23. Panik

85 9 3
                                    

Assalamualaikum pembaca semuanya. Apa kabar?
Yuk, bantu vote dan tinggalkan komentar agar aku bisa menyapa kalian secara langsung 😊
Selamat membaca...

Hanna baru saja selesai shalat zuhur di masjid kampusnya. Ia melipat mukena dan menyimpannya kembali ke dalam lemari. Gadis itu kemudian berjalan menuju cermin lantas merapikan rambutnya menggunakan jari tangan. Hanna kemudian memoles wajahnya dengan make up yang tipis. Saat telah selesai, ponselnya berdering. Hanna buru-buru mengeluarkan benda pipih itu dari dalam tasnya.
Ternyata, Doni yang menelpon dirinya.

"Halo, sayang..." Hanna mendengar suara yang ia kenal dari seberang sana. Gadis itu tersenyum sumringah.

"Kamu ke mana aja dari tadi, Rey? Kenapa pake ponsel Doni? Tadi dia udah kasih kotak sarapannya ke kamu kan? Nanti latihan di mana Rey? Jadi di rumah Anton, kan? Ih, aku kangen banget tau... Kenapa ponsel kamu bisa ketinggalan sih? Nanti aku ke sana bareng kamu kan?" Hanna bertanya bertubi-tubi, tidak menyisakan kesempatan pada Reyhan untuk menjawabnya.

Hanna mendengar suara tawa dari seberang sana.

"Kamu ini nanya satu-satu dulu kenapa sih?" Rehan masih tertawa. Ia merasa gemas dengan Hanna. Jika saja mereka sedang berjumpa sekarang, ia  pasti sudah mengacak-acak rambut kekasihnya itu. Alhasil, pipi Hanna memerah dan memarahi dirinya karena telah membuat rambutnya menjadi kusut.

"Ih, jangan ketawa dulu Rey..." Hanna cemberut. Reyhan kemudian menjawab semua pertanyaan Hanna. Ia masih ingat pertanyaan kekasihnya walau diserang bertubi-tubi. Pria itu menjelaskan kalau ia ketiduran sehingga harus buru-buru ke kampus. Alhasil, ponsel Reyhan masih tergeletak manis di atas meja belajarnya sampai sekarang. Ia juga tidak sempat kalau harus menjemput ponsel itu ke rumah. Reyhan juga mengatakan kalau Doni sudah memberikan kotak makan itu padanya. Ia dan teman-temannya memakan sarapan pemberian Hanna dengan lahap. Setelah itu, Reyhan juga mengatakan kalau nanti Hanna akan diantar oleh Doni ke rumah Anton untuk melihat dirinya latihan. Hanna awalnya menolak. Ia hanya ingin pergi ke rumah Anton dengan Reyhan. Namun, dirinya sedang ada urusan sehingga tidak bisa mengantarkan Hanna ke sana. Gadis itu dengan berat hati menyetujui kekasihnya. Reyhan juga mengatakan kalau Hanna harus menunggu Doni setelah ia selesai kelas hari ini. Di akhir telfon, Hanna tersenyum sumringah karena Reyhan mengatakan juga merindukan dirinya. Panggilan diakhiri karena Doni yang tidak tahan melihat kebucinan mereka berdua. Ia mengambil paksa ponsel itu, lantas langsung mematikan panggilan. Reyhan menjitak kepala Doni pelan.

Saat dalam perjalanan menuju kelas, Hanna kemudian teringat sesuatu. Ia belum bertemu dengan Fiya, sahabatnya hari ini. Gadis itu menepuk jidat, lantas menelfon sahabatnya itu. Hanna sudah mencoba berulang kali. Namun, Fiya tidak menjawab panggilan dari dirinya. Hanna mendesah sebal. Ia melanjutkan langkahnya yang tertunda.

"Assalamualaikum, Hanna. Wah, kita bertemu kembali ya..." Hanna spontan menghentiman langkahnya dan membalikkan badan. Ia benar-benar kenal suara yang menyapanya itu. Hanna kaget karena ada seorang pria yang ada di samping Aswad. Ia belum pernah melihat pria itu sebelumnya di kampus ini.

Hanna nyengir, menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Waalaikumsalam, Aswad." Hanna kembali melihat seseorang yang berada di samping Aswad.

"Oh iya, dia teman saya. Namanya Raka." Aswad tersenyum. Hanna membulatkan mata. Kaget. Ia pernah mendengar nama ini sebelumnya dari cerita Chrisie. Raka merupakan teman dekat Aswad saat mereka SMA dahulu.

"Hai, Raka. Salam kenal ya. Nama gue Hanna. Teman dekat Chrisie." Hanna tersenyum, mengulurkan tangannya.
Raka balas tersenyum, menerima uluran tangan Hanna. Mereka saling melempar senyum.

"Raka anak kampus ini juga? Kok gue engga pernah lihat lo di sini." Tanya Hanna memerhatikan Raka dari atas sampai bawah.

Pria itu terkekeh pelan. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana. "Gue bukan anak kampus ini. Kebetulan hari ini lagi libur, jadi Aswad ngajakin gue main ke sini."

Hanna ber-oh pelan.

"Oh iya. Chrisie ke mana ya? Kok aku dari tadi ngga lihat dia." Tanya Hanna kepada dua pria di depannya itu.

Raka mengangkat bahu, menatap Aswad yang hanya dibalas dengan gelengan kepala pelan. Mereka sama-sama tidak tahu.

"Udah coba chat dia, Na?" Raka bertanya.

Hanna nyengir. Ia menggelengkan kepala, "Belum sih."

"Mungkin dia lagi sibuk." Aswad berkata pelan. Hanna dan Raka mengangguk serempak.

Hening. Tak ada percakapan yang terjadi di antara tiga orang itu sekarang.

"Eh, Na. Gue sama Aswad duluan, ya... Masih banyak tempat di kampus ini yang mau gue jelajahi." Tiba-tiba Raka membuka suara. Ia menepuk pelan pundak Aswad. Aswad mengangguk pelan.

🌺

"Nih kotak makan lo. Makasi loh ya udah mau ngasih gue sarapan." Doni menyodorkan tas kotak makan yang tadi pagi diberikan Hanna untuknya.
Gadis itu mengambilnya dengan senyuman tulus.

"Rey udah minta tolong ke gue nganterin lo ke rumah Anton. Tapi karena lo tetanggaan sama dia, mending simpen dulu kotak makan ini di rumah lo. Sekalian isi makanan baru." Doni tertawa sembari memasang helm. Hanna mengangguk pelan, setuju. Kebetulan di rumahnya sedang ada banyak cemilan.

"Oh iya, Don. Gue baru inget." Hanna menepuk jidat, baru teringat sesuatu.

"Apa?"

Gadis itu tertawa terbahak. "Kok gue bisa lupa kalau tadi bawa mobil ke kampus?"

Doni menatap Hanna dengan muka datar. Tidak tahu harus berkomentar apa. Hanna masih tertawa. Bisa-bisanya ia lupa kalau tadi membawa mobil ke kampus.

Hanna menggentikan tawanya. "Yaudah, lo duluan aja ke rumah Anton. Nanti gue nyusul."

Doni tampak berpikir sebentar. "Yaudah, nanti biar gue yang jelasin ke Reyhan."

"Tumben lo baik." Hanna menyipitkan matanya, curiga.

"Kalau gue jahat, udah gue makan lo dari kemaren-kemaren, Na."

"Jangan makan gue. Daging gue ga enak."

Doni mendesah sebal. Ia tahu berdebat dengan Hanna tidak akan ada habisnya. Ia memilih untuk menghidupkan mesin motor, bergegas menuju rumah Anton.

Hanna membuka pintu rumahnya. Tidak ada siapa-siapa di dalam. Ia berjalan menuju ruang makan, hendak membawa makanan ke rumah Anton untuk dimakan oleh Rey dan teman-temannya. Ia mengambil beberapa cemilan dan memasukkannya ke dalam Tupperware bewarna biru muda.

Jleb!
Tiba-tiba semua menjadi gelap. Rumah yang biasanya diterangi lampu walau siang hari menjadi gelap sekarang. Remang cahaya matahari yang masuk melalui jendela memberikan sedikit penerangan.

"Apa sedang ada pemadaman listrik?" Gumam Hanna. Gadis itu berusaha untuk tetap tenang. Tiba-tiba, Hanna mencium bau yang aneh. Suasana rumah juga terasa aneh sekarang. Ia merinding. Ada apa hari ini? Kenapa dari tadi pagi ia merasakan hal aneh terjadi pada dirinya?

Tangan kanan Hanna telah memegang ponsel. Ia mengarahkan senter pada ponsel itu ke seisi rumah. Tidak ada siapa-siapa di sini selain dirinya. Hanna mendengar suara kaca pecah dari lantai atas. Ia terlihat panik.
Apa jangan-jangan ada maling yang sudah masuk ke rumahnya? Kaki Hann bergetar hebat. Jantungnya berdegub kencang. Hanna mematikan ponsel untuk mencari aman kalau seandainya memang ada maling yang memasuki rumahnya. Samar-samar, ia mendengar suara obrak-abrik dari lantai atas. Gadis itu semakin panik.

Hanna tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Ia berjalan menuju rak piring. Mengambil beberapa garpu untuk berjaga-jaga. Hanna berjalan pelan menuju lantai atas. Ia menaiki anak tangga dengan hati-hati agar suara langkah kakinya tidak terdengar. Jantung Hanna semakin berdebar. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Jika saja ia tadi tidak membawa mobil, pasti sekarang ada Doni yang bisa diandalkan sebagai seorang laki-laki.
Ah, tidak. Hanna harus fokus. Ia menggeleng pelan, lantas menghapus keringat yang membasahi dahinya.

Suara beberapa pria terdengar semakin jelas dari kamarnya. Hanna tidak tahu apa yang dibicarakan oleh pria itu. Pintu kamarnya tertutup. Apa ia harus membuka pintu kamar itu?

Bersambung

Assalamualaikum, MuazinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang