•Zoya
Ya, di sini lah Aku sekarang bersama murid yang baru saja menumpahkan kopi di kemejaku. Sekarang kami tengah berada di perpustakaan berdua saja, karena penjaga perpustakaan 'Siska' sedang ada urusan mendadak. Jadi tersisa lah kami berdua yang masih berada di sini dengan tumpukan buku yang entah kapan habisnya.
"Ini di taruh mana Miss?" tanyanya seraya menyodorkan dua buku yang baru ia ambil dari kardus.
Aku menatap buku itu seksama lalu beralih pada rak buku. Aku mencari dimana sebaiknya Aku meletakkan buku itu. Maklum lah Aku kan guru baru jadi masih belum terlalu mengenal sekolah satu ini.
"Taruh di sini saja!" pintahku. Kemudian muridku itu meletakkan nya sesuai dengan yang Ku perintahkan.
"Tinggal satu kardus lagi nih Miss!" ucapnya penuh semangat. Dan jika Aku boleh jujur sepertinya semangat itu mulai menular padaku. Dan mungkin juga, Aku mulai tertarik dengan anak ini. Mungkin?
"Ngomong-ngomong nih Miss, Miss belum tahu nama saya kan?" Benar juga, jika dipikir-pikir Aku memang belum tahu nama anak ini. Aku bahkan tidak mengenalnya dan sudah memarahinya seenak Ku saja karena moodku yang sedang jelek. Ya, Aku memang merasa sedikit bersalah. Tapi... Ah sudahlah.
"Jadi siapa nama kamu?" Dia terlihat menunjukkan senyum penuh arti. Saat itu juga Aku mulai menyesali apa yang baru saja Aku lakukan.
"Miss beneran mau tahu nama saya?" godanya. Lihat kan? inilah mengapa Aku mulai menyesal.
"Tidak juga," ucapku sedingin mungkin. Biar saja dia kecewa, siapa suruh dia berani menggoda orang yang lebih tua. Huh!
"Oh, yaudah deh."
Tunggu apa itu barusan? Oh yaudah? Hanya itu? Mana ekspresi kecewa yang kubayangkan tadi? Dia bahkan kembali melanjutkan pekerjaanya seolah tidak terjadi apa-apa. Tunggu, tunggu, tunggu, kenapa sekarang Aku jadi penasaran dengan nama anak ini. Astaga... kenapa jadi Aku yang kecewa begini.
"Tanam, tanam ubi... Tak perlu di jaga..." Dia mulai menyenandungkan lagu yang entah apa judulnya dengan jari-jemari yang tetap fokus memindahkan buku-buku.
Setelah Aku memperhatikannya cukup lama ternyata dia memiliki wajah yang cukup rupawan. Matanya yang selalu menyipit saat tersenyum, lalu wajahnya yang sangat cocok dengan rambut sebahunya. Kenapa Aku baru menyadari jika anak ini memiliki pesona yang menarik? Tanpa sadar Aku jadi tersenyum melihatnya. Entah sudah berapa kali Aku tersenyum hari ini?
"Miss jangan liatin saya terus, nanti jadi suka lo," ucapnya santai sambil melihat ke arahku dengan menunjukkan senyum khasnya.
"S-Siapa yang lihatin kamu, orang saya lagi ngeliat buku yang ada di belakang kamu kok," ucapku seraya menyibakkan anak rambut yang terjatuh di wajahku.
Sialnya, ia malah terus menatapku dengan tatapan menggoda. Seolah berkata jika apa yang baru saja Aku katakan itu bohong. Dan anehnya MENGAPA AKU JADI GUGUP?!! Oh ayolah Zoya kamu tidak mungkin kan jadi salah tingkah hanya karena tatapan seorang anak SMA apalagi anak itu adalah seorang gadis. No! Big NO!!
Karena ia tak kunjung mengalihkan pandangannya, tanpa sadar Aku jadi menatapnya kembali. Dan pandangan
Kami saling bertemu selama beberapa detik. Satu detik, dua detik, tiga detik mata kami masih saling bertatapan. Hingga akhirnya Aku memutuskan untuk menyudahi terlebih dahulu lalu membuang tatapanku ke samping seraya menggigit bibir bawahku untuk menghilangkan rasa gugupku."S-saya harus pulang sekarang!" ujarku kemudian berlalu pergi tanpa menatapnya sedikit pun. "Kamu juga cepatlah pulang jika sudah menyelesaikan tugas yang saya beri, saya tidak mau terkena masalah karena membiarkan seorang murid berada di sekolah hingga sore hari," sambung Ku sebelum benar-benar pergi menuju pintu.
Namun saat Aku mencoba untuk membukanya, pintu itu terasa berat dan sulit untuk terbuka. Aku semakin panik saat melihat jam yang ada di dekat sana menunjukkan pukul setengah enam malam. Dimana semua murid dan orang yang ada di sekolah sudah meninggalkan sekolah satu jam yang lalu. Kenapa Aku tidak sadar jika sudah selarut ini? Sial! Jangan bilang saat ini Aku-
"Kenapa Miss? Nggak jadi pulang?" Dia terlihat menghampiri Ku. Tetapi Aku tak menggubrisnya karena kepanikan yang sudah terlanjur menguasaiku.
"Miss?" ulangnya sekali lagi. Aku langsung tersadar dari kepanikan ku. Aku menatapnya beberapa saat, dia juga menatapku seolah meminta penjelasan. Karena melihatku yang tak kunjung merespon ia terlihat mencoba untuk membuka pintu.
"Shit! Kita kekunci?" Aku langsung melotot begitu mendengar ucapan yang terlontar dari anak perempuan itu.
"Berani-beraninya kamu berkata kasar di depan saya!" ucapku setengah memekik. Ia terlihat menggaruk tengkuknya dengan ekspresi yang... Entahlah.
"Maaf keceplosan." Oh ya? mana ada orang yang berkata kasar tanpa di sengaja. Cuih! Alasan klise. Tunggu, kenapa Aku jadi sewot begini?
"Miss bawa hp gak?" Ia melihat ke arahku penuh harap.
Aku menggeleng. "Tidak, ponsel saya tertinggal di kantor."
Ia terlihat mengacak-acak rambutnya frustasi. "Duh gimana nih... Mana gue harus beliin budhe Ratih kispray lagi... Duh gue juga udah janji beliin bang Arip penumbuh rambut lagi! Duh gimana nih!" gumamnya namun masih dapat Ku dengar jelas. Bahkan sesaat Aku jadi tertawa mendengar ucapan konyolnya itu. Untunglah Aku bisa menahannya.
"Miss tolong minggir sebentar," ucapnya yang sudah siap mendobrak pintu.
Aku menghela nafas pelan lalu memutuskan untuk duduk di salah satu meja sembari membaca sebuah buku. Lagipula daripada membuang-buang tenaga untuk hal yang sia-sia, lebih baik Aku duduk dan menunggu seseorang membuka pintu. Dan Aku berani bertaruh jika anak itu tidak akan berhasil mendobrak pintu.
Buk!
Buk!
Buk!
=====
Arigato matur suwun.
- No
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Teacher
DiversosLesbian story. [Homophobic please stay away] Suatu hari sekolah Aster kedatangan guru baru yang mendapat julukan nenek lampir. Saat itu juga Aster langsung jatuh cinta pada guru itu. Namun semua usahanya untuk mendekati sang ibu guru selalu gagal! H...