1. Suara Azan

378 39 11
                                    

Angin berembus sepoi-sepoi siang itu. Beberapa daun kering terbawa arus angin. Satu-dua, daun kering itu melewati seorang gadis yang sedang duduk di kursi taman kampusnya. Angin itu membelai dengan lembut rambut sebahunya yang indah. Gadis itu tersenyum tipis.

Sesekali, ia merapikan rambutnya yang terlihat kusut, lalu menyelipkan rambut itu ke belakang telinganya. Ia benar-benar menikmati angin pada siang ini sebelum masuk kelas pukul dua siang nanti.

Tak lama, seseorang memanggilnya dari belakang, membuat gadis itu menoleh ke sumber suara. Didapatinya seorang wanita sedang melambaikan tangan padanya. Dilihatnya wanita itu dari atas sampai bawah. Pakaian syar'i menutupi tubuh wanita itu. Gadis yang dipanggil tadi tersenyum kecil, lalu menyuruh wanita yang memanggilnya itu duduk di sampingnya.

"Siang, Chrisie. Ada apa?" Tanya gadis itu santai, lalu menaikkan kaki kanannya di atas kaki kirinya bak seorang presenter TV.

"Kebiasaan, deh kamu." Ujar wanita berpakaian syar'i yang bernama Chrisie itu.
"Assalamualaikum, Hanna." Sapa Chrisie.

Hanna menghembuskan nafas berat, lalu menjawab salam dari Chrisie. "Waalaikumsalam."

Chrisie tersenyum, bertanya pada Hanna, "Bagaimana? Sudah kamu pikir-pikir, kan? Lalu, apa keputusanmu?"

Hanna menaikkan bahunya, "Sepertinya aku belum memikirkannya. Aku tidak mau mengambil keputusan terlalu cepat."

"Kalau begitu, kapan kamu ingin melakukannya?" Tanya Chirise.

"Sampai aku menemukan semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang aku cari. Entah kapan jawaban itu akan aku dapatkan.'' Hanna mendesah, tertunduk lesu, menggenggam tangan Chrisie, "Sie, terimakasih. Kamu sudah memberikan aku satu jawaban dari sekian banyak pertanyaan yang aku temui."

Chrisie menaikkan sebelah alisnya, bingung. Ia merasa tidak pernah ditanyai apapun oleh Hanna.

''Sama-sama, Na. Memangnya apa pertanyaan mu, Na? Dan... berapa banyak pertanyaan yang muncul olehmu?"

"Tidak, Sie. Aku tidak bisa mengatakannya padamu. Biarlah waktu yang akan menyampaikannya padamu, hingga aku akan menjadi seperti dirimu. Satu haripun tidak akan cukup untuk menjawab semua pertanyaan itu."

"Baiklah, Na. Jika memang begitu, aku akan menunggu saat itu. Saat kamu telah menemukan semua jawabannya dan saat kita berjuang bersama. Satu pesan lagi, Na. Aku ingin menyampaikan ini padamu, kamu terlahir dari keluarga yang beruntung. Andaikan aku bisa sepertimu, Na. Aku..." di saat Chrisie belum menyampaikan kalimatnya, Hanna mendahului Chrisie. Memotong hal yang akan diucapkan oleh wanita berpakian syar'i itu.

"Sie, aku tidak ingin membahas keluarga itu. Cukup kau dan aku yang tahu bagaimana yang aku rasakan menjadi bagian dari neraka dunia itu."
Hanna tampak mulai terbawa emosi, lalu Chrisie menggenggam pundak Hanna, tersenyum. Senyum yang jauh lebih meneduhkan dari Chrisie yang ia kenal sebelumnya. Senyuman yang mampu membuat siapapun yang melihatnya menjadi lebih tenang.

"Baiklah, jika memang kamu mengatakan bahwa tempat itu adalah neraka duniamu, lantas bagaimana dengan neraka di akhirat kelak? Pasti akan lebih menyakitkan dari pada neraka sekarang yang kamu katakan itu."
Usai Chrisie mengatakan kalimat tersebut, air muka Hanna langsung berubah. Ia tampak tidak setuju atas apa yang disampaikan oleh Chrisie tadi.

Itu terkesan..
Menyinggung Hanna secara halus. Dan Hanna sedikit tidak suka itu.

Diam. Tidak ada yang ingin membuka suara lagi.

"Kalau begitu, aku pergi dulu, ya." Ujar Chirisie memecah keheningan. Lantas berdiri dari kursi taman kampus swasta itu.

"Mau ke mana?" Tanya Hanna.

Assalamualaikum, MuazinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang