Assalamualaikum readers
Jangan lupa vote dan komennya ya...
Maafin typo ya :(
Author lagi ngantuk pas nulis ini soalnyaHappy reading
"Kirain pake motor Reyhan." Ucap Hanna sembari memandang motor antik milik Doni. Ia kurang suka dengan motor antik.
"Dasar banyak gaya." Umpat Doni dalam hati. Ingin rasanya Doni menoyor kepala gadis itu.
"Eh, itu kan cowok yang sama si Chrisie waktu itu." Ujar Hanna menatap ujung parkiran. Ia berbicara pada dirinya sendiri. Doni spontan juga menoleh ke arah yang sama.
"Lo kenal dia, Na?"
Hanna mengalihkan tatapannya, "Dia lelaki yang gue temuin ngobrol bareng sama si Chrisie beberapa hari yang lalu."
"Ooh... Si Emran?"
Hanna menatap Doni lamat-lamat, "Kok lo tau namanya?"
"Dia anak Biologi. Sesekali, dia suka adzan di masjid kampus." Ujar Doni setelah memasang helmnya.
Deg!
Jantung Hanna seakan berhenti berdetak saat itu juga.
Apa pria itu yang selama ini ia cari-cari?🌺🌺🌺
Hanna turun dari motor antik Doni. Ia membuka helm, lantas memberikannya pada Doni.
"Makasih, Don." Tutur Hanna sembari merapikan rambutnya yang kusut.
"Yoi." Doni menaikkan kaca helmnya.
Hanna kemudian menatap Doni lamat-lamat, "Don, lo tau dari mana yang tadi tu namanya Emran?"
"Emang kenapa?" Doni mengerutkan kening.
"Kepo aja gue sama dia."
Doni menyentil kening Hanna, "Woy, lo udah ada si Rey. Ngapain lo kepoin cowok lain?"
Hanna nyengir, "Iya deh iya..."
"Yaudah, gue balik dulu. Kayaknya si Rey udah dapat buku buat tugas kelompok kami."
"Oke, Don. Semangat, ya buat kalian. Hati-hati di jalan."
"Cih, bilang aja : 'gue titip bilang semangat buat Rey, ya Don.' Itu aja pake ngode-ngode ke gue."
Hanna memukul helm Doni, "Enak aje. Gue bahkan gak kepikiran sama sekali mau bilang begituan," Hanna kemudian menyirangai, "eh, tapi kalau lo mau bilang itu juga gapapa."
"Huu..." Doni menghidupkan mesin motor, lantas meninggalkan Hanna.
Hanna tidak langsung memasuki rumah. Tadi, Doni mengantar Hanna di sebuah simpang yang tak jauh dari rumahnya. Hanna yang menyuruh.
Ia tak ingin anggota keluarganya salah paham.
Lima menit. Hanna telah sampai di depan rumahnya. Ia kemudian teringat sesuatu. Hanna kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ia hendak menghubungi seseorang.
🌺🌺🌺
Dan di sinilah ia berada sekarang. Mendengarkan kajian rutin di masjid kampusnya bersama Chrisie. Hanna tampak cantik dengan hijab berwarna pastel dan blouse longgar yang dimasukkannya ke dalam rok rumbai yang juga bewarna pastel.
Hanna mendengarkan tausiyah dengan saksama. Sesekali, tertawa terbahak saat sang ustad yang kira-kira seumuran dengan abangnya bercerita hal-hal lucu agar audience tak merasa bosan. Hanna menatap ustad dengan tatapan berbinar.
Bukan. Bukan tatapan dalam maksud lain. Hanna benar-benar tertarik dengan topik yang dibahas oleh ustad itu. Ia merasa tidak menyesal sama sekali menghadiri kajian rutin bersama Chrisie pada hari ini.
"Baiklah, mumpung waktu shalat Zuhur sebentar lagi masuk, berarti sampai di sini dulu tausiyah kita pada hari ini. Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat bagi kita semua. Insyaallah, minggu depan kita bisa dipertemukan lagi di rumah Allah ini. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ujar sang ustad dengan senyum menawan. Ya, sangat menawan. Ustad itu memiliki lesung pipi di kedua pipinya.
Setelah audience menjawab salam, sang ustad lantas turun dari mimbar."TAKBIR!" Ucap seorang pemuda dengan penuh semangat di depan sana.
"ALLAHUAKBAR." Semua audience mengepalkan tangan, lantas mengangkatnya ke atas. Kecuali Hanna. Ia hampir saja bertepuk tangan saat sang ustad turun dari mimbar. Dan ia baru ingat kalau di masjid tidak boleh bertepuk tangan saat pemuda tadi menyorakkan takbir.
Setelah takbir bergema sampai tiga kali, tirai pembatas masjid kembali dipasang. Semua yang ada di dalam masjid lantas mengambil wudu. Wanita berhalangan yang tadi ikut masuk ke dalam masjid pun langsung keluar dari masjid.
"Aduh, Sie... Aku malu banget tadi... Untung ada yang nyorakin takbir." Bisik Hanna pada Chrisie saat mereka sedang memasang mukena. Menanti adzan zuhur.
Chrisie terkekeh, "Emangnya ada apa, Na?"
"Tadi pas ustadnya turun dari mimbar, aku spontan mau tepuk tangan. Untung udah ada duluan yang nyorakin takbir." Hanna menepuk jidatnya, menggeleng-gelang pelan.
Bagaimana ia bisa sampai lupa?"Ah? Masa sih? Aku aja tadi di sampingmu nggak nyadar sama sekali kok..."
Hanna terlihat sumringah, "Beneren nih?"
"Iya Hanna... Nggak usah kamu pikirin banget."
Hanna nyengir, setelah itu, adzan mulai dikumandangkan.
Suara itu...
Hanna kembali mendengar suara itu. Sama persis dengan yang ia dengar saat pertama kalinya ia datang ke Masjid Al-Kahf ini. Masjid yang terletak di kampus Hanna.
Hanna terdiam. Ia sangat menyukai suara itu. Bisakah ia dipertemukan dengan sang muazin? Ah, tidak mungkin. Hanna buru-buru menggelengkan kepalanya. Ia kembali mendengarkan adzan, menjawabnya, lantas melantunkan doa sesudah adzan. Hanna mengamati sekelilingnya. Dilihatnya mahasiswi yang ikut kajian rutin tadi menunaikan shalat qabliyah zuhur, termasuk Chrisie.
Hanna bertanya pada dirinya sendiri, di dalam hati, "Apa gue ikut juga, ya?"
Dua detik berfikir, Hanna memutuskan untuk ikut juga. Tak ada salahnya, kan?Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum, Muazin
Teen Fiction"Aduhai, suara itu benar-benar melelehkan hatiku yang telah terlanjur membeku pada-Nya." -Syifanazia Hanna- Hati Hanna benar-benar telah membeku untuk kembali ke kehidupannya dahulu lantaran ia masih tinggal di 'neraka dunia'. Ia tahu apa yang sal...