perdebatan bikini di kamarku barusan.
Papa yang menangkap gerak tubuhku yang mendadak kaku pun tertawa.
"Hahaha... Oke you can wear it if you want... Tapi harus tetap selalu ada dekat pengawasan Tante sama Om ya..." ucap Papa lagi.
"Aku belum ada keinginan mau nyoba kok Pa... Aku tadi ngomong begitu karena... emmm... Papa denger ya? Aku ngomong tentang Papa tadi?" tanyaku kemudian.
Jika Papa mendengar keluhanku di kamar tadi pasti Papa akan sedih. Aku tidak mau Papa sedih.
"Hahaha... kalau dengar kenapa memangnya?" tanya Papa dan kini aku berusaha melepas pelukannya.
"Paaa... Maafin Lia... Lia cuma sebel sama Papa yang suka larang-larang... Tapi Lia sayang Papa..." aku mencoba menjelaskan.
"I know baby... It's okay... Papa cuma nggak mau kamu terluka..." Papa berucap sama persis dengan kata-kata Mama sebelumnya.
Aku pun semakin tidak paham, memang apa yang akan membuatku terluka?
*****
Bali
"Ahhh sampe juga akhirnya..." riang Tante Nita saat kami memasuki bandara I Gusti Ngurah Rai.
Saat itu juga Tante Nita langsung menggiring aku dan Wira (anak satu-satunya Tante Nita yang berusia 8 tahun) menuju desain Pura tempat banyak wisatawan mengambil foto di bandara ini.
"Lia... Wira... lihat ke sini ayo... Satu... dua... tiga..." ucap Tante Nita berulang-ulang tidak puas juga sudah mengambil banyak sekali foto.
"Mas... kamu ambil Wira dulu dong... Aku mau fotoin Lia sendiri buat dikirim ke Mba Rose dan Mas Bee..." kini Tante Nita menginstruksikan suaminya.
"Lia now pose..." Tante Nita berucap menandakan padaku bahwa sesi pemotretan ini belum akan selesai dalam waktu dekat.
Akhirnya Tante Nita puas juga mengambil gambar dan kini kami sedang berjalan menuju lobby penjemputan. Saat ini kami sedang duduk sambil menunggu mobil yang akan menjemput kami.
"Hi Bro... how are you?" aku yang sedang sibuk dengan telepon genggamku akhirnya mendongak ketika mendapati seseorang berbicara pada Wira yang duduk di sisi kiriku.
"Oh jadi dia yang menjemput kami..." ucapku dalam hati.
Sepanjang perjalanan aku hanya diam dan fokus memandangi jalanan Bali yang padat di siang hari ini. Tidak tahu harus melakukan apa selain membuang wajah kikuk, karena saat ini aku duduk di bangku samping pengemudi yang adalah Tama.
Tama, nama itu yang sempat membuatku enggan untuk ikut dengan Tante Nita ke Bali.
Sebenarnya aku tidak perlu kaget jika ikut bersama Tante Nita ke Bali, pasti akan bertemu dengan Tama. Bagaimanapun juga, Tama adalah keponakan kandung Tante Nita. Keluarga Om Andrian dan Tante Jelita yang adalah orangtua Tama sudah cukup lama menetap di Bali. Jadi wajar saja bahwa Tante Nita akan mengunjungi keluarga abangnya terlebih dahulu.
"Kamu apa kabar Ya?" mendadak Tama bertanya padaku, padahal dari tadi aku sudah berusaha mengacuhkannya yang sibuk berbincang dengan Tante, Om, dan Wira.
"Benar kan ya dia bertanya padaku?" aku mulai meragu dalam hati.
Memang hanya dia yang sejak dulu memanggilku dengan sapaan Yaya atau Ya. Jadi aku yang tidak mau semakin terlihat salah tingkah pun menjawab dengan percaya diri "Never been better..."
Sudah hanya itu saja yang kukatakan, tidak ada upaya sedikit pun untuk bertanya balik bagaimana kabarnya. Masih ada yang belum terselesaikan antara aku dan dia. Jadi aku tidak akan pernah bersikap baik-baik saja, seperti apa yang selalu dia tampilkan di hadapanku.
"Lia tuh populer banget di sekolahnya. Nana yang ada di gedung SMP aja selalu cerita kalau Lia ditembak senior yang ganteng melulu... Bener nggak sih itu sayang?" sahut Tante Nita kini.
Aku hanya menggeleng pelan dan berkata "Nana jangan didengerin Tan... Suka aneh dia tuh..."
"Berarti kamu udah punya cowok dong Ya?" kembali Tama bertanya dan kali ini pertanyaan itu membuatku mendelik tajam ke arahnya.
Aku mendapati raut wajah jahil terpatri di sana, lengkap dengan senyum miringnya.
"Sorry... I don't need a man..." lontarku dingin.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnolia's
RomanceAura dingin yang selalu terpancar ke luar adalah satu-satunya tameng yang dimilikinya. Dia adalah Lia, wanita dingin dan keras kepala. Dia adalah Lia, wanita yang berpendirian teguh. Dia adalah Lia, wanita yang tidak melihat arti dari keberadaan pri...