euphoria sekala

444 103 42
                                    

Kapal yang diketuai oleh Aksa tiba di dermaga Jumantara dengan selamat. Selalu, ia menjadi Kapten kebanggaan di pulaunya. Saat ini, Aksa hendak menuruni kapal. Tetapi anak buahnya memanggil dengan berkata,

“Kapten, Walikota ingin berbicara denganmu,”.

Terjebak dalam situasi canggung adalah hal yang sangat Aksa benci. Walikota Jenardana ini membungkukkan dirinya dihadapan Aksa, lalu Aksa membungkukkan badannya sebagai tanda hormat kembali.

Walikota Jenardana menepuk bahu Aksa, “Kau memang pelayar yang hebat, Kapten Khun. Terima kasih karena sudah mengantar kami tiba sampai tujuan,” seperti itu katanya. Aksa merasa tersanjung atas pujian Walikota hingga ia membungkukkan badannya lagi.

“Sudah sepatutnya saya bertanggung jawab sebagai Kapten dari kapal,”. Walikota Jenardana mengangguk lantas meninggalkan Aksa yang sedang berkemas-kemas barangnya. Ia ingin mencari Wano, tapi sepertinya Wano sudah turun dengan kekasihnya.

Baru saja sampai, Aksa sudah merindukan Ibunya. Ia menuruni jalan yang digunakan sebagai penghubung antara kapal dengan dermaga sembari melangkah lambat dan ia mencari sesuatu di dalam tasnya. “Sial! Dimana aku meletakkan buku itu?!”.

Terlalu serius itu juga tidak baik, contohnya seperti Kapten Aksa yang tidak sengaja menabrak laki-laki yang usianya sepertinya 2 tahun lebih muda darinya. “Maafkan saya, apa anda—” Aksa tidak dapat melanjutkan kata-katanya saat netranya bertemu dengan netra coklat laki-laki ini.

Itu adalah laki-laki yang menghantuinya dalam mimpi. Aksa masih menatapnya dengan sedikit mengerutkan dahinya, berpikir bahwa ia berada di dalam mimpi sekarang. Jantungnya berdetak begitu kencang sampai-sampai Aksa harus memegang dada sebelah kirinya.

Aksa tidak tahu perasaan ini, tapi laki-laki di depannya ini sangat lucu. Ia berpenampilan seperti pelayan laki-laki pada umumnya. Aksa memalingkan pandangannya, melihat-lihat sekitar.

Sial, dia menyita 3 detik berhargaku.

Seperti itulah batin Aksa saat ini. Aksa memundurkan diri satu langkah tanpa alasan, tapi laki-laki itu mulai melangkah ke depan Aksa. “Maaf, Tuan—maksudku Kapten!” Aksa mengerutkan keningnya, laki-laki ini terlihat pemalu dan gerogi saat berbicara dengan Aksa.

“Darimana kamu tahu aku seorang Kapten?”.

Walaupun perasaan dalam hatinya kini membuncah, tidak bisa dipungkiri bahwa Aksa tetap saja laki-laki dengan paras datar. Ia beruntung mempunyai wajah seperti ini, tidak ketara. “Saya.. Saya dari penginapan dan atasan saya memerintahkan saya untuk menjemput anda,”.

Perasaan senang tanpa henti ini terlalu menyakitkan bagi Aksa, ada sesuatu dari dalam diri laki-laki ini yang membuat Aksa tertarik. “Siapa namamu?” Tanya Aksa dengan nada dingin. Laki-laki itu ragu, terlihat dari caranya berbicara.

“Maaf?”.

“Aku bertanya, siapa namamu?” Terdapat penekanan pada setiap kalimat yang Aksa lontarkan. Laki-laki itu menatap Aksa dengan perasaan takut, “Aku Suratma,” katanya. Lelaki dengan nama Suratma ini menggigit bibirnya perlahan, “Mari Kapten.. Biar saya yang membawakan tas anda,”.

Suratma mulai maju untuk mendekati Aksa tetapi Aksa menghentikannya dengan menggunakan isyarat tangan. “Aku mempunyai dua tangan, jadi kamu tidak perlu repot untuk membantuku,” Setelah itu, Aksa pergi meninggalkan Suratma yang sedang menghentak-hentakkan kakinya.

“Kapten bajingan! Jika aku adalah saudagar kaya, aku juga tidak sudi untuk membantumu! Brengsek!”.

Suratma menghela nafasnya, hari ini menjadi lebih panas dari yang ia kira. Ditambah dengan kehadiran Aksa, itu berdampak bagi otak Suratma. Emosi Suratma stabil sesaat setelah ia membeli minuman teh di suatu kedai.

aksasuratma✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang