16. Kristiani Ananta Zahura

91 14 2
                                    

Asaalamualaikum readers🤗
Hayo loh... Siapa ya, Kristiani Ananta Zahura? Penasaran, kan? Yuk, baca sampai habis.
Jangan lupa vote dan komen ya...
Happy reading

__________

Hujan belum juga mereda. Langit masih terlihat gelap, seakan enggan untuk menapakkan cahaya matahari. Sesekali, petir  berdentang keras, terdengar memekakkan telinga. Satu-dua, lampu-lampu di rumah komples itu masih menyala.

Begitu pula dengan lampu di rumah seorang gadis yang saat ini menggunakan kemeja warna biru muda serta rok hitam. Tak lupa, rambut sebahu yang ia biarkan tergerai. Hanna yang akan bersiap-siap berangkat kuliah hanya bisa memandangi langit yang masih gelap, merutuki pagi ini. Hari ini, ia ada kuliah pagi.

Hanna ingin saja pergi kuliah dengan taksi online sedari tadi, tapi diurungkannya. Entah mengapa, Hanna tidak ingin menaiki taksi onlie walau dari aplikasi terpercaya sekalipun. Ia takut. Hanna takut kalau seandainya sopir taksi itu akan melakukan hal yang tidak-tidak padanya.
Iya, memang benar kalau Hanna dulu pernah ikut pelatihan bela diri pencak silat waktu kecil, lebih tepatnya waktu SD. Namun, ia hanya bertahan sebentar. Hanna tidak ingin melanjutkan latihannya karena bosan. Ya, bosan. Hanna dulu tipe anak yang mudah bosan dengan segala sesuatu jika tidak berjalan sesuai keinginannya.

Kala itu, sang pelatih masih memberikan ilmu dasar dari pencak silat. Hanna yang awalnya mengira kalau pelatihan bela diri itu perihal meninju dan menendang, merasa bosan karena selalu latihan gerakan dasar dan lari keliling lapangan. Alhasil, ia keluar dari pelatihan pencak silat itu.

Hanna masih berdiri di pintu utama rumahnya. Ia menggosok kedua telapak tangan. Hanna sebenarnya ingin meminta tolong saja pada Aldi untuk mengantarkannya ke kampus. Tapi, kakak laki-lakinya itu sudah kembali ke luar kota tadi malam. Ia kuliah dan kerja di sana.

Arsyad? Ah, Hanna juga ingin meminta papanya itu untuk mengantarkannya ke kampus, sama seperti saat ia SD dahulu. Tapi, mengingat papanya itu sudah berubah, Hanna juga tak ingin meminta bantuan pada papanya itu. Hanna mendesah, ia memandangi mobil pemberian Arsyad itu.

Hanna masih ingat betul, Arsyad membelikannya mobil itu sebab memenuhi janjinya pada Hanna. Arsyad berjanji, jika Hanna berhasil lulus kuliah, maka ia akan memberikan anak gadisnya itu sebuah mobil.

"Ini." Suara bariton yang begitu khas terdengar dari belakang Hanna yang sedang merangkul tangannnya di dada.

Hanna berbalik badan, lantas melihat Arsyad memberikan sesuatu padanya. Hanna kaget. Ia menatap benda kecil yang disodorkan papanya barusan.

"Ini kunci mobil kamu. Papa sudah buka gemboknya tadi. Jadi, kamu bisa pergi kuliah sekarang." Tangan Arsyad masih menyodorkan kunci itu pada Hanna.

Hanna tersenyum lebar, lantas menyambar punggung kekar Arsyad. Ia memeluknya. Sudah lama ia tak memeluk papanya ini. Dua detik. Tangan Arsyad perlahan mengelus punggung Hanna. Hanna makin mengeratkan pelukannya. Ia bisa merasakan kalau papanya itu memang sebenarnya baik. Hanna ingin saja menangis saat itu. Namun, ia urungkan. Ia tak ingin merusak momen ini.

"Papa nggak bisa antarin kamu kayak waktu SD dulu. Jadi, maafkan papa. Kamu bisa pergi kuliah sendirian sekarang. Pakai mobilnya." Ujar Arsyad setelah melepas pelukannya. Hanna mengangguk, lantas mencium punggung tangan Arsyad.

Ah, ia benar-benar ingin Arsyad seperti ini sampai seterusnya.

"Hanna," Panggil Arsyad saat anak gadisnya itu baru saja keluar dari pintu rumah, hendak ke garasi.

Hanna menghentikan langkah, menatap Arsyad. "Iya, pa?"

"Kemarin papa lihat kamu pakai kerudung. Kenapa sekarang dilepas lagi?"

Assalamualaikum, MuazinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang