9. Mimpi dan Realita

118 17 48
                                    

Assalamualaikum readers..
Gimana nih? Alhamdulillah Assalamualaikum, Muazin udah sepuluh part (dengan prolog)
Gimana kesannya sama cerita ini?

Jangan lupa votenya yaaa...

Selamat membaca...
(Maapin kalau author typo)

Halu Hanna benar-benar terjadi. Kini, ia bersama tiga anggota keluarganya sedang berada di dalam mobil, hendak menuju kebun binatang, tempat yang paling disukai Hanna.

Hanna adalah gadis pecinta binatang. Baginya, binatang jugalah teman. Mereka bisa menghibur Hanna baik di waktu suka maupun duka dengan tingkah konyol dan wajah menggemaskan mereka. Lantas, bagaimana dengan harimau? Singa? Cheetah? Macan kumbang?

Ah, bagi Hanna mereka tak lebih hanyalah seekor kucing liar yang kelaparan. Mereka begitu lucu seperti kucing yang ia pelihara waktu kecil dahulu. Terlebih macan kumbang. Mamalia yang satu itu sangat mirip dengan kucingnya waktu ia kelas tiga SD. Kucing itu ia beri nama Si Hitam. Kucing yang didominasi oleh rambut bewarna hitam itu hilang entah kemana perginya. Saat itu, Hanna benar-benar merasa sedih. Ia terlihat murung, tak berniat melakukan apapun. Ia bahkan tak menyambut Naka dengan hangat saat ia datang ke rumah Hanna bersama orang tuanya.

Iya, bersama orang tua Naka. Ibu Naka adalah sahabat mama Hanna sedari SMA. Hanna yang waktu itu masih berusia sembilan tahun diperkenalkan pada Naka yang berumur sebelas tahun di rumah Hanna. Suatu waktu, saat Naka datang ke rumah Hanna dan mendapati temannya itu sedang murung, ia merasa tak tega hati.

Naka lantas menanyakan penyebab anak dari sahabat ibunya itu menjadi murung seperti ini. Hanna pun menceritakan bahwa Si Hitam, kucing kesayangannya yang ia pungut dari tempat sampah hilang begitu saja. Padahal, ia sudah menjaga kucing itu selama satu setengah tahun lamanya. Dua minggu kemudian, Naka dan ibunya kembali datang ke rumah Hanna.

Alangkah terkejutnya Hanna saat Naka memberikannya sebuah boneka mirip kucing hitam. Lebih tepatnya boneka macan kumbang. Dengan polosnya, Naka mengatakan bahwa ia tak menemukan boneka kucing bewarna hitam di toko boneka yang cukup terkenal di kota itu. Alhasil, Naka mendapat cubitan pelan di pipinya dari mama Hanna karena terlalu polos menyampaikan cerita. Boneka itulah yang selalu Hanna jaga sampai sekarang.

Kini, keluarga itu telah sampai di kebun binatang. Hanna benar-benar terlihat sangat ceria. Ia dan Arsyad kemudian ikut memberikan makan rusa seperti pengunjung-pengunjung lain, sedangkan Laluna sedang difoto oleh Aldi di depan kandang rusa. Setelah itu, Aldi kemudian mengambil video kebersamaan keluarga mereka menggunakan ponsel baru Aldi. Rencananya, Hanna akan membagikan video dan beberapa foto itu ke akun media sosialnya menggunakan ponsel baru Aldi.

Namun tiba-tiba, senyuman Hanna mendadak hilang. Ia baru menyadari suatu hal. Gadis itu seperi pernah mengalami ini sebelumnya. Hanna kemudian menghentikan langkahnya. Saat itu pula, ia melihat dirinya waktu kecil yang sedang digendong oleh papanya.

Kemudian, juga ada Laluna yang menggandeng tangan Aldi agar kakak laki-lakinya itu tidak hilang di kebun binatang ini. Empat orang yang menjadi fokus penglihatan Hanna saat itu terlihat sangat bahagia. Hanna merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia berusaha memanggil salah satu dari mereka, tapi tak ada yang mendengar satu pun.

Hanna benar-benar telah menyadari ada hal aneh yang terjadi padanya saat ini. Apakah ia tengah bermimpi?

Iya, sepertinya begitu. Hanna bisa merasakan kalau ia tengah bermimpi sekarang.

Di satu sisi, Hanna merasa takut. Ia ingin saja secepatnya bagun dari tidurnya. Namun di sisi yang lain, ia juga ingin merasakan kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh gadis kecil yang baru saja diturunkan oleh papanya itu dari gendongannya.

Hanna tiba-tiba tersenyum tipis. Ia hendak menghampiri empat orang itu. Ia ingin merasakan kembali bagaimana kebahagiaan keluarga mereka dahulu. Walau ia tahu, tak ada satupun diantara mereka yang bisa melihat dirinya saat ini.

Hanna masih tersenyum. Ia mulai berjalan ke arah empat orang itu. Namun saat Hanna akan hampir sampai ke sana, ponselnya terasa bergetar. Hanna spontan membuka matanya. Padahal, tinggal sedikit lagi langkahnya agar bisa kembali merasakan hal yang sama.

Hanna mengamati ke sekelilingnya. Ah, benar. Ternyata tadi ia benar-benar bermimpi. Hanna baru menyadari, kalau ia belum mengganti pakaiannya setelah merayakan satu tahun hubungannya dengan Reyhan. Pasti ia ketiduran setelah menangisi kehidupan keluarganya saat ini.

Ponsel Hanna masih bergetar. Ia buru-buru mengeluarkan benda pipih itu dari dalam tasnya. Hanna melihat siapa yang menelpon tengah malam seperti ini.

Ternyata Fiya. Eh, tunggu dulu. Apa? Tengah malam? Hanna baru menyadari kalau ia belum shalat isya.

"Ngapain, Pi?" Hanna menguap.

"Lo baik-baik aja, kan?" Terdengar suara Fiya cukup panik di seberang sana.

Pertanyaan Fiya yang aneh itu membuat Hanna menaikkan sebelah alisnya, bingung. Memang, apa yang terjadi pada dirinya?

"Iya. Gue baik-baik aja. Emang kenapa sih?"

Terdengar helanaan napas lega dari Fiya, "Entar gue ceritain di kampus. Lo lanjut bocan dulu, gih... Maafin gue telpon lo tengah malem. Gue khawatir soalnya."

"Iya... Iya... Gue lanjut bobok cantik dulu, ya... Assalamualaikum, Piya..."

Fiya menjawab salam. Telpon dua orang itu lantas terputus. Setelah itu, Hanna mengambil wudu, hendak shalat isya.

Usai shalat, ia kemudian mengganti pakaiannya tadi dengan pakaian rumah. Hanna  mengamati jam dinding. Pukul setengah satu dini hari.

Entah mengapa, kini ia tak mengantuk lagi. Mungkin karena mimpi yang baru saja mempermainkan perasaannya. Dan tak lupa, ditambah dengan Fiya yang tadi menelponnya dan menanyakan apakah ia baik-baik saja.

Sebenarnya, apa yang tengah terjadi sekarang? Hanna benar-benar dibuat bingung jika harus menggabungkan setiap kehjadian-kejadian tadi.

Pandangan Hanna kemudian tertuju pada sebuah meja di sudut kamarnya. Meja itu tak cukup besar. Kira-kira hanya 1X1 meter. Di atas meja itu ada boneka macan kumbang yang Naka berikan padanya waktu itu.

Pun juga ada puzzle yang juga Naka beri padanya di waktu pesta ulang tahun Hanna yang ke sepuluh. Hanna meringkuk di ranjangnya. Ia bergumam lirih, "Naka, aku rindu."

Bersambung

Assalamualaikum, MuazinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang