🍵 Happy reading 🍵
"Apa?"
Ia tidak menjawab pertanyaan yang sudah ku lontarkan kepadanya, salah satu tanganku ditariknya menuju pada pundaknya untuk membantuku berjalan dengan cepat.
"Tidak ada waktu lagi! Pembunuh itu sudah menemukan kita disini!"
Aku tersentak mendengar pernyataan darinya. Kami berdua terus berlari meninggalkan pintu satu-satunya untuk jalan keluar dari semuanya.
Tap! Tap! Tap!
Hentakan keras dari lantai membuktikan sang pembunuh juga ikut mengejar kami berdua, otakku bekerja mencari cara agar membuat Isabel selamat dan berhasil kabur dari pengejaran.
Tidak ada cara lain yang harus kulakukan selain melakukan ini
"Isabel, lepaskan tanganmu, kau akan sangat lama jika berlari membawaku seperti ini."
"Huh?! Apa yang Aniki katakan! Aku tidak mau selamat jika Aniki tidak ikut bersamaku untuk keluar dari sini bersama!"
Untuk kedua kalinya Isabel memanglah sangat keras kepala, aku tidak tahu harus berbuat apa selain berlari dan menjadi salah satu beban untuknya. Rasanya aku mulai tidak berguna sekarang, tidak ada yang bisa kulakukan selain berdiam diri dan membisu.
Ctik! Sreek!
Kedua mataku membelalakk lebar mendengar suara jeritan kesakitan menyayat hatiku. Isabel terjatuh kedepan dengan aku yang sudah bergerak terduduk disampingnya, setelah satu barang tajam seperti mengenai pada punggungnya.
"Aaarrrghhh!! Sakit! Hiks-Aniki sakit! Rasanya sakit."
Panik melanda, membuatku tidak berhenti untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Aroma anyir darah yang menyengat tercium pada hidungku, bau itu menuju pada pundak dari Isabel.
"Ka-Kapak?"
Isabel tidak berhenti untuk menjerit kesakitan disaat pundak kecilnya itu mendarat sesuatu benda tajam yang merobek kulit dagingnya, hingga terbelek mengeluarkan banyaknya darah yang merembes jatuh pada lantai.
"Hiks-sakit, aku tidak tahan.. sakit-aargh! Sakit.. sakit."
Kedua tanganku bekerja menarik dengan perlahan kapak yang sepertinya sudah berkarat itu, takut akan infeksi yang menyebar pada kulitnya.
"Aniki awas! dibelakang mu!"
Deg...
Nafasku tercekat merasakan hawa pembunuh tepat berada dibelakang ku, keringat dingin membasahi pelipis dan tubuh dengan kedua tanganku bergetar ingin mencabut kapak itu yang masih bersarang.
Greep! Duagh!
"Aughh-uhuk! Uhuk-Isabel!" Rasa besi terasa jelas pada lidahku, disaat tubuhku dihempaskan jauh oleh pembunuh berdarah daging yang ingin membunuh Isabel.
Punggung dan dadaku terasa sakit dengan kepalaku yang mulai sangat pusing, sekuat mungkin aku mencoba untuk bergerak mendekati kedua manusia dihadapan ku.
Chop! Chop! Sreek!
"Aaaaeghhh!! Sakit-ngh, hentikan! Arrghhh! Tolong-hiks arghh, sakit.. Aniki-agrh!"
Terdengar suara kulit dan daging yang terbelah dua, aroma darah semakin menguat merasuki indra penciumanku. Jeritan demi jeritan kesakitan terdengar saat pembunuh itu asik menusuk-nusuk tubuh Isabel.
Greep!
"Kumohon-hiks berhenti, jangan membunuh Isabel.. hanya ia satu-satunya yang kupunya." Kedua tanganku mencengkram kakinya erat dan bersujud memohon nya untuk berhenti, "Jangan siksa dia-hiks, lakukan apa yang kau mau padaku, tapi kumohon jangan adikku."
Setelah aku mengatakannya, pembunuh yang gila itu berhenti untuk menusuk kulit daging dari Isabel dan beralih menghadapku.
Suara jeritan siksaan neraka berhenti menjadi isakan tangis dan ringisan kesakitan.
Tubuhku bergetar disaat ia membungkukkan badannya seperti menatap punggung belakangku yang terus menunduk dan bersujud.
"Apapun?"
Aku tersentak mendengar suara dari bibir rapatnya itu keluar, ini pertama kalinya aku mendengar suara pembunuh berantai yang membalas perkataan ku.
Setelah beberapa detik aku terdiam, pada akhirnya aku mengangguk kecil dan menyetujui permintaannya.
Ini semua demi Isabel agar ia selamat dan berhasil keluar dari sini.
To be continue
⊱━━━━━ « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ━━━━━⊰
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Evil
Horror[•Fanfiction Ereri Indonesia•] Waktu berjalan dengan cepat sampai aku sudah berada ditingkat semester tujuh para unit senior kelas menengah, biasanya kami akan terus belajar tidak kenal akan waktu hingga kami berada di jenjang pendidikan akhir. Aku...