bab 5 kepanikan bertubi-tubi

82 16 0
                                    

KETIGA remaja itu lari pontang-panting. Dengan napas tersengal-sengal, mereka tersaruk-saruk melintasi pantai gelap yang berkerikil.

"Ke sana! Ke batu-batu itu!" teriak Pete.

Di sebelah kanan mereka ada batu-batu besar membentuk semacam punggung memotong pantai, dari bukit-bukit pasir menjorok sampai ke laut, membentuk penahan gelombang. Ketiga remaja itu lari ke sana. Ketika sampai di kaki tumpukan batu itu, mereka menoleh ke belakang.

"Makhluk itu lenyap!" kata Bob dengan heran. Suaranya gemetar.

Di belakang mereka, pantai nampak gelap dan lengang. Kecuali beberapa

mobil yang melintas dijalan raya pantai di kejauhan, dengan lampu-lampu yang kelihatan redup karena cahayanya tertahan kabut, tidak ada apa-apa lagi yang nampak bergerak di malam yang gelap itu.

"Tapi tadi... tadi kan ada di sana," kata Pete tersengal-sengal. "Atau hanya sangkaan kita saja?"

"Kita sungguh-sungguh melihatnya! Kita mendengar suaranya!" kata Bob. "Betul," ujar Jupiter sambil menjatuhkan diri ke atas sebuah batu besar. Ia berusaha mengatur napas yang terasa sesak karena lari pontang-panting tadi. "Kita melihatnya, kita mendengarnya, tapi... apa sebetulnya yang kita lihat dan dengar tadi, Teman-teman?"

Pete dan Bob menjatuhkan diri ke pasir.

"Aduh, ampun," keluh Pete. "Kan bukan hantu? Makhluk tadi itu kan benar-benar ada, Jupe? Bilang ya, Jupe!" Tapi dengan segera Pete mengeluh lagi. "Aduh, jangan -jangan, Jupe! Jangan bilang yang kita lihat itu benar- benar ada!"

"Kurasa tadi itu bukan hantu, Dua," kata Jupe, masih dengan suara terputus-putus. Nadanya tidak begitu yakin. "Memang mungkin saja ada

penampilan-penampilan gaib yang biasa disebut hantu, tapi yang tadi

itu..." "Semacam tipuan mata, Jupe?" sela Bob. "Semacam ilusi?"

"Mana mungkin, ilusi bisa menandak-nandak seperti tadi, lalu bergerak mendatangi kita?" bantah Pete. "Entahlah," kata Jupe, setelah berpikir sebentar.

"Tampangnya sih, seperti semacam setan," kata Bob. "Setan berwujud setengah binatang, setengah manusia." "Maksudmu, setan asli?" tanya Pete ketakutan. "Benar-benar setan?"

"Sosok yang kita lihat tadi itu memang ada kemiripannya dengan wujud salah satu setan dalam kebudayaan suku tertentu," kata Jupiter mengakui, lalu merenung lagi. "Hmmm. Yah, apa pun juga sebenarnya, makhluk tadi bermaksud menakut-nakuti kita. Itu sudah pasti!"

"Tapi kita kan tidak begitu gampang ditakut-takuti, ya, Jupe?" kata Bob dengan tabah.

"Aku sih, sudah jelas takut!" kata Pete tanpa malu-malu.

Jupiter dan Bob tersenyum. Soalnya mereka tahu, kata-kata itu diucapkan Pete hanya untuk mengurangi rasa tegang. Tapi kalau waktunya sudah tiba untuk bertindak, biasanya Pete yang paling dulu bergerak. Dan maju - bukan mundur teratur!

Ketiga remaja itu duduk di atas batu selama beberapa waktu, untuk

memulihkan napas. Sebentar-sebentar Pete menatap ke tengah kabut dengan sikap gelisah, seakan-akan khawatir kalau-kalau sosok menyeramkan tadi akan muncul dan mengejarnya. Tapi keadaan tetap sunyi.

"Nah, sudah cukup lama kita beristirahat," kata Jupe kemudian. "Kurasa sebaiknya sekarang kita berjalan ke depan, lalu dari arah jalan raya mengitar kembali ke motel itu. Kita lanjutkan rencana kita seperti semula. Hanya sementara aku menghubungi polisi, kalian berdua sebaiknya mengintip lagi ke kamar tadi, kalau-kalau ada orang lain di situ. Aku yakin, pencuri itu tidak bekerja sendiri. Paling sedikit ada satu temannya. Ingat tidak, bagaimana sikap laki-laki berjubah itu ketika berada dalam kamar? Mulutnya komat-kamit seperti berbicara pada diri sendiri. Kurasa ia saat itu berbicara dengan seseorang yang ada di belakangnya. Jadi masih berada di luar! Karena itulah kita tidak melihatnya."

(25) TRIO DETEKTIF: MISTERI SETAN MENANDAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang