the prologue : awal pelayaran

844 113 35
                                    

Kisah ini bermula dengan seorang nahkoda berumur 27 tahun bernama Khun Aksasura Senandika. Kebanyakan orang memanggilnya dengan nama Khun, tapi tidak sedikit juga yang memanggilnya dengan nama Aksa.

“Khun,”.

Seseorang bernama Khun itu menoleh ke belakang dan ia melihat ibunya sedang berdiri sambil membawa beberapa ember bekas cucian. Aksa bangun dari duduknya dan menghampiri ibunya, “Ada apa? Ibu butuh bantuan?”.

Hanya gelengan yang ia dapatkan. Ibu Aksa, sebut saja Mae Bhanu, menarik tangan Aksa untuk duduk di dekat tangga rumahnya. Aksa sudah tahu kemana arah pembicaraan Mae Bhanu. Pernikahan.

“Apa ibu akan memaksaku untuk menikah lagi?”.

Mae Bhanu menggeleng, “Aku tidak akan memaksamu. Tapi Khun, kau ini sudah matang umurnya, kenapa tidak mencoba untuk mendekati gadis saja?”. Aksa seperti ini bukan tanpa alasan, saat ini yang Aksa pikirkan hanyalah bagaimana cara mendapat uang dengan cepat.

Selain itu, alasan Aksa tidak mau membuka kembali hatinya adalah karena dia sudah pernah dicampakkan. Dicampakkan karena perempuan itu mengandung anak dari laki-laki lain, kejadian ini terjadi 5 tahun yang lalu saat umur Aksa masih berusia 22.

Bohong jika berkata Aksa sudah bisa melupakan cinta pertamanya. Sampai saat ini bahkan Aksa masih mencoba untuk menghubungi mantannya yang berada jauh di luar Pulau. “Aku sudah bilang, aku akan menikah jika aku sudah siap,”.

“Kapan? Apa kau mau Ibu jodohkan dengan Gayatri?”.

Gayatri, nama itu muncul lagi. Gayatri adalah perempuan yang berprofesi sebagai Jaksa. Kata banyak orang, mereka adalah pasangan yang serasi. Tapi perkataan itu ditepis oleh Aksa, karena ia hanya menganggap Gayatri sebagai seorang saudara, tidak lebih dan tidak kurang.

“Kenapa Ibu selalu memaksaku seperti ini? Hubungan pernikahan itu bukan sesuatu yang mudah! Apa Ibu ingin kejadian yang Ibu alami terjadi juga denganku?!”.

Mae Bhanu menatap putranya dengan tatapan terkejut, ia merasa luka lamanya dihidupkan kembali oleh Aksa. “Apa Ibu tidak ingat bagaimana Ayah meninggalkanmu sendiri dan menceraikanmu?! Aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Ibu juga tidak mau, kan?”.

“Khun, aku hanya—”.

Perkataan Mae Bhanu terpotong karena Aksa langsung memberi pelukan yang secepat kilat. Pelukan itu terasa hangat sampai Mae Bhanu ingin mengeluarkan cairan bening dari matanya. Tapi ia tahu, sebagai seorang Ibu, ia harus selalu terlihat tegar dihadapan putranya.

“Hei, apa ini Khun? Kenapa kau memelukku seperti ini?”.

Aksa menggeleng, melepas pelukannya dan mulai menyentuh tangan ibunya yang halus, “Aku sayang Ibu. Tolong hiduplah lebih lama, ya? Aku tidak punya siapa-siapa selain Ibu,”. Tangan Mae Bhanu menelisik tiap-tiap helai rambut hitam milik Aksa, “Aku disini. Khun, melihatmu tumbuh dan menjadi laki-laki tampan seperti ini, rasanya aku ingin menangis,”.

“Ibu boleh menangis. Lagipula, Ibu tidak harus selalu berpenampilan tegar, aku disini. Kalau ibu ingin menangis, menangislah,”.

Satu bulir cairan bening tampaknya lolos dari mata Mae Bhanu. Aksa adalah putra semata wayangnya, berliannya. Tanpa Aksa, mungkin sudah tidak ada lagi alasannya untuk hidup di dunia.

aksasuratma✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang