🍵 Happy reading 🍵
Terdiam membisu dan merenungkan kembali apa yang akan kulakukan untuk beberapa hari selanjutnya, apa mungkin aku akan merencanakan lagi untuk keluar dari sini? Atau berdiam diri menuruti pembunuh itu katakan padaku?
Aku tidak tahu dan bimbang dengan rencana yang akan ku putuskan untuk esok harinya.
Mengenai seorang pembunuh itu dia sudah keluar dari ruangannya beberapa jam yang lalu.
Ia berkata akan memberikanku sesuatu setelah selesai dengan pekerjaan anehnya.
Aku bosan
Sejak tadi aku hanya terlentang pada ranjang dan bergulung didalam selimut yang hangat, pemuda itulah yang mengangkat ku lagi pada ruangan kamar miliknya.
Jujur saja aku tidak berani untuk keluar setelah mendengar ancaman mengerikan yang keluar dari suara beratnya itu. Aku hanya takut.
Lama melamun membuatku mendapatkan ide untuk membuat sketsa gambar dari wajahnya setelah aku menyentuh sebagian dari tubuhnya.
Walaupun aku tidak bisa melihat, aku dapat membuat imajinasi dalam otakku sekali menyentuh ukiran dan pahatan dari wajahnya.
Dia memiliki tubuh yang kekar dan otot-ototnya yang kuat
Pertama bagian pada otot-otot terselesaikan, lalu adalah bagian kedua yaitu helaian kasar pada rambutnya panjangnya yang terikat.
Dan yang terakhir adalah seperti apa bentuk rupa pada wajahnya?
Aku tidak sempat untuk menyentuh bagian pada area wajahnya
Saat melakukan hubungan intim selama hampir setengah jam, ia selalu tidak ingin tanganku menyentuh wajahnya.
Seperti dia sudah tahu akan kemampuan ku dalam membuat sketsa gambar dalam imajinasi yang tinggi.
Ceklek! Tap...
Suara dari pintu terbuka membuatku menghentikan pemikiran sketsa gambar yang kubuat. Aku hanya diam disaat ia berjalan dan duduk pada pinggir ranjang disamping ku.
"Maaf menunggu lama, sedikit sulit disaat banyaknya polisi yang berlalu lalang diluar pada jalan raya."
Tangan itu kembali mengelus lembut pada puncak rambutku, lalu memaksakan ku lagi untuk menghadap wajahnya dan menciumnya disaat ia sudah pulang dari kerjaannya.
"Mmng... ah."
Ia melepaskan disaat aku sudah hampir tidak bisa bernafas karenanya. Setelah meraup dan menghisap bibirku pembunuh gila itu kembali mencium setiap jengkal pada wajahku, seperti pipi dan kening.
"Aku hampir gila tidak bisa melihat wajahmu selama aku bekerja, aku merindukanmu sampai aku tidak bisa fokus pada pekerjaan ku."
Ingin sekali aku bertanya kepadanya tentang pekerjaan apa yang dia lakukan sebenarnya, jika aku bertanya soal itu mungkin ia akan sedikit tersinggung.
"Ahh aku hampir melupakan sesuatu, sebentar akan kuambil kan ia untukmu."
Pembunuh itu berjalan keluar dari kamarnya lalu kembali menaruh sesuatu pada ranjang kasur. Aku mencoba bergerak sebelum ia mengangkat tubuhku hati-hati dan membantuku untuk duduk.
"Bersenang-senang lah untuk sementara, sebelum kuambil kembali ia dan melakukan pengeksekusian."
Dia keluar setelah mengucapkan perkataan itu dan menutup pintunya kembali, meninggalkan ku dengan 'sesuatu' yang sangat membuatku penasaran.
Belum sempat aku menyentuh dan mendekatinya, suara isakan kecil membuatku tersentak mendengarnya.
"To-Tolong hiks, tolong aku kumohon."
Ia menahan tangisannya takut akan sang pembunuh yang mendengar suaranya dari balik pintu. Aku mendekat dan menyentuh wajah dan kain yang menutupi matanya, dia bukanlah seseorang yang ku kenal.
"Maaf.. aku tidak bisa menolong mu, sekali lagi maafkan aku. Aku benar-benar tidak bisa menolong mu."
"Ke-Kenapa? Kumohon, aku tidak ingin mati-hiks... tolong aku. Jika aku mati, aku tidak bisa menangkap pelaku pembunuhan itu-hiks, aku terjebak oleh perangkapnya."
Aku terdiam mendengarkan penuturan dari bibir milik dari seorang wanita yang terikat tali dibelakang pada kedua tangannya.
Apa dia seorang polisi atau agensi lainnya?
Isakan kecil terhenti seketika, ia terdiam membisu seperti memikirkan sesuatu yang membuatnya berhenti untuk memohon dan menangis.
"Maaf, aku sudah mencoba untuk keluar dari sini tapi tidak bisa.. pembunuh itu memanfaatkan kekurangan ku."
"Maksudmu?"
Helaan nafas panjang keluar, "Aku tidak bisa melihat, bisa dibilang aku buta."
Kami sama-sama terdiam dan aku tidak tahu ekspresi wajah apa yang diperlihatkannya padaku, jujur saja aku tidak tega mendengar wanita itu terus memohon kepadaku.
"Ka-Kau Levi Ackerman yang menghilang saat kejadian pembunuhan berantai itu?"
Sudah kuduga wanita ini akan tahu identitas ku. Dalam lubuk hatiku, aku senang saat mendengar hilangnya seorang masih dalam pencarian.
"Ya, itu aku..."
Lagi dan lagi kami terdiam sampai wanita itu kembali membuka suaranya, "Aku akan memberitahukan mu jalan keluar dari sini, yang pasti saat pembunuh itu sudah keluar kau jangan takut untuk melarikan diri.
Ia berbisik sekecil mungkin agar seseorang yang mungkin dibalik pintu tidak mendengarkan percakapan diantara kami.
"Dan juga tempat ini tidak ada cctv sama sekali, jadi jika kau sudah keluar dari sini tolong berikan informasi kepada atasan ku bahwa aku-"
Ceklek! Tap... tap..
Pintu terbuka dan hentakan pelan dari sepatu membuat kami menolehkan kepala, dia sudah datang disaat percakapan penting yang harus ku rencanakan.
"Sudah selesai berbincang-bincang dengan sang manis? Aku tidak punya banyak waktu untukmu berada didekat kekasihku, sekarang sudah waktunya pengeksekusian."
Greep! Sreet...
"Tidak tolong-hiks, jangan bunuh aku! Aku masih mempunyai dua anak yang harus kujaga! Tolong aku-hiks, Levi Ackerman!"
Deg! Deg! Deg!
"Sejak tadi kau sangat berisik, diamlah jalang, atau kau akan merasakan rasa sakit lebih dari ini. Dan juga mulut kotor mu itu tidak pantas menyebutkan namanya."
Braaak!
Suara dari pintu yang terbanting hampir mengejutkanku untuk kedua kalinya, terdengar suara wanita itu yang berteriak ampun untuk dibebaskan.
"Aku benar-benar tidak yakin dengan rencana ini."
To be continue
⊱━━━━━ « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ━━━━━⊰
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Evil
Horror[•Fanfiction Ereri Indonesia•] Waktu berjalan dengan cepat sampai aku sudah berada ditingkat semester tujuh para unit senior kelas menengah, biasanya kami akan terus belajar tidak kenal akan waktu hingga kami berada di jenjang pendidikan akhir. Aku...