4. Between

971 189 26
                                    

"I ask myself again and again, am I a bad person or am I just in pain?" – unknown.



***



Aroma bunga mawar yang menguar tercium hingga masuk ke dalam indera penciuman Rosie hingga membuatnya terbangun. Rosie perlahan membuka matanya, sedikit menggeliat untuk merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa begitu kaku. Ia terdiam sebentar, merasa jika matanya terlalu berat untuk sekadar dibuka.

Dilihatnya lilin aroma terapi berwarna merah muda yang masih tersisa sedikit setelah semalaman menemaninya tidur. Ia tidak ingat kapan ia menyalakannya karena seingatnya sudah cukup lama ia tidak membutuhkan lilin itu untuk membantunya tertidur.

Mengetahui jam sudah menunjukkan pukul enam lebih, Rosie bergegas bangkit. Ia melompat turun dari ranjangnya dan mengambil handuk lalu berlari menuju kamar mandi. Kebiasaannya setiap bangun tidur langsung mandi sudah ia terapkan sejak kecil, yang sampai sekarang masih rutin ia jalankan. Hanya saat-saat tertentu saja ia malas melakukannya. Itupun sangat jarang.

Begitu masuk ke dalam kamar mandi, Rosie terkejut melihat pantulan dirinya di cermin. Berjalan mendekat, keningnya berkerut melihat matanya yang membengkak pagi ini. Apa yang ia lakukan semalam sampai matanya berakhir seperti ini? Apa ia tidur terlalu pulas? Ataukah ia menangis semalam? Rosie benar-benar tidak ingat apa yang terjadi.

Tangannya tanpa sadar terangkat untuk menyentuh kelopak matanya dan saat itulah Rosie melihat benda kecil berkilau yang melingkari jari manisnya. Rosie tertegun untuk sepersekian detik. Ia melihat benda itu lebih dekat dan saat sadar ia langsung melepasnya. Wajahnya terlihat kesal.

"Kenapa gue masih pake cincin ini sih?!!" Keluhnya, benar-benar tidak habis pikir dengan dirinya.

Seingatnya Rosie sudah membuang cincin itu jauh-jauh setelah Jeffrey menikah dengan Cheline. Tapi kenapa pagi ini cincin itu bisa ada di jari manisnya? Apa ia tidak sadar semalam memakainya lagi?

Rosie tidak mau banyak berpikir. Ia meletakkan cincin itu dengan asal – entah mau hilang ia juga tidak peduli – lantas membersihkan dirinya. Waktu terus berjalan dan ia harus bersiap diri untuk berangkat ke kantor.

Setengah jam kemudian Rosie sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Rambutnya yang panjang sengaja ia ikat hari ini karena sepertinya cuaca akan panas nanti seharian. Polesan make up tipis di wajahnya semakin membuatnya terlihat cantik natural. Rosie turun ke bawah dan mendapati Bang Chandra serta Prima tengah sarapan. Kehadirannya langsung menarik perhatian kedua orang itu.

"Kirain belum bangun, Kak."

Prima, alih-alih menyapa kakaknya dengan ucapan selamat pagi, ia justru sengaja menyindirnya. Maklum, Prima ini kadang memang suka iseng.

"Udah dong. Emangnya kamu yang selalu kesiangan." Balasan Rosie membuat Prima hanya cengegesan. Rosie lantas mengambil tempat duduk di samping Bang Chandra. Ia kemudian teringat sesuatu. "Oh ya, Prim, kamu semalem nyalain lilin di kamar Kakak, ya?"

Pertanyaan Prima itu membuat Chandra dan Prima saling berpandangan. Rosie tidak memperhatikannya karena ia sibuk memindahkan nasi dan lauk-pauk ke atas piringnya.

"I-iya, Kak." Jawab Prima agak gagap setelah diberi intruksi oleh Chandra. "Bukannya semalem Kak Oci yang nyuruh aku?" Gadis itu justru membalikkan pertanyaan membuat Rosie sedikit bingung.

"Masa? Mungkin Kakak lupa." Ujar Rosie enteng, tak mau pusing-pusing mengingat karena ia bahkan tidak mengingat apapun.

Di sisi lain, lagi-lagi Chandra dan Prima saling berpandangan. Biarlah mereka yang mengingat apa yang terjadi pada Rosie semalam. Bagaimana gadis itu menangis melampiaskan rasa pedih di hatinya, biarlah mereka yang menjadi saksinya. Rosie tidak perlu mengingat hal-hal menyakitkan itu lagi. Sudah cukup Rosie menderita selama ini, jadi biarkan ia mengingat hal-hal indah saja.

Dear, Jeffrey | JaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang