7. Satu Tahun

114 14 0
                                    

Assalamualaikum readers 😊
Apa kabar?
Oh iya, selamat membaca, ya..
Jangan lupa vote dan komennya ya... Atau, kalian bisa rekomendasiin juga cerita ini ke teman-temannya... Aku bakalan senang banget 😊

Happy reading

Hanna memandang layar ponsel untuk ke sekian kalinya. Lagi-lagi, ia mendesah berat. Reyhan belum membalas pesannya dari kemarin. Padahal, semua pesan itu sudah centang dua.

Gadis itu langsung merebahkan kepalanya di atas meja. Ia menutup matanya sebentar, hendak menenangkan diri sembari menunggu Pak Handoko memasuki kelas. Jarang-jarang Hanna menunggu dosennya seperti ini. Sebentar lagi, dosennya itu akan datang.

Tiba-tiba, seseorang menepuk bahunya. Hanna spontan membuka mata, lantas mengangkat kepalanya.

"Tumben nunggu dosen." Suara melengking yang familiar itu berbisik ke telinga Hanna.

"Ngapain lo di sini?" Hanna sedikit berbisik, meninju pelan lengan atas perempuan itu.

"Dosen gue ga datang hari ini, Han. Jadi, gue numpang masuk ke kelas lo, boleh kan ya? Itung-itung nambah ilmu." Perempuan itu nyengir lebar.

Hanna tak menjawab. Ia hanya mendesah pelan, lantas menyuruh perempuan itu duduk di sampingnya menggunakan dagu.

"Tumben diem aja." Ucap perempuan itu sembari melihat Hanna memainkan cincin pemberian Reyhan di sepuluh bulan hubungan mereka. Pertengahan bulan ini, Hanna dan Reyhan resmi satu tahun berpacaran. Itu artinya, satu minggu lagi adalah satu tahun hubungannya dengan Reyhan.

"Pi, gue kemarin lihat Reyhan jalan sama cewek lain." Hanna mendesah pelan.

Perempuan itu membelalak kaget. Ia ingin mengatakan sesuatu. Namun, diurungkannya saat melihat Pak Handoko memasuki ruangan kelas itu. Berbagai umpatan dan pertanyaan memenuhi isi kepala perempuan itu.

Luthfiyah Salsabila. Panggilannya Fiya. Ia dan Hanna sudah bersahabat sedari SMA. Mereka begitu dekat. Apalagi saat Fiya menginap di rumah Hanna untuk mengikuiti bimbel intensif SBMPTN yang kebetulan terletak di samping rumah Hanna.
Hanna dan orang tuanya dengan senang hati mengajak Fiya tinggal di rumah itu. Kala itu, kondisi keluarga Hanna masih baik-baik saja. Orang tua Hanna benar-benar hangat kepadanya. Terlebih, kepada orang tua Fiya yang selalu menjemput gadis itu pulang ke rumah seminggu sekali.

Namun, nasib baik tak berpihak kepada mereka berdua. Mereka sama-sama tidak lulus di jalur SBMPTN. Kondisi kedua gadis itu benar-benar kacau. Saat itulah papa Hanna datang kepada mereka dan memberi semangat.
Arsyad bilang kalau mereka bisa mencoba jalan lain. Perjuangan mereka belum berakhir. Gagal masuk PTN, bukan berarti tidak bisa kuliah, kan? Arsyad kemudian memberitahukan kepada mereka, bahwa ada satu perguruan tinggi swasta yang bagus di kota mereka.

Arsyad pun menyuruh mereka untuk tes di sana. Tak lama, hasil tes pun keluar. Dua gadis itu lulus di sana. Hanna lulus di jurusan sastra, sedangkan Fiya lulus di jurusan pendidikan fisika. Alhasil, Hanna dan Fiya bisa terus bersama sampai sekarang. Hal inilah yang semakin mempererat hubungan persahabatan mereka.

Kelas telah usai. Hanna dan Fiya lantas keluar dari ruangan kelas. Hari ini, mereka berencana akan makan di kantin kampus.

"Jadi, gimana ceritanya si Cungkring bisa jalan sama cewek lain, Han?" Fiya heboh sendiri. Ia menghalangi jalan Hanna.

"Kemarin gue ngga sengaja lihat dia di mall," Hanna mendesah pelan, "gue... bukan gelisah karena itu, Pi."

"Terus?" Fiya bertanya Hati-hati.

"Reyhan... Kayaknya dia ngebohongin gue. Dia bilang kalau dia sakit dan ponselnya harus disimpan sama orangtuanya. Tapi dia kemarin jalan sama cewek lain."

Assalamualaikum, MuazinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang