🍵 Happy reading 🍵
"Levi ada apa? Kenapa kau terus melamun, apa ada yang menggangu pikiranmu saat ini?" Terdengar suara seseorang yang terus memperhatikan gerak gerikku, nada dari suaranya terdengar sangat khawatir.
"Maaf, tidak apa." Ucapku menenangkan nya walau aku tidak dapat melihat ekspresi apa yang sahabatku berikan kepadaku, ini sangat menyakitkan.
Beberapa tahun yang lalu setelah aku selesai dengan kerja kantorku yang melelahkan aku disekap oleh seorang pemuda yang tidak kukenal, pemuda bajingan itu menutupi wajahnya dengan topeng anehnya dan membuat kedua bola mataku merasakan rasa panas sekaligus perih yang kurasakan.
Saat itu aku berpikir apa aku mempunyai salah kepada beberapa orang lain? Itu yang terpendam dalam lubuk hatiku, demi apapun aku sama sekali tidak pernah membully dan melakukan hal jahat lainnya sampai-sampai pemuda itu tega membuatku seperti ini.
"Kenapa kau selalu meminta maaf? Tidak usah khawatir, kedua matamu akan sembuh secepatnya, kita hanya butuh waktu operasi lagi untuk membenarkan kontak lensa pada matamu."
Aku hanya terdiam mendengar sahabatku yang membicarakan tentang keadaan ku, karena masalah ini aku dipecat dari perusahaan dan menganggur tinggal bersama kedua sahabat ku Isabel dan Farlan.
"Terimakasih Farlan, sekali lagi aku minta maaf telah merepotkan mu." Ini tidak sepenuhnya kemauanku untuk tinggal ditempatnya, aku tahu ini merepotkan.
"Hei tenanglah untuk masalah ekonomi itu seratus persen tidak berkurang, aku dan Isabel bahkan memproses café yang kau buat dulu. Karena itu, janganlah meminta maaf kepadaku kau sudah berusaha untuk semua ini."
Benar, aku buta tapi tidak sepenuhnya permanen. Namun ini dapat disembuhkan, tapi dengan membutuhkan banyaknya biaya pengobatan untuk operasi mata selanjutnya. Aku tahu Farlan mencoba membuatku tenang tapi tetap saja aku tidak terlalu menyukai bergantung kepada seseorang, terlebih ia adalah sahabat yang ku punya.
"Aniki! Farlan! Lihat apa yang ku temukan!"
Suara Isabel membuat kami memperalihkan pandangan kepadanya dengab teriakan cempreng seperti biasanya, kedua kelopak mataku tetap terbuka namun yang kulihat tetaplah kegelapan yang kelam.
"Hm? Memangnya apa yang kau temukan? Beritahu kami, aku harap yang kau temukan dapat memuaskan kami."
Suara langkah kaki terdengar menuju pada kami berdua yang sedari tadi duduk tenang pada ruang tamu. Walaupun aku buta, namun beberapa indra lainnya sudah mencukupi ku untuk melakukan hal lainnya.
"Ini! Aku mencari-cari keberbagai tempat untuk menyembuhkan mata Aniki tanpa biaya dari operasi!" Isabel mengatakannya dengan bangga akan kepercayaan dirinya.
"Oh benarkah? Aku tidak sepenuhnya percaya jika hanya meditasi saja bisa menyembuhkan kedua bola mata, Levi?"
Aku hanya diam mendengarkan percakapan mereka berdua, sesekali aku akan mengambil teh hitam ku dan menyesapnya nikmat. Sudah lebih dari beberapa bulan aku belajar untuk berjalan menggunakan tongkat dan meraba-raba, tidak ingin merepotkan lagi untuk kedua sahabatku.
"Apa salahnya mencoba, bukan? Jika dalam terapi ini Aniki bisa melihat kita bersyukur! Sedangkan jika ini percuma, kita kembali pada awal dimana Aniki harus melaksanakan operasi pada lensa kontaknya."
"Benar aku setuju denganmu, apa salahnya jika mencoba terlebih dahulu. Tapi aku hanya ragu dan tidak yakin dengan ini, namun mau bagaimana lagi."
Entah benar atau tidak aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi dengan kedua sahabatku, aku tidak tahu itu. Tapi ini sangat menyakitkan jika aku menolak rencana yang sudah Isabel berikan kepadaku.
"Bagaimana menurutmu, Aniki? Tenang saja jangan khawatir! Kedua mata Aniki akan sembuh dan dapat melihat seperti dulu, aku jamin!"
To be continue
⊱━━━━━ « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ━━━━━⊰
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Evil
Horror[•Fanfiction Ereri Indonesia•] Waktu berjalan dengan cepat sampai aku sudah berada ditingkat semester tujuh para unit senior kelas menengah, biasanya kami akan terus belajar tidak kenal akan waktu hingga kami berada di jenjang pendidikan akhir. Aku...