"Her heart finally told her to stop wasting her time..." – unknown.
***
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam saat Rosie tiba di rumah. Chandra tengah duduk di kursi teras, jelas sekali bahwa lelaki itu menunggu kepulangan Rosie. Melihat hal itu, Rosie hanya menghela nafas. Ia terlalu lelah untuk mendengar omelan Chandra yang pasti akan menanyainya kenapa ia pulang begitu larut padahal ia hanya keluar untuk belanja bulanan.
Sambil menenteng kantong berisi belanjaan pada masing-masing tangannya, Rosie berjalan melewati Chandra begitu saja. Begitu nyaris mencapai pintu, suara Chandra terdengar, membuat Rosie terpaksa harus menghentikan langkahnya.
"Kenapa baru pulang sekarang?"
Nah kan, Rosie sudah menebaknya. Ia hanya meminta ijin keluar untuk berbelanja, dan Chandra pasti akan bertanya demikian jika Rosie pulang di atas jam yang sudah ditentukan. Supermarket sudah tutup sejak satu jam yang lalu, dan pantas saja Chandra menunggu karena ia tidak memberi kabar apapun.
"Gue ada urusan bentar. Sorry lupa ngabarin." Jawab Rosie lemah, ia tak berniat untuk menatap Chandra karena tubuhnya benar-benar sudah lelah sekali.
Chandra terdiam. Ia menatap adiknya dari atas ke bawah, sedikit khawatir saat melihat wajah Rosie yang pucat. "Dek, lo sakit?"
Tangan Chandra terulur hendak menyentuh kening Rosie namun segera ditepis oleh gadis itu. Menyadari tindakannya yang agak kasar, Rosie langsung salah tingkah. Ia melirik sebentar pada Chandra yang cukup terkejut dengan tindakan Rosie, namun lelaki itu tak mengatakan apapun.
"Maaf, Bang. Gue capek banget hari ini."
Setelah mengatakan hal itu, Rosie buru-buru masuk ke dalam rumah, meninggalkan Chandra yang menatap kepergian Rosie dengan bingung. Bermacam-macam pertanyaan muncul di dalam kepalanya, sangat yakin jika sesuatu terjadi pada gadis itu. Namun Chandra memilih untuk membiarkannya dan membuka ruang privasi seluas mungkin untuk gadis itu. Rosie sudah dewasa, dan Chandra yakin jika adiknya bisa mengatasi masalahnya sendiri.
Di sisi lain, Prima yang sejak tadi masih menonton film di ruang tengah tersenyum melihat kedatangan Rosie. Ia sudah menunggu kepulangan Rosie sejak tadi, hingga ia merelakan jam tidurnya padahal besok ia harus bersekolah. Begitu melihat Rosie masuk ke dalam kamar, Prima buru-buru menyusul Rosie setelah mematikan televisi sebelumnya.
"Kak?" Panggil Prima setelah mengetuk pintu kamar Rosie namun tak ada jawaban dari dalam. "Kak Oci? Aku boleh masuk?"
"Masuk aja nggak dikunci."
Rosie menjawab dari dalam beberapa saat kemudian. Prima tersenyum senang saat Rosie mempersilahkannya. Ia membuka pintu kamar Rosie, dan mendapati kakaknya tengah membersihkan wajahnya.
"Kamu belum tidur?" Tanya Rosie saat Prima duduk di atas ranjangnya.
"Belum. Aku nungguin Kak Oci." Ujar Prima memberitahu, membuat Rosie menatap Prima penasaran. "Kak Oci yang nyobek novel itu ya?"
Pertanyaan Prima itu membuat Rosie harus berpikir sebentar. Ia mencerna maksud dari pertanyaan Prima, barulah semenit kemudian ia paham novel apa yang dimaksud oleh adiknya.
"Kesobek." Jawab Rosie singkat. Selesai membersihkan wajah, ia membaringkan tubuhnya ke atas ranjang. Matanya sudah begitu berat ingin segera terpejam.
"Terus gimana? Aku penasaran sama endingnya, Kak." Prima ikut membaringkan tubuhnya di samping Rosie yang sudah mulai memejamkan matanya.
"Jangan penasaran. Nanti kamu kecewa." Balas Rosie yang terdengar begitu serius. Namun Prima menanggapi hal itu berbeda. Ia bersikeras untuk mengetahui akhir dari cerita yang dibuat oleh Rosie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Jeffrey | Jaerose
FanfictionHanya sepenggal kisah Jeffrey dan Rosie yang terjebak dalam takdir yang membingungkan. Di satu sisi ingin mengejar namun tertampar keadaan. Di sisi lain ingin bersama namun takut berakhir sia-sia. Intinya, ribet! a jaerose fanfiction Start : 13/10...