Konspirasi semesta
"Pokoknya saya gak mau tau, bulan depan uang sewa rumah ini harus sudah lunas!"Yoonbin mengangguk pelan, lalu menatap sendu wanita paruh baya yang tidak lain adalah pemilik rumah yang Yoonbin tinggali saat ini. Wanita tersebut mendengus, kemudian dengan cepat berjalan pergi.
Yoonbin menghela napasnya pelan, ia baru saja sampai ke rumah setelah setengah hari berada di kampus untuk masa ospeknya. Dalam angan ia ingin langsung merebahkan tubuh lelahnya ke atas kasur, namun kenyataan seolah menamparnya karena kedatangan sang pemilik rumah yang menagih uang sewa yang sudah menunggak selama 2 bulan lamanya.
Mau tidak mau, Yoonbin harus segera bersiap dan berangkat menuju ke tempat kerjanya. Iya Yoonbin memang kerap kali melakukan part time, karena uang hasil dari kerja sang Mama tidak cukup untuk menopang biaya hidup keduanya sehari-hari.
Yoonbin yang saat ini menginjak usia 19 tahun hanya tinggal bersama dengan sang Mama. Karena Papanya sudah meninggal sejak 4 tahun yang lalu. Yang mengharuskan Yoonbin terbiasa mengambil pekerjaan sambilan agar bisa meneruskan sekolahnya.
Mama Yoonbin yang sudah tua pun hanya bisa bekerja sebagai tukang cuci baju. Yang mana uangnya hanya cukup untuk makan, itupun terkadang kurang. Namun Yoonbin dan Mamanya sudah merasa cukup dan bersyukur karena masih bisa mengisi perut mereka dengan sepiring nasi setiap harinya.
Namun sudah seminggu berlalu, sang Mama jatuh sakit. Yang membuatnya hanya bisa berbaring diatas tempat tidur sambil menahan rasa pusing yang menjalar diseluruh area kepalanya.
"Mama.. Adek pulang.." Seru Yoonbin seraya memasuki rumahnya.
Dengan segera Yoonbin melangkahkan kakinya menuju ke kamar sang Mama. Tampak wanita tua tersebut sedang terpejam dan larut dalam mimpi indahnya.
Yoonbin tersenyum lega, lalu berjalan mendekat ke arah Mamanya. "Mama.. Semoga lekas sembuh ya.." Bisik Yoonbin kemudian memajukan wajahnya dan mengecup pipi Ibunya dengan lembut.
"Adek sayang Mama.." Yoonbin mengangkat kepalanya, mencoba menahan liquid yang berlomba keluar dari kedua mata sipitnya. "Maafin Adek belum bisa bawa Mama ke rumah sakit.."
....
"Yoonbin? Bisa tolong benerin genteng diluar gak?"Yoonbin yang tadinya sedang membuat segelas kopi untuk pelanggan pun menoleh ke samping. Menatap wanita cantik bernama Wendy, selaku asisten manager ditempatnya bekerja sekarang.
Yoonbin mengangguk, "Bisa Mbak, bentar ya?"
Beberapa saat kemudian, Yoonbin telah menyelesaikan kopi buatannya. Dengan mata yang berbinar serta senyum cerahnya, Yoonbin pergi mengantarkan kopi tersebut untuk pelanggannya sekalian dengan dirinya yang hendak keluar untuk membenarkan genteng.
"Selamat menikmati.." Ujar Yoonbin mempersilahkan pelanggangnya meminum kopi buatannya.
"Terimakasih.."
Yoonbin mengangguk, lalu dengan segera berjalan keluar. Kepalanya mendangak, memindai setiap genteng diatas sana. Hingga matanya menangkap sebuah genteng yang sudah patah dan bergeser dari tempatnya.
Tanpa banyak bicara Yoonbin segera mengambil sebuah tangga dan sebuah genteng dari gudang belakang tempatnya bekerja. Ngomong-ngomong Yoonbin bekerja sebagai seorang barista disebuah kafe, dan Yoonbin sudah bekerja selama 2 tahun lamanya.
"Yoonbin? Ngapain?"
Yoonbin yang sudah memanjat tangga dan hendak mengganti genteng yang rusak pun sontak langsung menunduk ke bawah. "Lagi bakar ayam Hoon.." Candanya yang membuat Jihoon mendengus.
Jihoon sepertinya baru datang karena memang pemuda bermarga Park itu mendapatkan jadwal sift malam. "Yeu! Awas jatuh!" Lalu Jihoon melenggang masuk ke dalam kafe, meninggalkan Yoonbin yang terkekeh dan melanjutkan aktivitasnya.
Yoonbin terdiam sebentar, menatap gumpalan langit yang menghitam tepat diatas kepalanya. Semilir angin mulai berhembus menyentuh kulit putih nan bersih milik Yoonbin.
Dingin, satu kata yang Yoonbin rasakan saat ini.
"Kayaknya bakal hujan deras.." Monolog Yoonbin.
Namun tiba-tiba, DUAARR!!
"AAAAKHH!!"
Sebuah petir menyambar entah ke bagian mana, dan menimbulkan suara ledakan yang cukup besar. Membuat pemuda yang saat ini sedang mengerjakan tugasnya langsung bersembunyi dibawah kolong meja sambil menutupi kedua telinganya.
"Hikss.. Haruu.. Takut.." Lirihnya, perlahan bahunya bergetar seiring dengan tangis yang beradu dengan suara gemercik air hujan diluar sana.
"Yohan? Kim Yohan?" Panggil seorang wanita dari luar kamarnya.
Wanita tersebut langsung menerobos masuk ke dalam kamar anak semata wayangnya. Lalu dengan cepat menemukan Yohan yang meringkuk dibawah meja belajarnya. Wanita tersebut panik, dan langsung berlari ke arah Yohan dan menarik sang putra keluar dari sana.
"Ssstt!! Tenang sayang! Ada Mama disini!" Ucap beliau sambil memeluk Yohan dengan erat. Tangannya tanpa diperintah langsung mengusap-ngusap punggung Yohan yang bergetar.
"Hikss.. Mama.. Takut hikss.." Lirih Yohan masih dengan isakannya.
"Ada Mama disini Nak! Ada Mama!"
Setelah beberapa saat mencoba menenangkan Yohan, akhirnya pemuda tersebut terlelap dalam pelukan sang Mama. Yang membuat Mamanya terkekeh dan langsung menjawil hidung mancung Yohan.
"Kamu itu kebahagiaan Mama satu-satunya Nak. Alasan kenapa Mama bisa bertahan sejauh ini, alasan kenapa Mama bisa tersenyum lebar, serta alasan kenapa Mama nangis setiap kali kamu sedih. Gak terasa sebentar lagi kamu bakal ninggalin Mama dan memulai hidup baru dengan suami kamu.."
Wanita tersebut tersenyum menatap wajah Yohan yang tampak damai dalam tidurnya. "Mama sayang Yohan.."
Sejujurnya ia sedikit tidak rela, namun ia bisa apa kala Yohan sudah menentukan pilihannya? Satu bulan dari sekarang, Yohan akan resmi menikah dengan pacarnya. Laki-laki tampan bernama Watanabe Haruto, yang beliau yakini bisa menjaga Yohan hingga maut memisahkan keduanya.
"Setelah kamu menikah nanti, Haruto lah orang yang bakal gantiin Mama buat meluk kamu setiap kali kamu ketakutan karna suara petir Nak.."
Ngueng, ada yang bisa nangkep alur ceritanya bakal gimana?